728x90 AdSpace

Latest News
Selasa, 11 Desember 2018

Kokam dan Toleransi yang Dirindukan


Oleh: Ahmad Nasri

Toleran dalam KBBI diartikan dengan bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Wikipedia menyebutkan, toleransi adalah membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi. Istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, di mana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda.

Pada kisah para tokoh terdahulu, kita akan menjumpai sejuta hikmah yang dapat kita petik untuk generasi saat ini. Salah satu kisah yang patut kita teladani sebagai umat Islam adalah kisah tentang menjaga ukhuwah dan bertoleransi sesama umat Islam yang dicontohkan oleh para tokoh umat. Kisah yang terjadi antara tokoh Nahdlatul Ulama KH. Idham Khalid dan tokoh Muhammadiyah Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang akrab disapa Buya Hamka adalah salah satunya.

Dikisahkan bahwa kedua tokoh tersebut sedang sama-sama melakukan perjalanan ke Tanah Suci di kapal yang sama. Dalam perjalanan itu terjadi kisah toleransi yang sederhana, tapi sangat dalam jika dirasa. Yaitu pada waktu menunaikan shalat subuh, di mana saat KH. Idham Khalid yang menjadi imam, beliau justru tidak membaca doa qunut sebagaimana kebiasaan beliau sebagai warga NU. Hal yang sebaliknya juga terjadi saat Buya Hamka yang bertindak sebagai imam, beliau malah membaca doa qunut di luar kebiasaan beliau sebagai warga Muhammadiyah.

Apa yang dilakukan oleh KH. Idham Khalid tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka menghormati Buya Hamka dan warga Muhammadiyah lain yang sedang bermakmum dengan beliau. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh Buya Hamka, hal itu juga dalam rangka menghormati KH. Idham Khalid dan warga NU yang menjadi makmum beliau. Sungguh bijaksana apa yang beliau berdua lakukan saat itu.

Kisah tersebut sudah sering diceritakan untuk memberikan contoh tentang bagaimana menjaga ukhuwah dan bertoleransi sesama umat Islam. Sayangnya, dalam aplikasinya di tengah-tengah umat, sejak dulu hingga saat ini masih terasa adanya jurang pemisah antara mazhab satu dengan yang lain. Masih kental perbedaan ormas Islam satu dengan yang lain. Masih ditonjolkan khilafiyah antara elemen umat yang satu dengan yang lain. Disembunyikannya persamaan antara kelompok umat yang satu dengan yang lain. Sehingga perbedaan yang sebenarnya hanya sedikit saja akhirnya menenggelamkan persamaan-persamaan yang teramat sangat banyak yang dimiliki umat Islam ini.


Fenomena akhir-akhir ini misalnya. Ada banyak tokoh umat yang ditolak untuk berceramah, ada pengajian yang dibubarkan oleh segelintir oknum di suatu tempat karena alasan berbedaan pandangan. Sebut saja Felix Y Siauw di Sragen dan beberapa tempat lain, Ustadz Bachtiar Nasir di Cirebon, Ustadz Tengku Zulkarnain, Ustadz Khalid Basalamah, Ustadz Abdul Somad di Jepara, Malang dan beberapa tempat lain, Gus Nur, Ustadzah Neno Warisman dan beberapa asatidz lainnya. Para ustadz tersebut ditolak oleh oknum ormas Islam karena dianggap garis keras, radikal, pengusung khilafah, anti aswaja, wahabi, anti Pancasila dan sebutan-sebutan negatif lainnya.


Selain tokoh, ada juga tindakan penolakan yang ditujukan kepada masjid. Misalkan penolakan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal di Bogor dan pembakaran Masjid Taqwa Muhammadiyah yang masih dalam proses pembangunan di Aceh. Termasuk juga penolakan terhadap acara daurah, misalkan daurah tahfizh yang diselenggarakan Perhimpunan Pesantren Muhammadiyah (ITMAM) di Karimunjawa Jepara.

Semua penolakan tersebut bermuara pada satu hal, tidak adanya toleransi. Miskinnya ukhuwah. Dan (maaf) merasa paling benar sendiri. Padahal hingga saat ini jargon persatuan umat masih terus diteriakkan. Sayangnya, para pelaku penolakan terhadap aktivitas umat tersebut kebanyakan justru dari kalangan yang mengaku paling menjunjung tinggi persatuan, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Dari elemen umat yang konon selalu berkampanye agar tidak merasa paling benar sendiri. Dari unsur kaum muslimin yang selalu berteriak agar tidak mengkapling surga untuk kalangan sendiri.


Faktanya, justru mereka yang tidak bisa bertoleransi sesama umat. Justru mereka yang seringkali tidak bisa atau tidak mau bersatu dengan elemen umat yang lain. Justru mereka yang seringkali merasa paling benar sendiri yang menganggap orang lain salah. Dan ternyata, justru merekalah yang sebenarnya sedang mengkapling surga untuk kalangan mereka sendiri. Seakan mereka adalah orang-orang yang paling berhak dan paling benar dalam menafsirkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Padahal mereka itu, sangat terlihat mesra jika berhadapan dengan orang yang berlainan agama. Dengan penista agama yang saat ini dipenjara, mereka juga berhubungan baik. Pernah salah satu tokoh mereka berkunjung dan menjadi pembicara di acara Zionis Israel dan berfoto mesra. Di setiap tahun bahkan mereka sangat sering terlihat menjadi pasukan pengaman tempat ibadah orang yang beragama lain. Kalau dengan nonmuslim saja mereka bisa mencari sejuta alasan agar bisa mesra, mengapa mereka tidak mencari alasan yang lebih agar bisa mesra juga dengan kalangan umat Islam yang lain?!


Karena sejatinya, secara umum umat Islam di Indonesia ini mempunyai prinsip aqidah yang sama dan tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam. Semua kaum muslimin di negeri ini masih dalam keluarga besar ahlus sunnah wal jama’ah. Kalaupun ada perbedaan pendapat, maka yang ada adalah perbedaan dalam masalah furu’ (cabang). Seperti dalam masalah metode dakwah, variasi amalan ibadah dan hal-hal lain yang sebenarnya justru akan membuat umat ini saling menopang dan menguatkan dalam dakwah. Menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan.

Kita patut bersyukur, Muhammadiyah termasuk salah satu elemen umat yang selalu berusaha untuk menyatukan umat. Atas arahan Panglima Tinggi Dahnil Anzar Simanjuntak, KOKAM Pemuda Muhammadiyah di berbagai tingkat, mulai dari ranting, cabang, daerah, wilayah bahkan pusat telah berkontribusi dalam mengamankan kegiatan umat Islam. Tidak hanya kegiatan Muhammadiyah, tetapi juga agenda-agenda yang diselenggarakan oleh umat Islam dari kalangan lain. Sebut saja misalnya Kokam telah turut serta menyukseskan beberapa Aksi Bela Islam di Jakarta. Hingga pada ‘musim penolakan’ para tokoh, Kokam juga masih berada di garda depan. Saat ada yang menolak Felix Y Siauw di Sragen beberapa waktu lalu, Kokam Sukoharjo membersamai elemen umat di Solo dan sekitarnya mengawal dan mengamankannya. Kokam Gunungkidul rutin mengamankan kajian Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc (Salafi). Beberapa kajian ustadz Salafi seperti Ustadz Abu Yahya Badrussalam, Lc dan Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A juga pernah diamankan oleh Kokam. Kokam juga pernah mengamankan pengajian Ustadz Umar Mitha, Lc, bahkan Kokam masuk dalam bagian keamanan pada kepanitiaan kajian Umar Mitha bersama Muhammadiyah Ranting Sayangan Sukoharjo. Di tempat yang lain, Kokam Ranting Wonorejo Sukoharjo bahkan pernah mengadakan pengajian bersama Gus Nur (tokoh NU). Kajian Tokoh NU yang lain, Habib Ahmad bin Zein Al Kaff (PWNU Jawa Timur) juga tidak lepas dari pengamanan Kokam. Kokam berada di ring 2 dalam pengamanan pengajian tokoh NU asal Riau Ustadz Abdul Somad, Lc, M.A di Semarang yang ditolak oleh beberapa ormas tertentu. Di Papua Barat, Kokam dan PWM Papua Barat juga mengawal safari dakwah Ustadz Abdul Somad di sana.


Semua itu dilakukan dalam rangka menjaga ukhuwah dan toleransi sesama umat Islam. Memang ada beberapa perbedaan pandangan keagamaan antara Muhammadiyah dan beberapa tokoh yang disebutkan di atas, tapi tidak menjadikan warga Muhammadiyah membenci dan anti kepada mereka. Karena pada dasarnya mereka juga muslim, ahlus sunnah wal jamaah. Yang beda biarkan saja berbeda tanpa memaksa agar menjadi sama, tetapi bukankah banyak persamaan yang harus terus dirawat dan ditumbuhsuburkan?

Kalau kepada tokoh-tokoh non-Muhammadiyah saja bisa bertoleransi, maka warga Muhammadiyah juga dituntut untuk bisa bertoleransi dengan sesama warga Muhammadiyah lain yang mungkin terlihat berbeda pandangan. Kami (penulis) di Cabang Blimbing Sukoharjo biasa menyaksikan ada warga atau pimpinan Muhammadiyah yang berjenggot, bercelana cingkrang, pengurus Aisyiyah yang berjilbab lebar, bahkan ada Ketua Nasyiatul Aisyiyah yang bercadar. Hal ini terlihat biasa saja di tempat kami. Tetapi di tempat lain mungkin akan dianggap berbeda. Seperti halnya diceritakan salah satu rekan kami yang bertugas dakwah di tempat lain yang sebenarnya juga berada di komunitas Muhammadiyah, tetapi dirinya merasa dipandang sinis hanya karena berjenggot lebat dan bercelana cingkrang. Hal ini tentu tidak sepantasnya terjadi.

Yang berjenggot panjang tidak selayaknya memandang rendah yang berjenggot tipis atau bahkan tidak berjenggot. Yang tidak berjenggot pun juga tidak sepantasnya memandang sebelah mata kepada yang berjenggot lebat. Kita juga tidak perlu saling memelototi ujung celana hanya untuk memastikan cingkrang tidaknya celana saudara kita, apalagi sesama warga Muhammadiyah.

Toleransi, ukhuwah Islamiyah, saling mengerti dan memahami harus kita junjung tinggi jika dalam hal-hal yang masih terdapat perbedaan juga di kalangan ulama. Pada hal-hal yang furu’, kita tidak perlu saling berkeras hati dan merasa paling benar sendiri. Karena seberapapun benar kita, masih ada kemungkinan ternyata orang lain yang benar, atau bahkan justru keduanya sama-sama benar. Namun jika perbedaan itu terjadi pada masalah prinsip dalam aqidah, maka ketegasan harus kita pegang dengan erat tanpa ragu. Wallahu a’lam

*) Tulisan ini telah dimuat pada Majalah Tabligh edisi Desember 2018
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Kokam dan Toleransi yang Dirindukan Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu