728x90 AdSpace

Latest News
Senin, 06 April 2020

Langkah Muhammadiyah 7: Melakukan Kebijaksanaan


Ahmad Nasri

Pada beberapa edisi sebelumnya, Majalah Tabligh sudah membahas secara berurutan 6 dari Langkah Muhammadiyah (1938-1940) yang digagas KH. Mas Mansur saat beliau menjadi Ketua PB Muhammadiyah, di antaranya yaitu: (1) Memperdalam Masuknya Iman; (2) Memperluas Paham Agama; (3) Memperbuahkan Budi Pekerti; dan (4) Menuntun Amalan Intiqad; (5) Menguatkan Persatuan; dan (6) Menegakkan Keadilan. Pada edisi kali ini, Majalah Tabligh akan akan  mengupas langkah ketujuh dari dua belas langkah yang merupakan doktrin ideologis pertama Persyarikatan Muhammadiyah tersebut, yaitu “Melakukan Kebijaksanaan”.

BACA SERIAL LANGKAH MUHAMMADIYAH LAINNYA:
Langkah Muhammadiyah 2: Memperluas Pemahaman Agama
Langkah Muhammadiyah 3: Memperbaiki Budi Pekerti
Langkah Muhammadiyah 4: Menuntun Amal Intiqad
Langkah Muhammadiyah 5: Menguatkan Persatuan
Langkah Muhammadiyah 6: Menegakkan Keadilan
12 Tafsir Langkah Muhammadiyah

Dalam berbuat dan beramal, seorang manusia tidak boleh melupakan dan mengesampingkan sikap hikmah atau dalam bahasa umum diartikan dengan kebijaksanaan atau bijaksana. Dan dalam berlaku hikmah, manusia dituntut untuk selalu berpegang pula kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Karena jika sikap yang diambil manusia tersebut ternyata menyalahi dua pedoman hidupnya itu maka hal itu hakikatnya bukan disebut sebagai hikmah yang sesungguhnya.

KH. Mas Mansur mengawali penjelasan langkah ini dengan mengutip beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl [16]: 125)

Selain ayat tersebut, KH. Mas Mansur juga mendasarkan sikap hikmah pada beberapa ayat Al-Qur’an yang lain, yaitu: Al Baqarah ayat 269, Luqman ayat 12, Al Baqrah ayat 251, Al Jumu’ah ayat 2 dan Al Qamar ayat 4-5.

KH. Mas Mansur berkata, “Di dalam segala gerak kita, harus tidak boleh melupakan hikmah, kebijaksanaan. Hikmah mana, hendaklah disendikan kepada kitabullah dan sunnatur Rasulullah. Kebijaksanaan yang menyalahi dari kedua pedoman hidup itu harus kita buang selekas-lekasnya, karena dia itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya.” (Tafsir Langkah hlm. 66).

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kebijaksanaan dengan “kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya”. Wiktionary mengartikan secara etimologi sikap bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, ketawadluan dan kebeningan hati.

Dalam Tafsir Langkah Muhammadiyah (hlm. 69) KH. Mas Mansur mengartikan hikmah dengan beberapa arti. “Menurut keterangan salah satu ulama, hikmah itu ialah menetapkan sesuatu barang pada tempatnya. Ulama yang lain menerangkan bahwa hikmah itu ilmu. Ulama yang lain lagi menerangkan bahwa hikmah itu kenabian. Lainnya lagi menerangkan bahwa hikmah itu kebijaksanaan, yakni melakukan sesuatu perkara dengan tidak tergesa-gesa. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa hikmah itu mengetahui barang yang benar dengan ilmu dan pikiran.”

Abu Ihsan Al Atsari mengartikan hikmah dengan lebih lengkap. Hikmah adalah sebuah ungkapan tentang bagaimana menyelesaikan setiap masalah dengan ilmu yang benar. Hikmah identik dengan fiqh dan pemahaman. Hikmah digunakan juga untuk berbagai makna, seperti as-Sunnah, akal, kebijaksanaan dan lain-lainnya. Hikmah juga bisa berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu pada momentum yang tepat. Hikmah juga berarti menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah lain atau masalah yang lebih besar lagi merupakan bukti ketiadaan hikmah.

Ini sesuai dengan firman Allah SWT:

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah [2]: 269)

KH. Mas Mansur berkata, “orang yang melakukan hikmah itu disebut orang yang hakim. Sebagaimana ayat “wahuwal aziizul hakim (dialah yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana)”. (Tafsir Langkah hlm. 69)

Sikap hikmah ini dibutuhkan oleh manusia dalam menghadapi segala hal di dunia ini. Agar langkah-langkah yang diambilnya tidak salah. Sebagai pribadi saja sangat penting keberadaan hikmah ini pada diri seseorang, apalagi bagi para pimpinan umat, tentu lebih penting lagi memilikinya. Karena jika seorang pribadi salah mengambil langkah, seseorang tersebut hanya akan merugikan dirinya sendiri dan mungkin saja tak berpengaruh bagi orang lain. Tetapi jika pimpinan umat atau musyawarah jam’iyyah sampai salah mengambil langkah karena tidak dimilikinya hikmah, tentu efeknya tidak hanya akan menimpa satu dua orang saja, tetapi orang banyak atau masyarakat luas yang mengikutinya pun akan terkena madharat darinya. Sikap hikmah terkadang tidak bisa selalu kita maknai ‘hitam-putih’. Karena hikmah ini bisa diambil dengan berpikir secara mendalam, berpikir secara filosofis.

Lantas bagaimana cara kita menjadi orang yang bijaksana dan melakukan sikap hikmah ini? Mengenai keterangan pertanyaan ini, KH. Mas Mansur menjawab dengan singkat, “Semua tindakan dan amal kita, haruslah dengan siasah dan hikmah”. (Tafsir Langkah hlm. 70). Jika salah satu makna hikmah adalah ilmu, pengetahuan dan pemahaman, maka memaknai jawaban KH. Mas Mansur ini bisa dipahami bahwa untuk menjadi seorang yang bijaksana, orang yang berlaku hikmah, maka dia harus pula memiliki hikmah, memiliki pengetahuan, pemahaman dan ilmu yang mendalam. Agar dia tidak salah dalam mengambil langkah.

Allah SWT berfirman,
يَٰيَحْيَىٰ خُذِ ٱلْكِتَٰبَ بِقُوَّةٍ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْحُكْمَ صَبِيًّا

Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (QS. Maryam [19]: 12)

Allah SWT juga berfirman,
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmah (ilmu dan pemahaman) serta kenabian.” (QS. Al-An’am [6]: 89)

Hikmah ini adalah kekuatan yang kita miliki untuk mengambil apa-apa di balik setiap pembacaan yang kita lakukan terhadap sesuatu permasalahan. Dan tentu saja hikmah ini tidak murni sebuah kemampuan yang dimiliki oleh manusia itu semata, tetapi ia datang dari petunjuk dan hadir karena karunia dari Allah SWT yang mempunyai sifat Al Hikmah, Maha Bijaksana. Allah SWT berfirman,

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah [2]: 269)

Hikmah atau kebijaksanaan adalah hal yang sangat penting, baik bagi pribadi maupun untuk organisasi. Maka tidak salah jika KH. Mas Mansur memasukkannya dalam salah satu langkah dari langkah-langkah Muhammadiyah. Dalam berdakwah, sikap bijaksana ini juga mutlak harus dimiliki oleh seorang da’i. Jika tidak, maka bukannya berhasil, dakwahnya justru akan mengalami kegagalan. Karena metode dakwah yang cocok digunakan di suatu kaum tertentu, belum tentu cocok jika digunakan pada kaum yang lain. Tetapi butuh kebijaksanaan dari da’i tersebut agar dapat memilih metode mana yang tepat dan harus dia gunakan.

Dalam sejarah perjuangan Rasulullah SAW, kisah perjanjian Hudaibiyah pasti sangat akrab di telinga kita. Meskipun di atas kertas sepertinya sangat menguntungkan orang-orang kafir Quraisy dan merugikan Rasulullah SAW dan umat Islam, tapi pada akhirnya kisah ini menunjukkan suatu kemenangan yang sangat nyata sekali. Isi perjanjian ini adalah pandangan jauh ke depan yang besar sekali pengaruhnya terhadap masa depan Islam. Dan ini tidak lain adalah karena sikap hikmah dan  kebijaksanaan yang dimiliki Rasulullah SAW.

Dalam dunia dakwah di tanah air, misalnya sikap Muhammadiyah yang dengan terpaksa menerima penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta, menerima Pancasila sebagai asas tunggal semua ormas, adalah contoh sikap hikmah yang ditunjukkan oleh para pimpinan persyarikatan saat itu. Sikap-sikap tersebut diambil tidak dengan emosi sesaat, tetapi dengan pemahaman dan pandangan yang mendalam. Melihat permasalahan dari berbagai sisi, sehingga bisa menghasilkan mashlahat bagi dakwah, bukan justru sebaliknya.

Mengakhiri penjelasan bab ini KH. Mas Mansur berkata, “Tuntunan Agama Islam, adalah tuntunan yang benar. Sebab itu, maka semua siasah dan hikmah, hendaklah kita turutkan pada tuntunan agama. Agar siasah kita itu mendapat jalan di jalan yang benar, dan dapat berduduk di mana tempat yang semestinya.” (Tafsir Langkah hlm. 70)

*) Tulisan ini pernah dimuat di rubrik Sajian Khusus Majalah Tabligh edisi No. 4/XVIII Syakban 1441/April 2020
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Langkah Muhammadiyah 7: Melakukan Kebijaksanaan Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu