728x90 AdSpace

Latest News
Kamis, 07 Januari 2021

Kewajiban Menjaga Sesama Muslim


 

AHMAD NASRI


Beberapa waktu lalu kita disuguhkan dengan kebrutalan berseragam penguasa. Di mana ada enam orang muslim, tanpa alasan yang jelas, tanpa ada ketok palu putusan hakim dalam persidangan, dibunuh dengan semena-mena. Meskipun bisa jadi enam orang tersebut bukan keluarga kita, bukan tetangga kita, bukan pula teman kita, dan kita tidak mengenalnya secara langsung, bukan juga satu organisasi dengan kita, tapi kita patut prihatin dan bersedih dengan kematian mereka. Karena yang kita ketahui mereka juga adalah orang muslim. Di kalangan komunitasnya, bahkan mereka termasuk orang-orang yang dikenal sebagai pejuang.

Hal ini kembali mengingatkan kita dengan ceramah salah satu da’i yang menyebut dirinya pengikut salafush shalih beberapa tahun silam. Dalam ceramahnya dia dengan menggebu-gebu mengatakan bahwa hukumnya boleh menumpahkan darah demonstran. “Makanya nih di Islam, di syariat Islam, yang kayak begini, nasihatin, peringatkan, bubar! Karena kalian mengganggu ketertiban dan mashlahat umum. Masih nggak bubar. Bubar! Perintahkan lagi. Masih nggak mau. Bubar! Perintahkan lagi. Nggak mau sampai tiga kali, tumpahin darahnya! Ini sampah masyarakat. Tumpahin darahnya biar cepet! Khawarij kok. Bughat. Lumayan mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta. Tumpahin sampah ini.” Di kesempatan lain da’i yang sama juga pernah menyebut bahwa para aparat itu adalah orang-orang yang berjihad dengan apa yang telah mereka lakukan.

Da’i lain ada juga yang menyebut bahwa membunuh teroris itu adalah ijtihad. Saat berceramah di depan para petugas berseragam coklat, dia mendapatkan pertanyaan tentang perintah membunuh teroris oleh Densus 88. Dalam jawabannya dia mengatakan, “Pak Densus itu kan hanya melaksanakan tugas saja, mereka sudah berusaha untuk mencari para teroris yang memang mereka itu tersangka berbuat tindakan keonaran dan sebagai pelaku terorisme. Kalau mereka sudah berusaha ternyata salah orang, mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Karena dalam Islam saja pak, seseorang sudah berusaha ijtihad dan berusaha untuk mengetahui suatu permasalahan kemudian salah, maka diberikan pahala satu. Kalau misalnya orang-orang Densus itu sudah diperintahkan oleh pemerintah, kamu harus cari para teroris itu, kemudian mereka sudah melaksanakan tugas, ternyata salah orang qadarallah, gimana? Sementara sudah berusaha. Semoga Allah memaafkan. Yang terpenting mereka sudah berusaha sekuat tenaga.”

Memang setelah munculnya beberapa ceramah tersebut, banyak ulama dan para tokoh yang masih lurus dari umat ini yang sudah meluruskan dan membantah pendapat-pendapat nyeleneh tersebut. Namun tidak bisa dipungkiri, ceramah dari da’i-da’i yang semacam ini mungkin saja dijadikan sebagai legitimasi dan pengesahan oleh oknum-oknum aparat untuk menghabisi nyawa pihak-pihak yang berseberangan dengan penguasa. Ceramah ini seolah menjadi stempel syariat Islam bagi aparat untuk berbuat semena-mena. Karena disebut sebagai teroris, khawarij, pemberontak, bughat. Ironisnya, ceramah provokatif yang pertama penulis sebutkan tadi juga disambut dengan tawa riuh dari jamaah yang hadir dalam pengajian ustadz tersebut. Padahal dia telah dengan mudahnya membolehkan untuk membunuh kaum muslimin yang dia sebut sebagai khawarij.

Padahal saat kita menengok kembali pada lembaran sirah nabawiyah, menjelang diwafatkannya Rasulullah SAW oleh Allah SWT. Pada peristiwa Haji Wada’ beliau pernah berpesan dengan pesan yang sangat penting untuk kita telaah kembali pada akhir zaman ini. Bahwa setelah beliau menekankan kembali tentang masalah ketauhidan dan masalah keikhlasan, perkara besar yang beliau pesankan dan tekankan adalah tentang penjagaan terhadap hak-hak sesama muslim. Juga peringatan keras beliau terhadap pelanggaran hak-hak sesama muslim. Baik itu hak-hak yang berkaitan dengan darah, harta dan kehormatan seorang muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, darah, harta, dan kehormatan kalian adalah suci seperti sucinya hari ini (hari Arafah), seperti sucinya bulan ini (bulan Dzulhijjah), dan seperti sucinya negeri ini (Makkah), hingga hari kalian bertemu Rabb kalian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Selayaknya bagi setiap orang yang mengaku sebagai muslim, dalam posisi apapun dia, pejabat atau rakyat biasa, aparat atau hanya masyarakat, untuk dapat merenungi pesan dalam khutbah Rasulullah SAW tersebut. Termasuk juga para ulama, da’i, ustadz, mubaligh dan tokoh-tokoh terkemuka di kalangan umat yang kata-katanya diikuti dan menjadi panutan umat, wajib untuk meresapi pesan Nabi SAW ini. Di mana di dalam khutbah ketika Haji Wada’ tersebut terdapat nasihat-nasihat beliau yang agung. Sehingga kita akan menemukan bahwa beliau sangat menekankan pada perkara ini dan betul-betul memperhatikan terhadap hal ini.

Dalam pesan Rasulullah SAW ini, ada tiga hal yang harus dijaga dari sesama muslim, yaitu: pertama: haramnya darah. Dalam penjelasan Nabi SAW yang agung mengenai mulianya darah seorang muslim, terdapat larangan keras dari Nabi SAW terhadap pembunuhan jiwa yang Allah SWT haramkan untuk membunuhnya kecuali dengan hak. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS. Al-Isra’[17]: 33)

Menumpahkan darah kaum muslimin hanya diperbolehkan karena qisas, hukum rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, atau karena seseorang keluar dari agama Islam (murtad). Tentunya semua ini dilakukan setelah adanya putusan yang mengikat dari hakim dan tidak dilakukan dengan semena-mena tanpa alasan yang jelas. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 32)

Di antara dosa besar yang sangat diingkari oleh Allah SWT adalah dosa karena membunuh seorang muslim. Bahkan ia adalah dosa terbesar setelah syirik. Dan tidak ada dosa yang begitu banyak dalil menjelaskan dahsyatnya ancamannya seperti dosa membunuh. Allah SWT berfirman, “Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 93)

Kedua, haramnya harta. Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah masalah harta. Sesama kaum muslimin harus saling menjaga harta saudaranya yang lain. Jangan sampai kita merampas harta orang lain secara zalim. Jangan menipu atau berutang dengan niat tidak membayar. Semua perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarangnya menumpahkan darah kaum muslimin. Sungguh, merupakan kejadian yang benar-benar memalukan, jika ada seorang yang mengaku muslim tapi memakan harta saudaranya muslim yang lain dengan cara yang zalim dalam masalah perdagangan atau utang piutang hingga terjadi permusuhan di antara mereka. Masalah ini bisa menjadi besar dan berbahaya. Semuanya berawal hanya karena tidak dijaganya harta sesama muslim.

Haramnya harta seorang muslim ini bahkan sampai-sampai disebutkan jika ada orang yang hendak merampas harta yang kita miliki, maka harus kita pertahankan dengan sekuat tenaga. Jika kita sampai gagal mempertahankannya dan bahkan harus mati di tangan perampok atau begal tadi, maka kematian kita terhitung sebagai seorang yang mati dalam keadaan syahid. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang dibunuh karena membela hartanya maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau karena membela agamanya, ia syahid.” (HR. Abu Dawud dan An Nasa’i)

Ketiga, haramnya kehormatan. Jika dia seorang muslim, maka wajib untuk kita jaga kehormatannya. Dan haram bagi kita untuk melecehkan keormatan seorang muslim dan menyebutnya dengan sebutan-sebutan yang jelek. Tapi sangat disayangkan ada juga da’i panutan umat yang dengan bangganya menjelek-jelekkan kehormatan umat Islam lain yang tidak satu kelompok dengannya, atau berbeda pendapat dengannya. Sehingga sebutan-sebutan khawarij, teroris, anjing-anjing neraka, bughat, bisa dengan ringan ditujukan kepada saudara sesama muslim. Di kesempatan lain bahkan pula seorang yang dikenal sebagai ustadz menyebut nama ormas Islam dan diplesetkan menjadi nama yang jelek, FPI disebutnya sebagai ‘Front Penghancur Islam’, Al Irsyad diselewengkan menjadi ‘Al Ifsad (pembuat kerusakan)’, dll.

Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kalian menggunjing sebahagian yang lain.” (QS. Yusuf [12]: 87) Jika mencari-cari kesalahan saja dilarang oleh Allah SWT, apalagi jika dengan terang-terangan menyebutkan kejelekan sesama muslim, apalagi jika kejelekan itu sebenarnya tidak ada pada pihak yang dijelek-jelekkan. Hingga tak mungkin dia tega menyebut orang-orang yang meninggal dalam aksi demo adalah bangkai jahiliyah.

Sebagai seorang yang mengaku sebagai muslim, hendaknya kita selalu memperhatikan tiga perkara yang agung ini dan menjaganya dengan penjagaan yang sungguh-sungguh. Kita harus menjaga agar darah kaum muslimin tidak tertumpah dengan cara yang zalim. Begitu pula dengan harta dan kehormatan mereka. Darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin adalah suci, sebagaimana sucinya hari Arafah, sucinya kota Makkah, dan sucinya bulan Dzulhijjah. Maka kita harus menjaga kemuliaan darah, harta, dan kehormatan sesama muslim sebagaimana kita menjaga kemuliaan hari Arafah, kota Makkah, dan bulan Dzulhijjah. Takutlah kita jika bertemu Allah SWT di akhirat nanti dalam keadaan bersimbah dosa karena perbuatan melanggar darah seorang muslim atau kehormatannya, juga hartanya. Karena perkara tersebut tidaklah ringan di sisi Allah SWT. Wallahul Musta’an

 *) Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 1/XIX Jumadil Awal 1442/Januari 2021

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Kewajiban Menjaga Sesama Muslim Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu