728x90 AdSpace

Latest News
Jumat, 02 Januari 2015

Buya AR Sutan Mansyur: Tauhid Membentuk Pribadi Muslim





Oleh: Iwan Setiawan M.S.I.
Ketua PW Pemuda Muhammadiyah DIY 2014-2018

Beliau orang Minang yang tinggal di Pekalongan dan menjadi pedagang batik yang sukses. Seperti dalam film romantik, datanglah seorang Mubaligh dari Yogyakarta bernama Kiai Dahlan. Orang Minang tersebut setiap Kiai Dahlan datang ke Pekalongan selalu ikut pengajiannya. Orang Minang tersebut tertarik pada pengajian Kiai Dahlan karena merasakan bahwa Islam yang diajarkan oleh Kiai Dahlan adalah Islam yang berilmu dan beramal. Puluhan tahun dia mengaji kepada ulama-ulama besar tapi baru kali ini merasakan semangat Islam yang memiliki pengaruh untuk merubah masyarakat.
Beliau bernama AR Sutan Mansyur. AR Kependekan dari Ahmad Rasyid, seorang pemuda yang menikah dengan anak gurunya sendiri di perguruan Sumatera Thawalib. Istrinya bernama Fatimah. Guru AR Sutan Mansyur di Sumatera Thawalib itu bernama Abdul Karim Amrullah, ayah dari Buya HAMKA yang legendaris itu. Di Usia 26 Tahun AR Sutan Mansyur masuk organisasi Muhammadiyah dan menjadi Ketua Muhammadiyah Pekalongan. Darah mubaligh yang ditanamkan sejak kecil di Minangkabau kembali menggelegak di tanah Jawa. Beberapa tahun kemudian, AR Sutan Mansyur menyerahkan perusahaan batiknya kepada sahabatnya. Dan ia dengan kesungguhan hati menghabiskan waktunya untuk berdakwah hinggal ajal menjemput.
AR Sutan Mansyur menjadi Ketua Muhammadiyah pada 1953-1959. Setelah beliau beranjak senja, di usia 80-an tahun beliau kembali ke kampung halamannya di Maninjau Sumatera Barat untuk menghabiskan usianya disana. HAMKA menulis dalam pengantar buku Tauhid Membentuk Pribadi Muslim yang diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam tahun 1978:
Sampai dalam usia tua sekarang, bila kita datang kerumah beliau, tidaklah beliau segan memberi fatwa, tentang hidup, tentang tujuan masa depan Kaum Muslim. Meskipun usia telah begitu tua, namun pemimpin-pemimpin Islam terkenal seperti Mohammad Natsir, Prof Dr H Rasyidi, Prof Dr H Kasman Singodimendjo masih tafakkur mendengar keterangan beliau tentang Islam, karena isi fatwa beliau masih tetap ilham murni yang mencengangkan dan mengagumkan.
Fatwa-fatwa dan isi kaji beliau keluar dari mulutnya, mengalir tiada hentinya. Tetapi amat sukar bagi beliau buat menyusun sebuah buku. Sebab itu akan besarlah faedahnya dan kekallah manfaatnya bilmana ajaran dan anjuran beliau direkam dengan tape recorder atau diolah oleh murid-murid beliau yang terpercaya, lalu disusun kembali dengan tashih dari beliau untuk dijadikan buku.
Seperti kesaksian dari HAMKA, Buya AR Sutan Mansyur tidak banyak menulis buku. Buku karya AR Sutan Mansyur  yang terlacak berjudul Seruan Kepada Kehidupan Baru, Jihad (1982) dan Tauhid Membentuk Pribadi Muslim (Susunan HA Malik Ahmad, 1963) hanya 3-4 buku karya Buya AR Sutan Mansyur.
Setiap tokoh yang bertemu dan mendengarkan pengajian beliau akan mengatakan bahwa pesan yang utama disampaikan Buya AR Sutan Mansyur adalah Tauhid. Jiwa Tauhid”, begitulah Buya AR Sutan Mansyur  memulai pembicaraan tentang pengertian Tauhid.  Masuknya Tauhid ke dalam diri manusia tidak bisa secara tiba-tiba “Tauhid dalam pertumbuhannya yang bermula sekali, masuk melalui didikan yang amat sederhana saja yaitu dari apa yang kita lihat sehari-hari, dari pekerjaan ibu bapak dan keluarga kita sendiri, dan dari apa yang kita dengar dari pembicaraan-pembicaraan mereka, juga dari apa yang kita alami dalam pengajian-pengajian semua itu ditampung oleh panca indera dan masuk ke dalam perasaan dengan cara sederhana” Jiwa Tauhid inilah yang akan menjadi sumber timbulnya kebajikan atau lebih tinggi lagi, orang akan melepaskan dunia dunia dari kegelapan dan membawanya kepada cahaya terang.
Tauhid berasal dari kata wahhada (menyatukan) yuwahhidu (akan tetap menyatukan) tauhidan (sungguh disatukan). Dari susunan kata ini Buya AR Sutan Mansyur menjelaskan bahwa Tauhid adalah keyakinan dari manusia akan Allah yang Maha Satu. Keyakinan inilah yang diintiqadkan dalam kalbu, dibuhurkan dalam hati, dipegang keras dalam perasaan, ruh dan fikiran. Jiwa yang bertauhid adalah jiwa yang memiliki kemampuan menjadikan perjalanan hidupnya di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah semata.
Untuk mencapai tahap Jiwa Tauhid adalah dengan ilmu. Ilmu merupakan karunia dari Allah yang dengannya kita bisa mendapat keyakinan yang mantap. Pada awal manusia lahir tentu manusia belum memiliki ilmu “Allah mengeluarkan dari perut ibumu tidak mengetahui sesuatu apapun” (Q.S An Nahl 78). Dengan ilmu inilah pemahaman Tauhid akan menjadikan pribadi Muslim makin mantab berislam. Kemantapan inilah yang akan dinilai oleh orang lain terhadap diri kita. Jangan sampai dikemudian hari Jiwa Tauhid yang mengakar dalam pribadi Muslim dan buahnya adalah akhlak mulia akan menjadi luntur bahkan menjadikan dirinya hina di dunia.
Jiwa Tauhid dalam masyarakat  juga harus dilihat sampai mana sekarang. Buya AR Sutan Mansyur membaginya menjadi 3:
1.  Tingkat memberi ilmu.
2.  Tingkat menumbuhkan mutu dan melahirkan akhlak.
3.  Tingkat beramal dan memberi isi.
Jiwa Tauhid ini akan melalui beberapa zaman, yaitu zaman ilmiyah, zaman pelaksanaan, zaman melahirkan pribadi dan zaman akhlak. Dengan melalui ketiga zaman inilah kemenangan dan kehormatan dan rahmat bagi sekalian alam. Bila kita alpa terhadapnya niscaya kita akan kecewa “arang habis besi binasa”. [pmdiy]
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Buya AR Sutan Mansyur: Tauhid Membentuk Pribadi Muslim Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu