AHMAD NASRI
Beberapa waktu lalu kita disuguhkan dengan
kebrutalan berseragam penguasa. Di mana ada enam orang muslim, tanpa alasan
yang jelas, tanpa ada ketok palu putusan hakim dalam persidangan, dibunuh
dengan semena-mena. Meskipun bisa jadi enam orang tersebut bukan keluarga kita,
bukan tetangga kita, bukan pula teman kita, dan kita tidak mengenalnya secara
langsung, bukan juga satu organisasi dengan kita, tapi kita patut prihatin dan
bersedih dengan kematian mereka. Karena yang kita ketahui mereka juga adalah
orang muslim. Di kalangan komunitasnya, bahkan mereka termasuk orang-orang yang
dikenal sebagai pejuang.
Hal ini kembali mengingatkan kita dengan ceramah salah
satu da’i yang menyebut dirinya pengikut salafush shalih beberapa tahun silam.
Dalam ceramahnya dia dengan menggebu-gebu mengatakan bahwa hukumnya boleh
menumpahkan darah demonstran. “Makanya nih di Islam, di syariat Islam, yang
kayak begini, nasihatin, peringatkan, bubar! Karena kalian mengganggu
ketertiban dan mashlahat umum. Masih nggak bubar. Bubar! Perintahkan lagi.
Masih nggak mau. Bubar! Perintahkan lagi. Nggak mau sampai tiga kali, tumpahin
darahnya! Ini sampah masyarakat. Tumpahin darahnya biar cepet! Khawarij kok.
Bughat. Lumayan mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta. Tumpahin sampah ini.”
Di kesempatan lain da’i yang sama juga pernah menyebut bahwa para aparat itu
adalah orang-orang yang berjihad dengan apa yang telah mereka lakukan.
Da’i lain ada juga yang menyebut bahwa membunuh
teroris itu adalah ijtihad. Saat berceramah di depan para petugas berseragam
coklat, dia mendapatkan pertanyaan tentang perintah membunuh teroris oleh
Densus 88. Dalam jawabannya dia mengatakan, “Pak Densus itu kan hanya
melaksanakan tugas saja, mereka sudah berusaha untuk mencari para teroris yang
memang mereka itu tersangka berbuat tindakan keonaran dan sebagai pelaku
terorisme. Kalau mereka sudah berusaha ternyata salah orang, mudah-mudahan
Allah memaafkan mereka. Karena dalam Islam saja pak, seseorang sudah berusaha
ijtihad dan berusaha untuk mengetahui suatu permasalahan kemudian salah, maka
diberikan pahala satu. Kalau misalnya orang-orang Densus itu sudah
diperintahkan oleh pemerintah, kamu harus cari para teroris itu, kemudian
mereka sudah melaksanakan tugas, ternyata salah orang qadarallah, gimana?
Sementara sudah berusaha. Semoga Allah memaafkan. Yang terpenting mereka sudah
berusaha sekuat tenaga.”
Memang setelah munculnya beberapa ceramah tersebut, banyak
ulama dan para tokoh yang masih lurus dari umat ini yang sudah meluruskan dan membantah
pendapat-pendapat nyeleneh tersebut. Namun tidak bisa dipungkiri, ceramah dari
da’i-da’i yang semacam ini mungkin saja dijadikan sebagai legitimasi dan
pengesahan oleh oknum-oknum aparat untuk menghabisi nyawa pihak-pihak yang
berseberangan dengan penguasa. Ceramah ini seolah menjadi stempel syariat Islam bagi
aparat untuk berbuat semena-mena. Karena
disebut sebagai teroris, khawarij, pemberontak, bughat. Ironisnya, ceramah
provokatif yang pertama penulis sebutkan tadi juga disambut dengan tawa riuh
dari jamaah yang hadir dalam pengajian ustadz tersebut. Padahal dia telah
dengan mudahnya membolehkan untuk membunuh kaum muslimin yang dia sebut sebagai
khawarij.
Padahal saat kita menengok kembali pada lembaran
sirah nabawiyah, menjelang diwafatkannya Rasulullah SAW oleh Allah SWT. Pada
peristiwa Haji Wada’ beliau pernah berpesan dengan pesan yang sangat penting
untuk kita telaah kembali pada akhir zaman ini. Bahwa setelah beliau menekankan
kembali tentang masalah ketauhidan dan masalah keikhlasan, perkara besar yang
beliau pesankan dan tekankan adalah tentang penjagaan terhadap hak-hak sesama
muslim. Juga peringatan keras beliau terhadap pelanggaran hak-hak sesama
muslim. Baik itu hak-hak yang berkaitan dengan darah, harta dan kehormatan
seorang muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, darah, harta, dan
kehormatan kalian adalah suci seperti sucinya hari ini (hari Arafah), seperti
sucinya bulan ini (bulan Dzulhijjah), dan seperti sucinya negeri ini (Makkah),
hingga hari kalian bertemu Rabb kalian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Selayaknya bagi setiap orang yang mengaku sebagai
muslim, dalam posisi apapun dia, pejabat atau rakyat biasa, aparat atau hanya
masyarakat, untuk dapat merenungi pesan dalam khutbah Rasulullah SAW tersebut.
Termasuk juga para ulama, da’i, ustadz, mubaligh dan tokoh-tokoh terkemuka di
kalangan umat yang kata-katanya diikuti dan menjadi panutan umat, wajib untuk
meresapi pesan Nabi SAW ini. Di mana di dalam khutbah ketika Haji Wada’
tersebut terdapat nasihat-nasihat beliau yang agung. Sehingga kita akan
menemukan bahwa beliau sangat menekankan pada perkara ini dan betul-betul
memperhatikan terhadap hal ini.
Dalam pesan Rasulullah SAW ini, ada tiga hal yang harus
dijaga dari sesama muslim, yaitu: pertama: haramnya darah. Dalam
penjelasan Nabi SAW yang agung mengenai mulianya darah seorang muslim, terdapat
larangan keras dari Nabi SAW terhadap pembunuhan jiwa yang Allah SWT haramkan
untuk membunuhnya kecuali dengan hak. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar.” (QS. Al-Isra’[17]: 33)
Menumpahkan darah kaum muslimin hanya diperbolehkan
karena qisas, hukum rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, atau karena
seseorang keluar dari agama Islam (murtad). Tentunya semua ini dilakukan
setelah adanya putusan yang mengikat dari hakim dan tidak dilakukan dengan
semena-mena tanpa alasan yang jelas. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 32)
Di antara dosa besar yang sangat diingkari oleh
Allah SWT adalah
dosa karena membunuh
seorang muslim. Bahkan ia adalah dosa terbesar setelah syirik. Dan tidak ada
dosa yang begitu banyak dalil menjelaskan dahsyatnya ancamannya seperti dosa
membunuh. Allah SWT berfirman, “Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 93)
Kedua, haramnya harta. Yang tidak kalah
penting untuk diperhatikan adalah masalah harta. Sesama kaum muslimin harus
saling menjaga harta saudaranya yang lain. Jangan sampai kita merampas harta
orang lain secara zalim. Jangan menipu atau berutang dengan niat tidak
membayar. Semua perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarangnya
menumpahkan darah kaum muslimin. Sungguh,
merupakan kejadian yang benar-benar memalukan, jika ada seorang yang mengaku
muslim tapi memakan harta saudaranya muslim yang lain dengan cara yang zalim
dalam masalah perdagangan atau utang piutang hingga terjadi permusuhan di
antara mereka. Masalah ini bisa menjadi besar dan berbahaya. Semuanya berawal
hanya karena tidak dijaganya harta sesama muslim.
Haramnya harta seorang muslim ini bahkan
sampai-sampai disebutkan jika ada orang yang hendak merampas harta yang kita
miliki, maka harus kita pertahankan dengan sekuat tenaga. Jika kita
sampai gagal
mempertahankannya dan bahkan harus mati di tangan perampok atau begal tadi,
maka kematian kita
terhitung sebagai seorang yang mati dalam keadaan syahid. Rasulullah SAW
bersabda, “Siapa yang dibunuh karena membela hartanya maka ia syahid. Siapa
yang dibunuh karena membela keluarganya maka ia syahid. Siapa yang dibunuh
karena membela darahnya atau karena membela agamanya, ia syahid.” (HR. Abu
Dawud dan An Nasa’i)
Ketiga, haramnya kehormatan. Jika dia seorang
muslim, maka wajib untuk kita jaga kehormatannya. Dan haram bagi kita untuk
melecehkan keormatan seorang muslim dan menyebutnya dengan sebutan-sebutan yang
jelek. Tapi sangat disayangkan ada juga da’i panutan umat yang dengan bangganya
menjelek-jelekkan kehormatan umat Islam lain yang tidak satu kelompok dengannya,
atau berbeda pendapat dengannya. Sehingga sebutan-sebutan khawarij, teroris, anjing-anjing
neraka, bughat, bisa dengan ringan ditujukan
kepada saudara sesama muslim. Di kesempatan lain bahkan pula seorang yang
dikenal sebagai ustadz menyebut nama ormas Islam dan diplesetkan menjadi nama
yang jelek, FPI disebutnya sebagai ‘Front Penghancur Islam’, Al Irsyad
diselewengkan menjadi ‘Al Ifsad (pembuat kerusakan)’, dll.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kalian menggunjing
sebahagian yang lain.” (QS. Yusuf [12]: 87) Jika mencari-cari kesalahan
saja dilarang oleh Allah SWT, apalagi jika dengan terang-terangan menyebutkan
kejelekan sesama muslim, apalagi jika kejelekan itu sebenarnya tidak ada pada
pihak yang dijelek-jelekkan. Hingga tak mungkin dia tega menyebut orang-orang
yang meninggal dalam aksi demo adalah bangkai jahiliyah.
Sebagai seorang yang mengaku sebagai muslim,
hendaknya kita selalu memperhatikan tiga perkara yang agung ini dan menjaganya
dengan penjagaan yang sungguh-sungguh. Kita harus menjaga agar darah kaum
muslimin tidak tertumpah dengan cara yang zalim. Begitu pula dengan harta dan
kehormatan mereka. Darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin adalah suci,
sebagaimana sucinya hari Arafah, sucinya kota Makkah, dan sucinya bulan
Dzulhijjah. Maka kita harus menjaga kemuliaan darah, harta, dan kehormatan
sesama muslim sebagaimana kita menjaga kemuliaan hari Arafah, kota Makkah, dan
bulan Dzulhijjah. Takutlah kita jika bertemu Allah SWT di akhirat nanti dalam
keadaan bersimbah dosa karena perbuatan melanggar darah seorang muslim atau
kehormatannya, juga hartanya. Karena perkara tersebut tidaklah ringan di sisi
Allah SWT. Wallahul
Musta’an
0 komentar:
Posting Komentar