
Ahmad Nasri
Sejak berdiri pada 8 Dzulhijjah
1330 H atau 12 November 1912 M, Muhammadiyah pernah menetapkan beberapa khittah
perjuangan yang dirumuskan berdasarkan tantangan dan kebutuhan persyarikatan
sesuai zamannya masing-masing. Khittah Muhammadiyah pertama yang dicanangkan di
bawah kepemimpinan KH. Mas Mansur (Ketua HB Muhammadiyah 1937-1942) biasa
dikenal dengan “12 Langkah Muhammadiyah (1938-1940)”. Sebelumnya, Majalah
Tabligh sudah membahas secara berurutan 5 di antaranya, yaitu: (1) Memperdalam
Masuknya Iman; (2) Memperluas Paham Agama; (3) Memperbuahkan Budi Pekerti; dan
(4) Menuntun Amalan Intiqad; dan (5) Menguatkan Persatuan. Pada edisi kali ini,
Majalah Tabligh akan akan mengupas
langkah keenam dari dua belas langkah yang digerakkan persyarikatan, yaitu
“Menegakkan Keadilan”.
BACA SERIAL LANGKAH MUHAMMADIYAH LAINNYA:
Langkah Muhammadiyah 2: Memperluas Pemahaman Agama
Langkah Muhammadiyah 3: Memperbaiki Budi Pekerti
Langkah Muhammadiyah 4: Menuntun Amal Intiqad
Langkah Muhammadiyah 5: Menguatkan Persatuan
Langkah Muhammadiyah 7: Melakukan Kebijaksanaan
12 Tafsir Langkah Muhammadiyah
BACA SERIAL LANGKAH MUHAMMADIYAH LAINNYA:
Langkah Muhammadiyah 2: Memperluas Pemahaman Agama
Langkah Muhammadiyah 3: Memperbaiki Budi Pekerti
Langkah Muhammadiyah 4: Menuntun Amal Intiqad
Langkah Muhammadiyah 5: Menguatkan Persatuan
Langkah Muhammadiyah 7: Melakukan Kebijaksanaan
12 Tafsir Langkah Muhammadiyah
Saat penulis sekolah dulu,
beberapa guru pernah menasihatkan kepada para muridnya agar senantiasa berlaku
dan berbuat adil dan jangan melakukan tindakan zalim. Mereka mengatakan bahwa
definisi adil secara singkat adalah, “menempatkan sesuatu pada tempat yang
seharusnya”. Mereka juga mengatakan bahwa lawan kata adil adalah zalim,
yang diartikan dengan kebalikan dari arti adil, yaitu, “menempatkan sesuatu
tidak pada tempat yang seharusnya.”
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, adil dijelaskan dengan “sama berat; tidak berat sebelah; tidak
memihak, berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya;
tidak sewenang-wenang”. Dengan demikian, seseorang disebut berlaku adil
apabila ia tidak berat sebelah dalam menghukumi sesuatu, tidak berpihak kepada
salah satu kecuali kepada siapa saja yang berada di atas kebenaran, sehingga
seorang yang adil tidak akan berlaku sewenang-wenang dan melakukan hal yang
tidak sepatutnya.
KH. Mas Mansur dalam Tafsir
Langkah Muhammadiyah (hlm. 61) mengawali penjelasan tentang langkah yang keenam
ini dengan nasihatnya, “Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya,
walaupun akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya
itu harus dibela dan dipertahankan di mana saja.”
Beliau mendasarkan pada firman Allah
SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ
أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ
فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ
أَنْ تَعْدِلُوا ۚ
وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa [4]: 135)
Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa sangat
penting bagi setiap manusia untuk selalu menegakkan keadilan dalam kehidupan
ini. Termasuk kepada orang yang tidak disukai pun, kita tetap dituntut untuk
berbuat adil dan tidak menzaliminya. KH. Mas Mansur juga menerangkan secara
singkat tuntunan yang muncul dari ayat ini dalam dua poin. Pertama,
Hendaklah kita mukminin, senantiasa menetapi dan menguatkan keadilan, meskipun
akan mengenai kepada diri-diri kita, atau kedua orang tua kita atau sanak
saudara kita sendiri. Kedua, Di dalam menegakkan keadilan, haruslah kita
jangan memandang kefamilian (yang biasa kita bela) atau kepada kekayaan (yang
biasa kita harap-harapkan) atau kepada kefakiran (yang biasa kita belas
kasihani). (Tafsir Langkah hlm. 62)
Adil adalah satu karakter yang
utama dan mulia yang dimiliki manusia. Sikap adil menuntun manusia menjadi
bijaksana dalam memutuskan suatu perkara. Apalagi bagi seorang pemimpin atau
hakim di peradilan, keadilan tentu saja adalah hal yang mutlak dibutuhkan. KH.
Mas Mansur berkata, “Di dalam menetapi keadilan itu, kita harus memandang
kepada perintah Allah SWT, yang sebenar-benarnya harus kita junjung tinggi
melebihi dari semua hal lainnya.” (Tafsir Langkah hlm. 62)
Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya
firman Allah SWT yang memerintahkan kepada keadilan itu tidak hanya satu atau
dua ayat saja. Yang demikian itu menegaskan bahwa keadilan itu adalah perkara
yang harus kita junjung tinggi, harus kita dahuluikan dan kita utamakan
daripada yang selainnya. Dia harus kita pegang teguh, kita jadikan pedoman di
dalam hidup kita. Sebab hanya keadilan yang dapat menyampaikan kemashlahatan
dan kesempurnaan.” (Tafsir Langkah hlm. 63-64)
Karena keutamaan dari berbuat
adil ini pula Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada orang yang
mampu berbuat adil. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ
الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang
berlaku adil menurut pandangan Allah SWT, akan ditempatkan di atas mimbar dari
cahaya sisi kanan Tuhan Yang Maha Pengasih. Mereka itulah orang-orang berlaku
adil dalam keputusannya, di keluarganya, dan pada apa-apa yang mereka pimpin
(mereka tidak bergeser dari keadilannya).” (HR. Muslim)
Setelah kita berbuat adil, kita
juga harus menjauhi dengan sejauh-jauhnya dari perbuatan zalim. Bahkan hakikat
menegakkan keadilan otomatis berarti menjauhi kebalikannya, yaitu sifat
kezaliman dengan sejauh-jauhnya. Kezaliman itu sendiri merupakan rangkaian
kegelapan yang akan menggelapkan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Karena
adil juga merupakan salah satu dari nama-nama Allah. Dalam sebuah hadits qudsi,
Allah SWT berfirman:
يَا عِبَادِي
إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا
فَلَا تَظَالَمُوا
“Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku haramkan perbuatan zalim
atas diriKu dan Aku haramkan kezaliman di antara kalian. Maka itu, janganlah
kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim, Hadits Arbain An Nawawi ke-24)
Tentang hadits ini Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad mengatakan,
“Kezaliman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Allah SWT telah
mengharamkan kezaliman atas dirinya dan menghalanginya dari dirinya. Padahal
Allah SWT itu memiliki qudrah (kemampuan), namun tidak ada
kezaliman dari Allah SWT selamanya. Hal ini disebabkan kesempurnaan keadilan
Allah SWT.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa
secara umum, “Zalim terbagi menjadi dua macam: pertama, kezaliman yang
terkait dengan hak Allah SWT; dan kedua, Kezaliman yang terkait dengan
hak hamba.” Kezaliman kepada Allah SWT ini bisa dilakukan dengan bermaksiat
kepada-Nya, dan tingkatan terbesarnya adalah berlaku syirik. Allah SWT
berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman [31]: 13)
Sedangkan kezaliman kepada sesama
manusia dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan macam, entah menzalimi
kehormatannya, hartanya, jiwanya dan lain sebagainya. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, semuanya haram atas sesama
kalian. Sebagaimana haramnya hari ini, bulan ini, di tanah kalian ini.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka sebagai seorang muslim kita
harus menjauhi sejauh jauhnya perbuatan zalim, baik kepada sesama manusia,
apalagi kezaliman kepada Allah SWT dengan selalu memegang teguh keadilan pada
diri kita masing-masing. Adil bagi pribadi muslim sangatlah penting, apalagi
jika dia seorang pemimpin umat dan pemimpin publik. KH. Mas Mansur berkata, “Keadilan
adalah suatu perkara yang harus dipegang kuat-kuat, terutama oleh orang-orang
yang memegang pimpinan, karena keadilan itu dapat menguatkan kepercayaan atas
kesetiaan orang yang dipimpin dengan jalan pimpinannya. Sebaliknya kalau
pimpinan itu tidak berpegang dengan keadilan tentu hilanglah kepercayaan mereka
yang ada di bawah pimpinannya.” (Tafsir Langkah hlm. 64)
Terkhusus kepada pimpinan
persyarikatan KH. Mas Mansur juga menasihatkan tentang keadilan ini dalam
penutup penjelasan langkah keenam. Beliau berkata, “Kepada pemimpin-pemimpin
Muhammadiyah dan semua urusan-urusannya (majelis-majelisnya), kami berseru:
Hendaklah lengkah yang keenam ini supaya dipegang teguh dan diamalkam dengan
seksama serta sungguh-sungguh, dengan tidak meninggalkan hikmah atau
kebijaksanaan menurut tuntunan Al Qur’an dan Hadits. Dan segala putusan-putusan
yang sudah ditimbangkan dengan seadil-adilnya itu, haruslah selalu diperingati
dan dipegang kuat-kuat, jangan sampai berubah karena desas desus atau protes
dari pihak manapun.” (Tafsir Langkah hlm. 65). Wallahu a’lam
*) Tulisan ini pernah dimuat di rubrik Sajian Khusus Majalah Tabligh edisi No. 3/XVIII Rajab 1441/Maret 2020
0 komentar:
Posting Komentar