JAKARTA -- Muhammadiyah tidak setuju dengan saran untuk melakukan interupsi saat khutbah Jumat apabila isi khutbahnya dinilai ngawur.
Sekretaris Korps Mubaligh Muhammadiyah, Risman Muchtar, menjelaskan pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tidak pernah terjadi peristiwa interupsi dan juga masa sahabat. Di masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, kata Risman, ketika beliau berkhutbah di suatu negeri pernah ada seorang jamaah mengusulkan.
Orang tersebut meminta agar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berdoa meminta hujan karena di kampung itu sudah lama kekeringan. Lalu, ungkap Risman, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pun mengabulkannya. Sebelum beliau turun dari mimbar, lanjutnya, hujan pun turun.
Risman mengungkapkan ngawur atau tidaknya khutbah sang khatib itu sangat bersifat subjektif. "Bisa saja menurut seseorang ngawur, menurut yang lain tidak," ungkap Risman, Rabu (7/1/2015), seperti diberitakan republika online.
Menurut dia, sikap membolehkan interupsi di saat khatib berkhutbah akan dapat menimbulkan kekacauan lebih besar.
Menurut Risman, berdasarkan prinsip sadduzzari'ah, interupsi termasuk perbuatan yang dapat menimbulkan kekacauan dan kerusakan yang lebih besar. Hal ini karena perbuatan tersebut merupakan bagian yang terlarang.
Jadi, ungkap Risman, apabila ada jamaah yang tidak nyaman atau menilai khatib sudah 'ngawur', solusinya dengan mufaraqah.
Artinya, meninggalkan jamaah dan dia kerjakan shalat sendiri. Risman menyatakan karena dia menilai khatib sudah melanggar ketentuan sunah.
Oleh karena itu, Risman harap para pengurus masjid untuk melakukan seleksi yang ketat tentang kompetensi seorang khatib. Pengurus perlu menyeleksi khatib yang layak atau tidaknya. [red/rol]
0 komentar:
Posting Komentar