728x90 AdSpace

Latest News
Senin, 08 Oktober 2018

Energi Syukur, Sikap Hidup yang Membuahkan Kebahagiaan


Oleh KH. Ihsan Saifuddin, S.Ag
Ketua Majelis Tabligh PD Muhammadiyah Sukoharjo

Bersyukur itu tidak mudah
Banyak orang mengira bersyukur itu mudah, namun ternyata bersyukur tak semudah yang dibayangkan kebanyakan orang. Jika bersyukur sekadar dalam ucapan, memang tidaklah sulit. Sekiranya syukur itu masalah yang mudah, tentu Allah tak perlu mengulang perintah bersyukur dalam satu surat yang sama hingga  31 kali (Lihat Surat Arrahman). Pengulangan perintah bersyukur hingga 31 kali menandakan bahwa bersyukur itu tidak mudah. Allah Ta’ala berfirman: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”  (QS. Arrahman: 13)

Sekiranya syukur itu perkara yang mudah, tentu banyak manusia yang mengamalkannya. Pada kenyataannya masih sedikit hamba yang bersyukur. Allah Ta’ala berfirman: “..Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang bersykur.” (QS. Saba’: 13)

Melengkapi kenyataan bahwa bersyukur itu tidak mudah, nabi shalallahu ‘alaihi wasalam qiyamul lail hingga kedua kakinya bengkak, padahal dosa-dosa beliau yang lalu dan yang akan datang sudah diampuni. Tersebut dalam sebuah riwayat: “Dari ibunda Aisyah disebutkan bawa nabi shalallahu alaihi wasalam apabila qiyamul  lail hingga kedua kakinya bengkak-bengkak,” Aisyahpun bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau berbuat demikian, bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan  yang akan datang?” beliau menjawab, “Wahai Aisyah, Tidakkah aku ingin digolongkan hamba yang bersyukur?”  (HR. Muslim) 

Mempertegas kembali bahwa bersyukur itu tidak mudah, seseorang yang secara lahiriyah mengekspresikan syukur, itupun belum tentu syukur yang sesungguhnya. Sebut saja misalnya acara syukuran Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, tidak sedikit di antaranya diisi dengan hura-hura yang justru kontradiksi dengan jerih payah perjuangan para pahlawan dalam mewujudkan kemerdekaan. Contoh lain syukuran menempati rumah baru misalnya, ternyata di balik istilah syukuran, ada maksud pamer tentang kebagusan rumahnya di hadapan orang yang hadir, demikian dan semisalnya. Wallahu a’lam

Termasuk bukti lain bahwa bersyukur itu tidak mudah, banyak orang bersyukur hanya di saat senang atau beroleh kebahagian. Padahal, nabi mengajarkan kita bersukur  dalam segala keadaan. Ini terbukti bahwa apapun kondisi yang dialaminya, beliau selalu merespon dengan ucapan “Alhamdulillah” yang merupakan ekspresi syukur seorang hamba.

Syukur itu membahagiakan
Lafal Alhamdulillah yang senantiasa terucap dalam setiap keadaan inilah yang menyebabkan seorang hamba mendapat kebahagiaan dunia akhirat. Inilah riwayat yang berkenaan dengan hal tersebut: “Adalah nabi shalallahu ‘alaihi wasalam apabila  melihat  kondisi yang menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillahil ladzi bini’matihi tatimmush shalihat’ (segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-nikmat tersebut tersempurnakan amal shalih), dan apabila menemui kondisi yang kurang menyenangkan beliau mengucap “Alhamdulillah ala kulli hal”  (segala puji bagi Allah dalam segala keadaan).” (HR. Ibnu Majah) 

Bersyukur yang membuahkan kebahagiaan dunia akhirat adalah syukur yang dilakukan dalam segala keadaan. Seorang hamba yang senantiasa bersyukur dalam segala keadaan berhak mendapat istana di surga. Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa ketika seorang hamba tetap bersyukur meski anggota keluarga yang dicintainya meninggal, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah istana di surga. Dalam hadits diterangkan:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا مَاتَ وَلَدُ العَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ : قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي ، فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ، فَيَقُولُ : قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ ، فَيَقُولُونَ : نَعَمْ  فَيَقُولُ : مَاذَا قَالَ عَبْدِي ؟ فَيَقُولُونَ : حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ ، فَيَقُولُ اللَّهُ : ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الجَنَّةِ ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الحَمْدِ .]   سنن الترمذي [ .    

Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Ketika kematian anak seorang hamba, Allah berfirman pada malaikat, “engkau telah cabut nyawa anak hambaKu?” Malaikat menjawab, “Ya,” Allah bertanya, “engkau cabut nyawa buah hatinya?” Malaikat menjawab, “Ya,” Allah bertanya, “apa yang diucapkannya?” Malaikat menjawab, “dia memujiMu dan menaruh harap padaMu,” Allah berfirman, “Bangunkan sebuah rumah di surga dan beri nama rumah itu dengan baitul hamdi”. (HR. Tirmidzi)

Mengingat kematian anggota keluarga adalah keadaan yang menyedihkan namun tetap dihadapi dengan syukur, maka hal itu dapat dimaknai bahwa bersyukur yang membuahkan kebahagiaan dunia akhirat adalah syukur yang dilakukan dalam segala keadaan. 

Memperkuat pernyataan bahwa bersyukur itu membahagiakan dibuktikan juga dengan syukurnya Nabi Ayub ‘alaihissalam. Meski dalam kondisi sakit, bahkan sakit berat yang tiada bandingnya. Syukurnya Nabi Ayub dibuktikan dengan tetap memuji Allah meski dalam kondisi sakit. Allah Ta’ala berfirman: “dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.”  (QS Al Anbiya’: 83)

Syukur itu menambah nikmat
Diantara berkah di balik rasa syukur adalah bahwa syukur itu menambah nikmat dan menangkal azab. Hal ini sesuai dengan janji dan jaminan Allah Ta’ala untuk menambah nikmat dan mencegah azab bagi hamba yang bersyukur. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”  (QS. Ibrahim: 7)

Lebih dari sekedar menambah nikmat, hamba yang bersyukur akan terhindar azab, Allah Ta’ala berfirman, “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. Annisa’: 147)

Tips mudah bersyukur 
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa bersyukur itu tidaklah mudah, terbukti mayoritas manusiapun tidak bersyukur. Untuk mempermudah syukur, Islam mengajarkan beberapa kiat, antara lain:

1. Melihat ke bawah
Agar seorang hamba mudah bersyukur, nabi memberikan tips “melihat ke bawah”. Melihat ke bawah dalam arti melihat orang yang kondisinya di bawah kita. Tentu yang dimaksudkan adalah melihat penderitaan dan kesulitan hidup orang lain, ternyata jauh lebih parah dibanding kita. Nabi bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah pada orang yang berada di bawahmu jangan melihat orang  yang berada di atasmu, hal itu lebih layak  agar tidak meremehkan nikmat Allah yang terlimpah kepadamu.” (HR. Bukhari-Muslim) 

Adapun yang dimaksud melihat ke bawah adalah membandingkan perkara-perkara duniawi yang diperoleh orang lain. Misalnya adalah masalah rumah tinggal. Meskipun rumah yang kita miliki Tipe RSS, hal itu lebih menguntungkan daripada orang lain yang tidak punya rumah, yang akhirnya menjadi kontraktor (baca: tukang kontrak) yang tidak pernah punya rumah sendiri.

2. Menyadari besarnya nikmat Allah
Seorang hamba yang kurang bersyukur, pada umumnya karena tidak pandai menyadari besarnya nikmat Allah. Padahal, nikmat Allah sangatlah banyak, saking banyaknya, tidak dapat dihitung. Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Annahl: 18)

Di antara contoh nikmat Allah misalnya adalah nikmat sehat. Dengan sehat makan terasa enak, tidur terasa nyenyak kehidupan penuh rasa nyaman. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang sakit, belum lagi harus mengeluarkan biaya pengobatan dan semisalnya.

3. Berdoa agar dimudahkan bersyukur 
Kebenaran makna bacaan hauqolah “La haula wala quwwata illa billah” –tiada daya dan kekuatan melainkan karena pertolongan Allah- sungguh sangat nyata. Sesungguhnya manusia itu sangatlah lemah, sedemikian lemahnya hingga masalah bersyukurpun, tanpa pertolongan Allah seorang hamba tidak dapat melakukannya. Agar seorang hamba mudah bersyukur, Nabi shalallahu alaihi wasalam mengajarkan doa berikut:

 اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ


“(Allahumma a’inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika). Ya Allah tolonglah aku agar mudah mengingatMu, mensyukuri nikmatMu dan beribadah dengan baik kepadaMU.” (HR Annasa’i)

Ruang lingkup syukur
Bersyukur kepada Allah Ta’ala mencakup tiga hal, yaitu: syukrul qolbi, syukrul lisan dan syukrul jawarih. Ketiga ruang lingkup syukur tersebut beserta sekilas penjabarannya dapat diterangkan sebagaimana pernyataan berikut:

الشكر ثلاثة اضرب : شكر القلب وهو تصور النعمة وشكر اللسان وهوالثناء علي المنعم وشكر الجوارح  وهو مكافأة النعمة بقدر استحقاقه

“Syukur itu ruang lingkupnya mencakup tiga hal: (1) Syukrul qolbi, yaitu memahat nikmat di dalam hati, yakni hati yang mengakui seluruh nikmat datangnya dari Allah; (2) Syukrul lisan, yaitu lisan yang sanggup menyampaikan pujian kepada sang pemberi nikmat, yaitu Allah ta’ala; (3) Syukrul jawarih, yaitu mempergunakan nikmat sesuai dengan keharusannya.”  (Energi Syukur: 32)

Mengikat nikmat dengan syukur
Di saat beroleh nikmat, tentu setiap orang mengingini nikmat tersebut akan terus melekat padanya dan terus membersamainya. Dia tidak ingin kenikmatan itu lepas darinya. Lihatlah keadaan orang yang beroleh nikmat kekayaan perhiasan emas misalnya, untuk menjaganya, dimasukkanlah emas tersebut dalam kotak yang dikunci, kotak dimasukkan dalam lemari yang dikunci, ketika meninggalkan rumah, kamarnya dikunci, rumahnya dikunci, pintu pagarnya dikunci. Demikian dan seterusnya hanya agar kekayaan yang dimilikinya tidak hilang lepas. 

Sebenarnya mengikat nikmat tidaklah serumit persoalan di atas. Cukuplah dengan syukur nikmat itu akan langgeng dan terus bersamanya. Syukur dalam artian menggunakan nikmat di jalan kebaikan sesuai porsi dan proporsinya itulah langkah mengiat nikmat. Hal ini sebagaimana dijelaskan Umar bin Abdul Aziz dalam pernyataan berikut ini: 

قيدوا نعمة الله بشكر الله

“Ikatlah nikmat Allah dengan cara mensyukurinya.” (Energi Syukur: 50)

Bersyukur jangan kufur 
Tentang syukur yang membuahkan kebahagiaan, dan kufur (tidak bersyukur) yang menyebabkan azab, tersebutkan kisah tentang ashabul jannah (pemilik kebun) yang dijelaskan dalam Al Qur’an.

Dari rangkaian kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kufur (tidak bersyukur) itu mengundang azab. Bentuk ketidaksyukuran yang terjadi pada kisah tersebut adalah keengganan berbagi dengan orang lain. Sekelompok petani tersebut sengaja ingin memetik hasil panen di pagi buta sebelum orang-orang miskin bangun tidur. Hal itu dimaksudkan agar orang-orang miskin tidak minta bagian. 

Bayangkan, begitu cepatnya azab yang ditimpakan pada orang yang tidak bersyukur. Baru sebatas rencana tidak ingin berbagi pada orang miskin saja sudah tertimpa azab, apakah lagi jika benar-benar dilaksanakan, tentu azab Allah jauh lebih dahsyat. Bersyukurlah wahai hamba Allah dengan cara berbagi dengan orang lain janganlah berlaku pelit, semoga Allah menyelamatkan anda dari azab. (Pembahasan lebih detail, silakan baca Al Qur’an Surat Al Qalam: 17-33)

Demikian serba singkat tentang syukur yang dengannya menjadi salah satu di antara sekian banyak sebab kebahagian dunia akhirat, Untuk pembahasan lebih lanjut, silakan baca buku “ENERGI SYUKUR”. Wallahu A’lam bish Shawab.

*) Disampaikan dalam Pengajian Ahad Pagi Edisi #77
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Energi Syukur, Sikap Hidup yang Membuahkan Kebahagiaan Rating: 5 Reviewed By: Admin 2 TablighMu