Oleh: H. Sholahuddin Sirizar, Lc, M.A
Direktur Pondok Pesantren Imam Syuhodo Blimbing Sukoharjo,
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah,
Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta
Setiap Muslim harus beriman kepada kesucian firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, kemuliaannya, keutamaannya atas semua ucapan. Al-Qur'an al-Karim adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tidak ada kebatilan di depan dan di belakangnya. Siapa saja yang berkata dengannya, pasti perkataannya benar. Dan siapa saja yang mengamalkannya, pasti bersikap adil.
Para pembaca Al-Qur'an adalah keluarga Allah Subhanahu wa Ta'ala dan orang-orang khusus-Nya. Orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur'an adalah orang-orang yang selamat dan beruntung, sedang orang-orang yang berpaling daripadanya adalah orang orang yang binasa dan rugi.
Keimanan orang Muslim kepada keagungan Kitabullah (Al-Qur'an), kesucian, dan kemuliaannya semakin bertambah dengan hadits-hadits dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. tentang keutamaan Al-Qur'an, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berikut:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأِصْحَابِهِ . (مسلم)
"Bacalah kalian Al-Qur ‘an, karena pada hari kiamat nanti Al-Qur‘an datang meminta pertolongan kepada Allah untuk pembacanya." (HR. Muslim)
Dalam hal itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
الصِّيَامُ وَاْلقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَقُوْلُ الصِّيَامُ رَبِّ إِنيِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنيِ فِيْهِ وَيَقُوْلُ اْلقُرْآنُ رَبِّ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ فَيَشْفَعَانِ
“Puasa dan Al-Qur’an akan meminta pertolongan kepada Allah untuk hambanya, puasa berkata: Ya Allah, aku telahmenahannya dari makan dan minum di siang hari, maka aku memohon kepadaMu untuk menolongnya, dan Al-Qur’an berkata: Ya Allah, aku telah menahannya dari tidur di malam hari, maka aku memohon kepadaMu untuk menolongnya. Maka keduanya benar-benarmeminta kepada Allah untuk menolongnya”. (HR. Ahmad, ath-Thabrani dan Al-Hakim)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ . ( رواه البخارى )
"Orang terbaik dari kalian ialah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhari)
Yang di maksud dengan “mempelajari Al-Qur’an” adalah mempelajari lafadznya agar bisa membacanya dengan benar, kemudian belajar untuk mengetahui maknanya, kemudian mempelajari keterangan-keterangan para ulama salafush-shalih dalam menafsirkannya, kemudian terus belajar untuk bisa mempraktekkan yang telah dipahaminya dari Al-Qur’an di dalam kehidupan nyata, barulah setelah itu dia mengajarkannya kepada orang lain. Kalau dia melakukan yang demikian pastilah akan menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling baik.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أهْلُ اْلقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللهِ وَخَاصَّتُهُ
"Orang-orang Al-Qur'an adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya." (HR. An-Nasai, lbnu Majah, dan Al-Hakim dengan sanad yang baik)
Pada suatu hari, musuh bebuyutan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamdatang kepada beliau dan berkata, "Hai Muhammad, bacakan Al-Qur'an kepadaku." Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَـانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَـاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl [16]: 90)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam belum selesai menuntaskan pembacaan ayat di atas, tiba-tiba musuh bebuyutan beliau meminta pengulangan pembacaan ayat tersebut karena kagum kepada keagungan bahasanya, kesucian maknanya, karena ingin mengambil keterangannya, dan karena tertarik pada kekuatan pengaruhnya. Tidak lama berselang, musuh bebuyutan tersebut mengangkat suaranya memberi pengakuan, bersaksi atas kesucian Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan keagungannya. Ia berkata dengan satu perkataan, "Demi Allah, sungguh Al-Qur'an ini betul-betul manis, di dalamnya terdapat keindahan, bawahnya berdaun lebat, dan atasnya berbuah. Al-Qur'an ini tidak diucapkan oleh manusia." (HR. Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Musuh yang dimaksud ialah Al-Walid bin Al-Mughirah)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an adalah seperti buah utrujjah; aromanya wangi dan rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma; tidak ada wanginya, tetapi rasanya manis. Orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah seperti tumbuhan raihaanah (kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti tumbuhan hanzhalah; tidak ada wanginya dan rasanya pahit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, di samping orang Muslim menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur'an, mengharamkan apa yang diharamkan Al-Qur'an, dan konsisten dengan adab dan akhlak Al-Qur'an, ia dalam membacanya juga memiliki etika-etika berikut ini:
1. Ia membacanya dalam kondisi yang paling sempurna, misalnya dalam keadaan bersih, menghadap kiblat, dan duduk dengan santun.
Hal itu hendaknya kita lakukan karena kita sedang membaca firman-firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang suci. Sebagaimana seseorang yang hendak menemui orang-orang yang sangat dihormati dan dicintainya, pastilah dia berusaha untuk membersihkan badannya, berpakaian sebaik mungkin dan bersikap sebaik mungkin agar orang yang dia hormati dan cintai senang dengan penghormatan yang dia berikan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabat:
( أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِىَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِى غَيْرِ إِثْمٍ وَلاَ قَطْعِ رَحِمٍ ) . فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ . قَالَ: ( أَفَلاَ يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمَ أَوْ يَقْرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلاَثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الإِبِلِ ) .
Siapakah di antara kalian yang suka berangkat pagi setiap hari ke Bathhan atau ‘Aqiq dan pulangnya membawa dua unta yang besar punuknya tanpa melakukan dosa dan memutuskan tali silaturrahim?” Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami suka hal itu.” Beliau bersabda: “Tidak adakah salah seorang di antara kamu yang pergi ke masjid, lalu ia belajar atau membaca dua ayat Al Qur’an? Yang sesungguhnya hal itu lebih baik daripada memperoleh dua ekor unta, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta dan (jika lebih) sesuai jumlah itu dari beberapa ekor unta.” (HR. Muslim)
2. Ia membacanya dengan tartil, tidak tergesa-gesa, dan tidak mengkhatamkannya kurang dari tiga malam, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam Bersabda:
لاَ يَفْقَهُهُ مَنْ يَقْرَؤُهُ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثٍ .
"Barangsiapa mengkhatamkan Al-Qur‘an kurang dari tiga malam, Ia tidak akan memahaminya." (HR. ِAhmad dan Ashabus Sunan dan di-shahih-kan At-Tirmidzi).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma mengkhatamkan Al-Qur'an dalam tujuh hari. Abdullah bin Mas'ud, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit khatam sekali dalam setiap pekan.
3. Memperindah suaranya ketika membaca Al-Qur'an, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
زَيِّنـُوا اْلقُرآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ
"Hiasilah Al-Qur'an dengan suara kalian." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasai, dan Al-Hakim. Al-Hakim men-shahih-kan hadits ini)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallambersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لمَ يَتَغَنَّ بِاْلقُرآنِ
"Bukan termasuk golongan kita, orang yang tidak bersenandung dengan Al-Qur'an." (H.R. Al-Bukhari)
Rasulullah bersabda:
مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَىْءٍ كَأَذَنِهِ لِنَبِىٍّ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ
"Allah tidak mengizinkan sesuatu sebagaimana Dia mengizinkan Rasul-Nya untuk bersenandung dengan Al-Qur'an." (Muttafaq Alaih)
4. Membacanya dengan pelan-pelan atau merendahkan suaranya, jika ia khawatir jatuh dalam riya', atau sum‘ah, atau mengganggu orang yang shalat, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan terang-terangan itu seperti orang yang bersedekah dengan terang-terangan." (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai, Abu Dawud, dan Ahmad)
Sebagaimana diketahui, sedekah itu disunnahkan dilakukan secara rahasia, kecuali jika terang-terangan itu diyakini mempunyai tujuan yang diharapkan bisa tercapai, seperti mendorong manusia bersedekah. Tilawah Al-Qur'an juga begitu.
5. Ketika ia membaca Al-Qur'an, ia tidak termasuk orang-orang yang melalaikan atau menentangnya. Sebab, sikap seperti itu bisa jadi menyebabkan ia mengutuk diri dengan dirinya sendiri, sebab jika ia membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَنَادَى أَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا قَالُوا نَعَمْ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ (٤٤)
Dan penghuni-penghunisurga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): "Sesungguhnya Kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan Kami menjanjikannya kepada kami. Maka Apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul". kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-A'raaf [7]: 44)
Jika ia termasuk orang yang berdusta, dan orang zhalim, maka ia melaknat dirinya sendiri. Ayat tersebut menggambarkan kesalahan orang-orang yang berpaling dari Al-Qur'an, melalaikannya, dan sibuk dengan selain Al-Qur'an.
Dalam hal tersebut, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Sesungguhnya Allah meninggikan suatu kaum karena Al Qur’an ini dan merendahkan juga karenanya.” (HR. Muslim)
Kaum yang ditinggikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang mengamalkan apa yang telah dibaca dan dipahaminya, sedangkan kaum yang dihinakan dan direndahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang melalaikan Al-Qur’an dan menentangnya.
6. Berusaha keras bersifatkan sifat-sifat orang-orang yang menjadi keluarga Allah Subhanahu wa Ta'ala dan orang-orang pilihan-Nya. Seperti dikatakan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu ‘anhu: "Para pembaca Al-Qur'an harus diketahui dengan malamnya ketika manusia sedang tidur, dengan siangnya ketika manusia tidak puasa, dengan tangisnya ketika manusia tertawa, dengan ke-wara'-annya ketika manusia rusak - idak mengenal kebaikan dengan keburukan- , dengan diamnya ketika manusia larut dalam pembicaraan yang tidak bermanfaat, dengan tawadhu’nya ketika manusia sombong, dan dengan kesederhanaannya ketika manusia berpesta-pora."
Kalau etika-etika terhadap Al-Qur’an seperti yang telah disebutkan di atas, dipahami, dihayati kemudian berusaha semaksimal mungkin untuk selalu diamalkan, maka insya Allah kita benar-benar akan masuk ke dalam keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya. Aamin yaa Rabbal ‘Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar