728x90 AdSpace

Latest News
Sabtu, 23 Maret 2019

Politik Modern dan Sikap Umat Islam


Oleh: Ust. Sanif Alisyahbana, Lc
Mudir Ma'had Salman Al Farisi Karanganyar

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه، حمدا يوافي نعامه و يكافئ مزيده، حمدا كما ينبغي لجلال وجهه الكريم و عظيم سلطانه
اللهم صل و سلم و بارك على سيدنا محمد و على آله و صحبه أجمعين

Agama Islam merupakan agama rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Dan di antara bentuk rahmatnya, Islam masuk ke dalam seluruh sendi kehidupan manusia dengan syariatnya. Islam juga menjadikan akhlak dan adab sebagai nilai luhur untuk mengarahkan umat manusia agar mendapatkan kebahagiaan di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.
Di antara aspek kehidupan manusia yang tak luput dari penataan syariat adalah politik di dalam berbangsa dan bernegara. Politik berarti strategi dan cara merealisasikan maslahat (kebaikan/kemanfaatan) dengan menekan munculnya madharat (kerusakan/kerugian/keburukan) hingga sekecil apapun, hal itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan bangsa secara umum dan tentu saja untuk umat Islam pada khususnya.
Sehingga syariat dan politik tidak bisa dipisahkan. Karena maslahat akan terwujud tatkala seseorang mampu menjalankan peran di dalam berpolitik sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Karena hanya dengan tuntunan syariat Islam, politik bernegara akan membuahkan hasilnya. Hanya dengan tuntutan syariat Islam juga, perjuangan politik akan dapat meminimalisir potensi kerusakan yang berimbas tidak hanya kepada urusan duniawi tetapi juga urusan ukhrawi.
Ada beberapa point yang patut diperhatikan oleh umat Islam terkait pendasaran pemahaman mereka terhadap politik , di antaranya yaitu:
1.    Dasar berpolitik harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah.
2.    Berpolitik dengan landasan dan tujuan yang benar akan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
3.    Berpolitik dapat menjadi jalan bagi seseorang atau sekelompok komunitas di dalam membela atau menegakkan syariat Islam.
4.    Berpolitik adalah masalah ijtihadi, dimana tindakan yang dilakukan di dalamnya tidak bisa dihukumi secara saklek (kaku), melainkan diperbolehkan adanya perbedaan pandangan sesuai dengan pendapat masing-masing selama tujuan dan dasarnya adalah syariat.
5.    Di dalam kondisi yang tidak ideal, termasuk dalam berpolitik berlaku kaidah “ memilih madharat yang ringan guna menghindari kemadharatan yang lebih besar”.
Sudah sejak masa kemerdekaan Indonesia, sistem yang dipilih sebagai dasar politik negara kita adalah demokrasi. Sistem demokrasi ini tentunya bukan merupakan sistem yang ideal, akan tetapi ia justru menjadi tantangan bagi umat Islam untuk menentukan sikap yang bijak dan cerdas menghadapi dalam menghadapinya. Karena mau tidak mau, demokrasi adalah sistem yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan umat di negara ini, setidaknya untuk saat ini.
Maka kemudian kita dihadapkan kepada tiga pilihan kondisi yang berkaitan erat dengan sikap kita dalam menghadapi sistem demokrasi ini, yaitu:
1.    Cuci tangan dari semua proses demokrasi. Artinya secara otomatis kita telah memberikan ruang kebijakan pengelolaan negara kepada orang yang tidak faham syariat Islam. Bahkan bisa jadi punya kecenderungan untuk merusak bahkan memerangi Islam dan syariatnya.
2.    Menentang sistem ini dengan sikap konfrontatif bahkan cenderung kepada perlawanan fisik. Hal ini akan berakibat kepada perang terbuka antar anak bangsa dan menjadi dalih bagi pihak asing untuk ikut campur dan merongrong kedaulatan dan keamanan bangsa kita. Bahkan berakhir dengan penjajahan (seperti yang sudah terjadi di beberapa negara lain). Waliyaadhubillah...
3.    Ikut berpartisipasi dalam proses demokrasi meskipun masih didapati banyak hal yang belum ideal. Keikutsertaaan inientunya dengan tetap menjaga kewajiban sebagai muslim, yaitu dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Serta usaha berkesinambungan di dalam meminimalisir atau bahkan menghilangkan kemadharatan yang menimpa khususnya umat Islam dan rakyat pada umumnya.
Kekhawatiran akan terwujudnya madharat ketika umat Islam pasif dalam politik sebetulnya telah nampak bahkan terlihat sangat jelas dan nyata. Belum selesai dengan problem adanya penolakan peraturan daerah (perda) bernilai syariat dari beberapa wakil rakyat dan partai politik sekuler, kita sudah harus dikagetkan lagi dengan munculnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang pada beberapa pointnya bersifat sangat plural dan bertentangan dengan norma-norma agama serta fitrah sebagai insan mulia.
Tidak bisa dipungkiri bahwa politik menjadi wasilah (perantara) bagi setiap pemainnya untuk mencari kepentingan baik pribadi atau kelompoknya. Maka tidak bisa dinafikan pula para pengusung kebathilan berusaha untuk ikut andil dalam dunia politik agar semakin leluasa menekan para pejuang kebenaran. Karena mereka, para pengusung kebatilan itu tidak akan ridha apabila keadilan bias tegak di bumi nusantara ini.
Dasar utama yang menjadi landasan seseorang untuk terjun dalam bidang politik di era modern ini di antaranya adalah hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
عن عبادةبن صامت ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : لاَضَرَرَوَلاَضِرَارَ
Dari Ubadah bin Shamit meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Dilarang membahayakan diri sendiri atau membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad)
Dari hadits tersebut para ulama mengambil intisari yang dijadikan kaidah berbunyi:
" الضرر يزال "
Segala bentuk madharat wajib untuk  di tiadakan.
Maka secara aplikatif kaidah ini diterapkan dalam kondisi sekarang, dimana banyak didapati madharat yang merugikan kaum muslimin terkait kebijakan dari beberapa personal yang memiliki kewenangan dalam pemerintahan.
Sedangkan cara menghilangkan madharat tersebut di antaranya yaitu dengan berpartisipasinya kaum muslimin dalam pemilu serta diikuti sikap bijak mereka menentukan pemimpin dan wakil rakyat yang layak mewakili aspirasi mereka dalam memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara yang beragama Islam.
Dari fenomena dan pendasaran yang kami sampaikan maka ada beberapa kesimpulan yang penting untuk diperhatikan, yaitu:
1.    Politik modern merupakan kendaraan kosong yang diperebutkan semua pihak untuk merealisasikan tujuan dan kepentingan masing-masing. Sehingga ketika kaum muslimin tidak ikut andil dalam proses ini sama saja membiarkan kendaraan tersebut dipakai untuk menyerang dan menyudutkan kaum muslimin sendiri.
2.    Sudah banyak bukti nyata bahwa dengan kebijakan dan keputusan dari penguasa mampu untuk menghentikan kemungkaran atau mewujudkan kemaslahatan syar’i yang menjadi tolak ukur terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat.
3.    Sangat ironis apabila kaum muslimin yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini tidak ikut berpartisipasi di dalam menentukan nasib bangsa mereka sendiri, salah satunya dengan tidak mau ikut dan tidak peduli dengan proses pemilu. Terlebih di tengah tantangan perusakan bangsa yang semakin nyata baik dari dalam ataupun luar.
4.    Bersikap di dalam politik modern tidak mengharuskan kita untuk ridha dengan sistemnya secara keseluruhan. Karena masih banyak terdapat nilai-nilai yang bertentangan dengan syariat yang kita yakini kebenarannya.
5.    Ikut berpartisipasi dalam pemilu jangan sampai melalaikan seseorang sehingga ia terjerumus kepada sikap loyal berlebihan kepada paslon tertentu. Karena loyalitas secara mutlak hanya diberikan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
6.    Dengan berbagai pertimbangan dan gambaran ijtihad yang disampaikan oleh banyak ulama kontemporer, maka ikut berpartisipasi dalam pemilu dengan tetap menjaga adab-adab syar’i dan tidak meninggalkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah pilihan ijitihad yang ideal dengan tujuan meringankan madharat yang menimpa umat Islam di era modern ini.

Terkait dengan pemilihan umum yang menjadi bagian pokok dalam politik modern, perlu ada bekal yang harus dibawa oleh calon pemilih sebelum ia menentukan pilihannya. Baik dalam pemilihan presiden ataupun juga pemilihan anggota legislatif. Beberapa ketentuan dan kriteria yang dapat digunakan untuk panduan dalam memilih di antaranya adalah sebagai berikut:
1.    Memilih partai politik
a.    Memilih partai politik (parpol) yang memperjuangkan nilai-nilai syariat. Bukan yang justru menentang nilai-nilai syariat;
b.    Memilih parpol yang diisi oleh orang-orang yang dikenal (ma’ruf) akan keshalihannya;
c.    Memilih parpol yang kader-kadernya paling minim terkait dengan kasus korupsi, tindakan asusila dan kasus-kasus lainnya;
d.   Memilih parpol yang tidak frontal menyerang dan atau menjelek-jelekkan lawan politik atau pihak lain. Karena hal ini menunjukkan adab dalam berpolitik.
2.    Memilih calon anggota legislatif
a.    Memilih calon anggota legislatif (caleg) yang berpenampilan sopan serta menutup auratnya. Tidak hanya menjelang pemilihan, tetapi juga dalam kesehariannya;
b.    Memilih caleg yang tidak dikenal sebagai pelaku maksiat di kalangan masyarakat;
c.    Memilih caleg yang dekat dan membaur dengan masyarakat umum;
d.   Apabila didapati ada caleg yang shalih dan memiliki keilmuan agama yang mumpuni ataupun juga dikenal sebagai aktivis dakwah, maka jelas itu lebih dikedepankan untuk dipilih;
e.    Jika berbagai kriteria caleg yang disebutkan di atas tidak diketahui oleh calon pemilih, maka yang terpenting adalah berusaha agar tidak salah dalam memilih partai politik. Pilihlah caleg manapun dari partai politik tersebut.
3.    Memilih Presiden dan Wakilnya
a.    Memilih pasangan calon (paslon) yang direkomendasikan oleh mayoritas ulama yang telah terkenal dengan keshalihannya dan keistiqamahannya dalam dakwah;
b.    Memilih paslon yang tidak membagi-bagikan apapun pada masa kampanyenya, karena nilai yang dikeluarkan memiliki kompensasi yang akan diambil dari uang negara selama masa jabatannya jika terpilih nanti;
c.    Memilih paslon yang diusung oleh partai-partai yang telah disebutkan kriterianya di atas;
d.   Memilih paslon yang dikelilingi oleh para tokoh yang shalih dan bersih dari kemaksiatan dan kefasikan;
e.    Memilih paslon yang perhatian terhadap dunia Islam dan punya empati terhadap nasib dan perjuangan kaum muslimin di belahan bumi yang lain.

Demikian. Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita kepada jalan yang di ridhai-Nya. 
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Politik Modern dan Sikap Umat Islam Rating: 5 Reviewed By: Admin 2 TablighMu