Oleh: K.H. Sholahuddin Sirizar, Lc, M.A
Direktur Pondok Pesantren Imam Syuhodo Blimbing Sukoharjo,
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah,
Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta
Allah Subhanahu wa Ta’alatelah berfirman di dalam surah Al-Baqarah ayat 208:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٢٠٨) }
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi muslim yang kaffah, muslim yang tidak setengah-setengah, taat terhadap sebagian aturan agama tapi kadang-kadang menentang dengan sengaja aturan-aturan agama lainnya.
Untuk menjadi muslim yang kaffah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan kita agar tidak mengikuti langkah-langkah syaithan. Karena syaithan adalah musuh yang nyata bagi ummat manusia khususnya ummat Islam. Kenyaataannya memang sebagian besar manusia masih banyak mengikuti langkah-langkah syaithan dalam menjauhi syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Islam secara bahasa berasal dari bahasa arab “Aslama” - “Yuslimi” - “Islaaman”, yang berarti menyerahkan diri. Jadi seorang muslim adalah yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladengan penuh kesadaran dan keikhlasan tanpa ada paksaan sedikitpun.
Kemudian di dalam hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di tanya tentang Islam, maka beliau bersabda:
« .... الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً .... ».
Artinya: “ .... Islam adalah: Kamu bersaksi bahwa tiada tuhan (yang haq untuk di sembah) kecuali hanya Allah, dan kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan kamu mendirikan sholat dan kamu mengeluarkan zakat dan kamu berpuasa di bulan Ramadhan dan kamu beribadah haji di baitullah jika mampu ke sana....”
Dari hadits tersebut dapat dipahami dengan mudah, bahwa ibadah haji ke Baitullah Al-Haram merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang mampu, baik di lihat dari sisi perbekalan (Az-Zaad) maupun transportasinya (Ar-Raahilah).
Ibadah ini diwajibkan oleh Allah bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajibnya, cukup sekali dalam hidup ini. Hal itu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i, Al-Baihaqi, Ahmad, Al-Hakim dan lain-lain:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ ». فَقَامَ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ فَقَالَ : أَفِى كُلِّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :« لَوْ قُلْتُهَا لَوَجَبَتْ ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَمْ تَعْمَلُوا بِهَا ، وَلَمْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْمَلُوا بِهَا. الْحَجُّ مَرَّةٌ فَمَنْ زَادَ فَتَطَوُّعٌ ».
Artinya: Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah berkhuthbah, beliau bersaba: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah mewajibkan atas kalian berhaji. Maka berdirilah Al-Aqra’ bin Habis radhiallahu ‘anhu., lalu bertanya: Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda: Kalaulah saya sabdakan demikian pasti wajib (setiap tahun), kalau wajib (setiap tahun) kalian tidak melaksanakannya, dan kalian tidak mampu melaksakannya (setiap tahun), (Kewajiban Beribadah) Haji hanya sekali, siapa saja yang menambahnya, maka itu sekedar kesunnahan (tambahan).
Jadi seharusnya bagi setiap muslim yang sudah mampu melaksanakan ibadah haji, tidak menunda-nundanya. Karena Hukum asal dari setiap perintah agama adalah segera untuk dilaksanakan. Untuk kasus negara Indonesia yang antrian untuk beribadah hajinya cukup panjang, maka paling tidak kalau sudah memenuhi syarat wajibnya haji, bersegera untuk mendaftarkan diri secara resmi ke instansi terkait.
Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari setiap ibadah yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, termasuk ibadah haji ini, di antaranya adalah:
1. Persatuan
Ibadah haji ini mempertegas bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alamemerintahkan kepada semua Ummat Islam agar membangun dan menjaga persatuan di antara mereka. Kalau diperhatikan secara seksama, Ummat Islam dari seluruh penjuru dunia yang beribadah haji di tanah suci terdiri atas berbagai suku dan bangsa. Dari yang berkulit putih, hitam, kuning, sawo matang dan lain-lain, mereka berkumpul bersama dengan satu niat, yaitu untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika mereka berkumpul di tanah suci dalam rangka beribadah haji untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka merasa satu keluarga, mereka bersaudara, tidak ada yang merendahkan satu sama lainnya. Mereka merasa sebagai satu bagunan, yang satu menguatkan yang lain. Persis seperti yang telah digambarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
« المُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْـــيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُمْ بَعْضاً ».
Artinya: “Orang mukmin yang satu dengan yang lainnyabagaikan sebuah bangunan, satu sama yang lainnya saling menguatkan.”
Begitulah gambaran yang ideal sebagai sesama muslim. Bersaudara, saling mencintai, mengasihi, menghargai dan menghormati, dan saling menolong satu dengan yang lain dalam kebaikan. Jadi kalau ada orang mukmin yang saling membenci di antara mereka, pasti dikarenakan urusan duniawi, bukan urusan ukhrawi.
2. Persamaan derajat
Ibadah haji menggambarkan dengan nyata bahwa Agama Islam menyerukan persamaan derajat di antara sesama manusia. Islam sangat menentang faham pembedaan kasta di antara manusia. Mereka semuanya sama, satu derajat. Kalau diperhatikan dengan seksama, umat Islam yang beribadah haji memiliki status sosial yang sangat beragam. Dari presiden, raja, menteri, bupati, camat, lurah, pengusaha sampai rakyat jelata.
Mereka semua hanya memakai pakaian yang sangat sederhana, yang di kenal dengan pakaian ihram. Pada saat ibadah haji tersebut mereka semua membuang jauh-jauh segala status sosial yang mereka miliki. Semuanya menggunakan pakaian yang sama. Tidak ada yang lebih mulia di antara mereka kecuali dengan sifat taqwa yang mereka miliki. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surah Al-Hujurat: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (١٣)
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
3. Pengurbanan
Ibadah haji merupakan ibadah yang penuh dengan pengurbanan, baik berkurban harta, tenaga, waktu maupun pikiran. Apalagi yang beribadah haji berasal dari tempat yang jauh dari kota Makkah, seperti jamaah haji dari Indonesia.
Kalau dihitung-hitung secara sederhana, setiap orang yang beribadah haji dari Indonesia harus mengeluarkan uang paling tidak empat puluh juta rupiah, kalau pasangan suami istri tinggal mengalikan dua. Apalagi kalau di tambah keperluan oleh-oleh untuk keluarga dan kerabat yang ditinggalkannya, pastilah hitungan biayanya semakin membengkak.
Dari sisi tenaga, mereka harus berpindah-pindah untuk menempuh perjalanan, dari Makkah menuju ke Mina, dari Mina ke Arafah, dari Arafah ke Muzdalifah, dari Muzdalifah ke Mina, untuk selanjutnya kembali ke Makkah. Perjalanan tersebut benar-benar menguras banyak tenaga. Maka tidak aneh kalau setiap musim haji, cukup banyak jamaah haji yang meninggal dunia di tengah-tengah melaksanakan rangkaian manasik haji.
Dari sisi waktu, setiap jamaah haji seperti di Indonesia paling tidak harus menghabiskan waktu sekitar satu bulan sampai empat puluh hari, di hitung dari mulai berangkat ke tanah suci, sampai pulang kembali di rumah.
Dari sisi pikiran, setiap jamaah haji harus rela meninggalkan rumah dan kampung halamannya, serta keluarga dan sanak saudaranya. Apalagi keluarga yang masih memiliki anak-anak yang masih kecil, tentunya beban pikirannya semakin berat.
Namun semua pengurbanan tersebut rasanya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan pengurbanan yang harus dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, ketika di perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail AS, padahal kita semua mengetahui di dalam sejarah, bahwa Nabi Ibrahim AS selama berpuluh-puluh tahun sangat mengharapkan kedatangan seorang putra. Begitu putranya lahir dan baru menginjak dewasa, sudah di perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyembelihnya. Namun cobaan yang sangat berat tersebut berhasil dilewati oleh Nabi Ibrahim AS dengan ikhlas, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghadiahi beliau dengan seekor domba yang besar, sebagaimana telah diabadikan oleh Allah di dalam surah Ash-Shaaffaat 102-107:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧)
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".(102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). (103) Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, (104) Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106) Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)”
Dari uraian yang cukup singkat di atas, kita benar-benar telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi seluruh Ummat Islam terutama bagi yang sudah mendapatkan kesempatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi tamu-tamu-Nya, hendaknya memahami point-point tersebut sehingga setelah pulang dari tanah suci, ibadah haji mereka di catat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai ibadah haji yang mabrur. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar