Barangkali salah satu yang akan dikenang oleh warga Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 di Makassar pada 3-7 Agustus 2015 adalah sosok Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Karena sudah memimpin organisasi yang telah berusia lebih dari satu abad ini selama satu dekade atau dua periode (2005-2015), maka otomatis muktamar akan memilih ketua umum (ketum) baru beserta jajaran pimpinan lainnya. Secara aturan organisasi, Pak Din (begitu beliau akrab disapa) memang tidak bisa menjabat lagi sebagai ketum. Pak Din dalam berbagai kesempatan juga menyampaikan bahwa dirinya juga tidak bersedia lagi untuk dimasukkan ke dalam jajaran Ketua PP Muhammadiyah. Bahkan beliau mengungkapkan keinginannya untuk bisa memimpin dan mengembangkan Ranting Muhammadiyah sebagai ujung tombak persyarikatan.
Tulisan sederhana ini akan mengupas secara singkat mengenai pribadi Pak Din, beberapa jasa beliau selama memimpin Muhammadiyah, juga kiprah beliau di dunia Islam khususnya dan dunia internasional secara umum. Sehingga warga Muhammadiyah semakin mengenal dan mencintai beliau. Misalkan ada beberapa kekurangan dan kesalahan yang beliau lakukan (karena beliau juga manusia biasa), maka kami berharap segenap warga Muhammadiyah bisa mendoakan agar Allah mengampuni dan segera mengembalikan beliau kepada kebenaran. Kepada tokoh persyarikatan dan tokoh umat yang berkesempatan berinteraksi dengan beliau, semoga bisa saling menasihati kepada kebenaran.
Tulisan sederhana ini akan mengupas secara singkat mengenai pribadi Pak Din, beberapa jasa beliau selama memimpin Muhammadiyah, juga kiprah beliau di dunia Islam khususnya dan dunia internasional secara umum. Sehingga warga Muhammadiyah semakin mengenal dan mencintai beliau. Misalkan ada beberapa kekurangan dan kesalahan yang beliau lakukan (karena beliau juga manusia biasa), maka kami berharap segenap warga Muhammadiyah bisa mendoakan agar Allah mengampuni dan segera mengembalikan beliau kepada kebenaran. Kepada tokoh persyarikatan dan tokoh umat yang berkesempatan berinteraksi dengan beliau, semoga bisa saling menasihati kepada kebenaran.
Biografi
Kita akrab mengenal beliau dengan nama Din Syamsuddin, dalam beberapa referensi diketahui bahwa nama lengkap beliau adalah Muhammad Sirajuddin Syamsuddin. Putra pasangan H. Syamsuddin Abdullah dan Hj. Rohana Syamsuddin ini lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus1958 sebagai anak kedua dari 8 bersaudara. Dari pernikahannya dengan Hj. Fira Beranata Allah yarhamha, Pak Din dikaruniai 3 orang anak laki-laki, yaitu Farazahdi Fidiansyah, Mihra Dildari dan Fiardhi Farzanggi. Setelah istrinya meninggal pada 29 Juli 2010 (dalam usia 43 tahun), beliau menikah lagi dengan Novalinda Jonafrianty, putri kedua mantan Dirut PT. Semen Gresik Sotion Ardjanggi. Istri kedua beliau ini juga masih sepupu Hj. Fira Beranata istri pertama beliau.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di MI NU (1968) dan MTs NU (1972) Sumbawa Besar, beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Modern Darussalam GontorJawa Timur (1975), Sarjana Muda (B.A, 1980) dan Strata satu (Drs, 1980) pada Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Magister (M.A, 1988) dan Doktoral (Ph.D, 1991) pada Interdepartmental Programme in Islamic Studies University of California Los Angeles(UCLA) Amerika Serikat.
Karena latarbelakang keluarga Prof. Din Syamsuddin adalah Nahdhiyyin, maka beliau mengawali perjalanan organisasinya sebagai Ketua IPNU Cabang Sumbawa (1970-1972). Saat kuliah di IAIN Jakarta (sekarang UIN) menjabat Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (1980-1982). Dalam usia yang menginjak dewasa inilah Pak Din mulai aktif di Persyarikatan Muhammadiyah. Di Ortom Muhammadiyah tingkat pusat beliau pernah menjadi Ketua DPP IMM (1985) dan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993).
Selain itu, Guru Besar UIN Jakarta tersebut juga pernah menjadi Wakil Ketua Majelis Pemuda Indonesia (1990-1993), Sekretaris Dewan Penasihat ICMI Pusat (1990-1995), Anggota Dewan Riset Nasional (1993-1998), Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja DEPNAKER RI (1998-2000), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum MUI Pusat (2000-2005), Wakil Ketua Umum MUI Pusat (2005-2010) dan Wakil Ketua Dewan Penasihat ICMI Pusat (2005-2010).
Selain di ormas Islam dan pengalaman profesional, ternyata Pak Din juga sempat lama menjadi seorang politisi. Dimulai dari Ketua Departemen Litbang DPP Golkar (1993-1998), Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan MPR-RI (1998), Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan MPR-RI (1999) dan terakhir menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP Golkar (1998-2000).
Kiprah Pencerahan
Pak Din merupakan Ketua Umum PP Muhammadiyahke-14. Beliau dipilih pertama kali oleh formatur dalam Muktamar ke-45 di Malang menggantikan Prof. Dr. HA. Syafi'i Ma'arif. Dan diamanahi kembali untuk memimpin Muhammadiyah dalam periode kedua pada Muktamar Seabad Muhammadiyah (ke-46) di Jogjakarta. Beliau juga menjabat sebagai Ketua Umum MUI Pusat ke-6 menggantikan Dr. (HC). KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz Allah yarhamhu yang meninggal dunia pada Jumat 24 Januari 2014.
Kita sebagai warga Muhammadiyah dapat melihat sendiri bahwa banyak prestasi yang telah diukir oleh Pak Din selama dua periode ini memimpin Muhammadiyah. Meskipun kita juga tidak bisa menampik kalau ada pula beberapa kekurangan di dalamnya. Di antara keberhasilan yang dapat penulis rangkum adalah: Pertama, dan ini juga dilakukan pada detik awal kepemimpinan Pak Din, yaitu penguatan ideologi Muhammadiyah. Di antaranya dengan pembersihan ajaran dan oknum-oknum liberal dari tubuh Muhammadiyah. Tentu bagi pimpinan Muhammadiyah yang mengikuti Muktamar ke-45 di Malang masih ingat dengan terpentalnya tokoh-tokoh liberal dari formatur tetap. Disusul dengan ‘pemecatan’ dedengkot liberal pembela nabi palsu dan aliran sesat Dr. Dawam Raharjo (semoga Allah mengembalikan hidayah ke dalam hati beliau). Pembersihan Muhammadiyah dari ideologi luar dan ajaran sesat ini terus berlangsung hingga dua periode berakhir.
Kedua, Menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Internasional dengan berdirinya Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) dan Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah (PCIA). Dalam buku “Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri” yang diterbitkan oleh Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah disebutkan, hingga saat ini setidaknya sudah dibentuk 13 PCIM. Di benua Asia, ada PCIM Malaysia, PCIM Jepang, PCIM Iran, dan PCIM Islamabad Pakistan. Sementara di Benua Afrika, Muhammadiyah terwakili dengan berdirinya PCIM di Kairo Mesir, PCIM Libya, dan PCIM Sudan. Di Benua Eropa berdiri PCIM United Kingdom (Inggris Raya), PCIM Prancis, PCIM Jerman, dan PCIM Belanda. Kemudian di Benua Amerika dan Benua Australia, masing-masing telah berdiri PCIM Amerika dan PCIM Australia. Untuk pendirian PCIA telah mulai dilakukan di antaranya di Kairo Mesir, Belanda, Malaysia dan Singapura.
Ketiga, menjadikan Muhammadiyah mampu menjaga jarak dengan politik praktis dan kekuasaan, juga senantiasa kritis dan menjadi penyeimbang bagi pemerintah. Meskipun Pak Din pada awalnya adalah seorang politisi dan lama menggeluti dunia politik, tampaknya beliau benar-benar bisa menempatkan diri dengan baik. Di mana saat beliau diamanahi sebagai pimpinan Muhammadiyah di tingkat pusat, semua aktifitas politik beliau tinggalkan dan tidak menyeret ‘kesucian’ persyarikatan ke dalam arus politik praktis. Meskipun tentu saja Pak Din maupun Muhammadiyah tetap menerapkan politik adiluhung atau yang biasa disebut dengan high politic. Apa yang sering kita dengar sebagai ‘jihad konstitusi’ juga merupakan salah satu jalan politik yang ditapaki oleh Muhammadiyah saat dipimpin Pak Din.
Ketiga, menjadikan Muhammadiyah aktif turut serta dalam upaya perdamaian, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sebut saja misalkan seruan Pak Din untuk pembubaran Densus 88. ‘Sayap militer’ Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut memang pantas disebut sebagai biang perusak kedamaian di negara ini dengan tindakan sewenang-wenangnya yang sering kita jumpai.
Kiprah Muhammadiyah dalam rangka menjaga perdamaian dunia misalkan dilakukan dengan memprakarsai upaya perdamaian di Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Bertempat di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Muhammadiyah pernah memfasilitasi dialog dan pertemuan para stakeholder kasus Filipina Selatan, seperti MILF (The Moro Islamic Liberation Front), MNLF (Moro National Liberation Front) dan staf khusus presiden Filipina. Pak Din memang dipandang sebagai sosok pemimpin umat Islam bukan hanya karena sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Ketua Umum MUI Pusat, tetapi lebih dari itu karena kemampuannya untuk melakukan dialog dengan seluruh elemen umat beragama baik antar sesama umat Islam, maupun dengan umat beragama lainnya.
Dalam upaya perdamaian ini, Pak Din juga aktif dalam berbagai organisasi tingkat Internasional, seperti Chairman, Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC (2007-sekarang); Member, Strategic Alliance Russia based Islamic World (2006-sekarang); Member, UK-Indonesia Islamic Advisory Group (2006-sekarang); Chairman, World Peace Forum/WPF (2006-sekarang); Honorary President, World Conference on Religions for Peace/WCRP, New York (2006-sekarang); Vice Secretary General, World Islamic People's Leadership, Tripoli (2005-sekarang); Member, World Council of World Islamic Call Society, Tripoli (2005-sekarang); President, Asian Committee on Religions for Peace/ACRP, Tokyo (2004-sekarang); Ketua, Indonesian Committee on Religions for Peace/IComRP (2000-sekarang).
Keempat, pelopor lahirnya “trisula baru Muhammadiyah”. Istilah ini memang sedang booming akhir-akhir ini menyongsong Muktamar ke-47. Meski pada aplikasinya, pada periode Pak Din sudah ada tiga komponen dalam Muhammadiyah yang terus dipupuk agar tumbuh subur (tentu tanpa menafikan komponen yang lain), yaitu Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB)/Muhammadiyah Disaster Managemen Center (MDMC); Lembaga Amil Zakat, Infak, Sedekah Muhammadiyah (LazisMu); dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Tiga komponen ini memang sedang berusaha untuk disinergikan dan diharapkan bisa membuat Muhammadiyah semakin memberi manfaat kepada masyarakat.
Demikian sekilas kiprah pencerahan Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A selama 10 tahun memimpin persyarikatan. Apa yang tertulis merupakan sebagian kecil yang bisa kami catat. Masih sangat banyak hal lain yang tidak bisa terangkum dalam tulisan ini. Secara lengkap, perjalanan Pak Din dapat dibaca di antaranya dalam buku karya Fadmi Sustiwi berjudul “Din Syamsuddin, Meteor dari Timur”.
Harapan Kami
Pak Din adalah manusia biasa, terkadang beliau juga melakukan kesalahan. Sebut saja misalnya Pak Din pernah mengatakan bahwa perbedaan antara Syiah dan Sunni hanya dalam masalah furu’iyyah. Kami sebagai warga Muhammadiyah berharap, Pak Din dapat menyadari kesalahannya dan Allah pun mengampuninya. Semoga semua kebaikan dan perjuangan yang telah dilakukan oleh beliau membuahkan pahala yang jauh lebih banyak dari kekeliruan dan dosa yang pernah beliau lakukan. Terima kasih, Pak Din... Teruslah berjuang. Teruslah mencerahkan. Semoga Allah selalu menjagamu, keluargamu, dan keistiqamahanmu dalam berjuang menegakkan Islam. Semoga ketua umum yang baru nanti dapat meneruskan perjuanganmu. Nasrun minallah. [Ahmad Nasri]
*) Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat pada Majalah Tabligh edisi 11 (Dzulqa'dah-Dzulhijjah 1436)
0 komentar:
Posting Komentar