M. Nasri Dini
Bagi sebagian kalangan, mungkin saja tahun 2020
merupakan waktu yang sepertinya hilang dari kalender mereka. Hal ini karena
hadirnya wabah corona virus disease 2019 (covid-19) yang merubah secara
drastis semua aspek hidup mereka. Mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, budaya,
keamanan, bahkan tidak terkecuali menyangkut pula aspek keagamaan. Semua hal
yang sudah diagendakan sejak awal dengan matang pun terpaksa harus di-reschedule,
dibuat perencanaan ulang karena situasi darurat pandemi. Setelah datangnya masa-masa
yang disebut dengan new normal atau kenormalan baru juga seakan masih
sama saja, tidak ada yang terasa baru dan belum ada yang berjalan normal. Semua
masih harus mengikuti aturan-aturan tertentu agar virus tidak semakin menyebar
dan kematian yang diakibatkan karenanya tidak semakin bertambah.
Tidak terkecuali dengan Persyarikatan Muhammadiyah.
Menghadapi pandemi yang hingga sekarang belum mereda ini Muhammadiyah terus
menerus berupaya untuk memberikan solusi. Dinamika gerakan Muhammadiyah seperti
mengalami ujian dalam menghadapi wabah covid-19 ini. Namun bukan Muhammadiyah
jika tidak bisa menghadapinya. Di usianya yang sudah mencapai angka 108 dalam
hitungan tahun miladiyah (18 November 1912 – 2020), Muhammadiyah selalu bisa
membuktikan kematangan dirinya dengan tetap survive dan bisa
menghadirkan solusi-solusi konkrit kepada masyarakat pada umumnya maupun warga
Muhammadiyah pada khususnya. Bisa dikatakan, Muhammadiyah adalah salah satu
gerakan yang terdepan dalam mendukung pemerintah untuk menghadapi wabah
covid-19 ini.
Ada banyak sekali dinamika gerakan Muhammadiyah dalam
masa pandemi ini, penulis akan menyampaikan beberapa di antaranya.
Dinamika Dakwah
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah. Maka salah satu
hal terpenting yang sempat ‘terguncang’ karena pandemi adalah terkait dengan gerakan
dakwah, baik itu yang mencakup aspek metode, materi, maupun ijtihad dalam
dakwah maupun fikih. Ketika awal-awal pandemi, masyarakat sempat syok. Karena
seakan semua kegiatan dakwah dilarang. Pengajian, shalat jumat, shalat jamaah,
semuanya tidak diperbolehkan. Orang-orang yang ‘bersumbu pendek’ pun banyak
yang meramaikan medsos dengan pernyataan-pernyataan negatif. Seperti pro
komunis, anti Islam, mazhab baru, dan lain sebagainya.
Tetapi tidak dengan Muhammadiyah. Dengan tenang
Muhammadiyah menyiapkan solusi-solusi agar dakwah tetap dapat berjalan
sebagaimana mestinya, meskipun di tengah keterbatasan. Dari segi metode,
Muhammadiyah menjadi salah satu pelopor dakwah jarak jauh di masa pandemi ini. Tidak
hanya Majelis Tabligh PP Muhammadiyah saja yang bergerak, tapi berbagai majelis
dan organisasi otonom (ortom) dari tingkat pusat hingga ranting bahkan juga
amal usaha Muhammadiyah (AUM) berbondong-bondong mengaktifkan kembali youtube
mereka. Media yang sebelumnya pernah dimiliki tapi mungkin tidak begitu
terkelola dengan baik. Yang belum punya akun juga banyak yang membuat akun baru
untuk dakwah. Aplikasi video converence seperti zoom dan yang lainnya
juga menjadi familiar bagi warga persyarikatan. Facebook, instagram dan twitter
pun menjadi media untuk posting dakwah visual secara rutin.
Masyarakat menjadi tersadar bahwa salah satu inti dari
keberjalanan dakwah adalah sampainya materi dari da’i (penyampai dakwah)
kepada mad’u (objek dakwah). Maka di masa pandemi ini justru bermunculan
peluang-peluang dakwah yang dapat dikembangkan oleh persyarikatan maupun
warganya. Dakwah tidak harus datang langsung ke masjid atau majelis taklim,
tapi cukup di rumah saja. Kalaupun dibutuhkan tatap muka dan berinteraksi
langsung, zoom juga bisa menjadi solusi. Meskipun secara ‘rasa’ mungkin saja
akan berbeda, tapi substansi dakwah telah tersampaikan.
Dari segi materi, pandemi ini juga menyadarkan
masyarakat bahwa ternyata Islam juga punya solusi untuk menghadapinya. Umat
kembali diedukasi tentang takdir, juga pentingnya ihtiar dan tawakal. Di
antaranya adalah sejarah tentang wabah amwas yang dihadapi oleh Abu
Ubaidah bin Jarrah RA saat menjadi Gubernur Syam pada masa kekhalifahan Amirul
Mukminin Umar bin Khatab RA. Kalimat Umar RA, “lari dari takdir Allah menuju
takdir Allah yang lain” pun menjadi kalimat yang cukup familiar di era pandemi
ini. Juga nasihat Rasulullah SAW, “ikat dulu untamu, baru bertawakal kepada
Allah.” Masyarakat juga bisa mengenal kembali kitab berjudul Badzlul
Maun fi Fadhli Thaun karya Imam Ibnu Hajar Al Asqalani yang
didakwahkan oleh banyak ustadz dalam berbagai kesempatan. Baru-baru ini
bahkan kitab tersebut sudah diterjemahkan oleh beberapa penerbit ke dalam
bahasa Indonesia.
Selain itu, masyarakat juga disuguhkan dengan
banyaknya dinamika ijtihad dalam dakwah, utamanya dalam hal pemahaman beragama
atau fikih. Terkait shalat menggunakan masker, shalat berjamaah dengan shaf
berjarak, shalat jumat di rumah, shalat ‘id di rumah, zakat untuk membantu
penanganan covid, penyembelihan hewan qurban di era pandemi, fikih penanganan
jenazah covid, hingga ijtihad-ijtihad fikih yang berkaitan dengan haji dan
umrah. Artinya, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid selalu merespon
dengan cepat permasalahan keagamaan yang dihadapi oleh masyarakat di era
pandemi ini.
Dinamika Amal Usaha
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi dengan amal
usaha paling banyak di dunia. Mencakup amal usaha di bidang pendidikan, sosial,
kesehatan, ekonomi, dan masih banyak yang lain. Pandemi ini memaksa
Muhammadiyah untuk melakukan penataan ulang terhadap agenda-agenda amal
usahanya yang tersebar di seluruh nusantara, bahkan di penjuru dunia. Yang
paling terlihat, Muhammadiyah langsung membentuk tim khusus bernama Muhammadiyah
Covid-19 Command Center (MCCC). Badan baru dalam Muhammadiyah yang
anggotanya terdiri dari lintas majelis dan ortom ini dibentuk PP Muhammadiyah khusus
untuk menangani dan mengantisipasi persebaran covid-19, termasuk memberikan
rekomendasi-rekomendari terkait dengannya.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) juga
beberapa kali memberikan maklumat kepada sekolah dan madrasah, di antaranya
agar penyelenggaraan pendidikan bisa dilakukan dengan tanpa tatap muka atau
dalam jaringan (daring/online). Kampus-kampus Perguruan Tinggi
Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) pun juga menggelar perkuliahan secara daring
selama masa pandemi.
Lazis Muhammadiyah (Lazismu) dan ortom Angkatan Muda Muhammadiyah
(AMM) di berbagai tingkat tidak ketinggalan berperan dalam melewati pandemi.
Maka hadirlah program-program solutif dan praktis seperti lumbung pangan, atau
program ketahanan pangan yang lain. Kokam di berbagai daerah sejak awal pandemi
rutin melaksanakan program penyemprotan desinfektan di fasilitas-fasilitas
umum. Kokam Nasional mencanangkan program ketahanan pangan dengan menanam
tanaman pangan, baik sayur, buah, dan yang lainnya di rumah masing-masing
anggotanya. Terkait sekolah-sekolah Muhammadiyah yang kesulitan dalam menggaji
gurunya, Lazismu juga mencoba untuk memberikan bantuannya, meskipun secara
jumlah tidak bisa dikatakan banyaak, tetapi patut dipresiasi kepeduliannya.
Yang tidak kalah berperannya adalah rumah sakit Muhammadiyah
dan Aisyiyah. Sejak awal pandemi, tidak kurang dari 80 RSM-A yang turut aktif
menangani pasien covid-19. Data resmi website covid19.muhammadiyah.or.id
menyebutkan lebih dari 7000 pasien telah ditangani oleh RSM-A di seluruh
Indonesia.
Dinamika Organisasi
Tentu sudah diketahui oleh khalayak warga
Muhammadiyah, bahwa salah satu langkah Muhammadiyah dalam menghadapi pandemi
ini adalah dengan menunda berlangsungnya Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Muktamar ke-48 yang sedianya akan digelar pada 1-5 Juli 2020 di Surakarta
tersebut akhirnya diurungkan karena pandemi belum mereda. Dampaknya, jabatan
pimpinan Muhammadiyah dari pusat hingga ranting diperpanjang hingga digelarnya
muktamar nanti. Muhammadiyah memilih untuk memberikan keteladanan pada masyarakat
dengan menahan hajatan terbesarnya, karena keselamatan dan kesehatan masyarakat
jauh lebih utama.
Muhammadiyah melalui maklumat resminya maupun
pernyataan para tokohnya juga memberikan masukan kepada pemerintah untuk
menunda diadakannya pilkada serentak 9 Desember 2020. Meskipun sangat
disayangkan, pemerintah mengabaikan masukan Muhammadiyah dan memilih tetap
menggelar pemilihan gubernur, walikota dan bupati tersebut.
Muhammadiyah dan Vaksin Covid-19
Yang terakhir, penulis ingin menyampaikan bahwa Muhammadiyah
adalah salah satu elemen masyarakat yang mendukung program vaksinasi covid-19
yang digulirkan oleh pemerintah. Tentunya setelah semua kaidah keamanan,
keefektifan, dan kehalalan vaksin terpenuhi sesuai standar Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Muhammadiyah berharap agar pemerintah menerapkan strategi komunikasi, edukasi,
dan kampanye yang tepat terkait fungsi vaksin, serta memastikan proses monitoring dan
evaluasi pascavaksinasi.
Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Kesehatan dr. H.
Agus Taufiqurrahman, S.Ps, M.Kes menyampaikan bahwa Muhammadiyah dengan
infrastruktur kesehatannya ikut menyukseskan vaksinasi untuk mengatasi pandemi
Covid-19. Dokter Agus juga berpesan walaupun telah divaksinasi, masyarakat harus
tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dalam penegakan 3M, yaitu
memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan 3T testing, tracing,
treatment.
Penutup
0 komentar:
Posting Komentar