DR. H. Haedar Nashir, M.Si
Ketua Umum PP Muhammadiyah
INDONESIA lahir di pentas sejarah melalui jalan panjang sarat dinamika. Hatta untuk sebuah nama, INDONESIA lahir dalam pilihan yang tidak mudah. Ketika James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl tahun 1847 dan 1850 yang silam lebih memilih "Melayunesia" ketimbang "Indunesia" untuk nama sebuah wilayah yang terbentang luas antara benua Australia dan Indocina, kemudian Adolf Bastian seorang etnolog pada Universitas Berlin tahun 1884 justru lebih memilih dan kemudian mempopulerkan nama INDONESIA; kisah sejarah itu merupakan titik awal kehadiran Indonesia tidak hanya sebatas nama tetapi juga identitas diri. Satu abad kemudian, tatkala para pejuang kemerdekaan di era kebangkitan nasional berketatapan hati memilih hanya INDONESIA di antara nama-nama Nusantara, Dwipantara, Swarnadwipa, Insulinda, dan Melayunesia; proses itu merupakan keputusan dan takdir sejarah untuk sebuah nama INDONESIA yang di dalamnya terkandung jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur akan hadirnya sebuah bangsa dan negara yang besar.
INDONESIA itu sungguh anugerah Allah yang patut disyukuri oleh seluruh anak negeri. Gugusan kepulauan nan luas, indah, dan kayaraya ini telah memikat hati seorang Eduard Douwes Dekker atau Multatuli hingga menjulukinya sebagai Zamrut di Khatulistiwa. Dalam titik sejarah yang kritis dan di atas perjuangan ratusan tahun para mujahid bangsa yang berkorban dengan segenap jwa-raga, INDONESIA akhirnya bebas dari cengkreman penjajah dan hadir sebagai negara merdeka sebagaimana ungkapan syukur para pendiri bangsa: "Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.".
Dalam konteks perjuangan kebangsaan, INDONESIA adalah sebuah identitas dan energi politik perlawanan terhadap kaum penjajah yang nista. Ketika Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan Mohammad Hatta berjuang di negeri Belanda dengan membawa nama Indonesia. Sementara di dalam negeri hadir sosok-sosok dr Soetomo, dr Wahidin Soedirohoesodo, HOS Tjokroaminoto, Ahmad Dahlan, Agus Salim, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, Sutardjo Kartohadikusumo, Soekarno, Muhammad Hatta, dan seluruh anak bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Semua arus pergerakan itu hadir untuk dan atasnama INDONESIA yang bercita-cita untuk menjadi bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, yang dalam referensi kaum Muslimin menjadi negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Indonesia adalah identitas sebuah bangsa yang majemuk, yang dalam kepusparagamannya telah membentuk diri menjadi satu: Bhineka Tunggal Ika. Putra-putri generasi bangsa ketika behimpun dalam Sumpah Pemuda 1928 dengan penuh gelora telah menjadikan Indonesia sebagai titik temu untuk "Bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu" yakni Indonesia. Puncaknya pada 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atasnama seluruh rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, yang dikuti dengan penetapakan Konstitusi Dasar UUD 1945 yang di dalamnya terkandung Pancasila sebagai fondasi dasar dan utama kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di tengah kemajemukan yang terus berproses membentuk diri sebagai bangsa yang toleran, damai, dan dewasa itu komitmen dan peran umat Islam sebagai mayoritas sungguh besar, yang oleh antropolog Kontjaraningrat dan sejarawan Sartono Kartodirdjo disebut sebagai kekuatan perekat integrasi bangsa.
Dalam proses pembentukan Indonesia yang tidak sekali jadi itu kehadiran Muhammadyah dan para tokohnya sungguh besar dan bermakna. KH Ahmad Dahlan, Nyai Walidah Dahlan, KH Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Kahar Muzakkir, Panglima Besar Sudirman, Ir Juanda, Dr. Soetomo, dan lain-lain bersama para pendiri dan pejuang negeri yang lainnya sungguh telah memberikan goresan tinta emas bagi kebangkitan dan kemajuan Indonesia. Ir Soekarno, sebagai tokoh penting pergerakan kemerdekaan yang juga menjadi anggota dan pernah menjadi pengurus Muhammadiyah sejak tahun 1933, merupakan bagian dari denyut nadi perjuangan Muhammadiyah membentuk dan membangun Indonesia yang bergelorakan kemajuan. Bahkan reformasi 1998 pun tidak lepas dari kepeloporan tokoh dan kiprah Muhammadiyah bersama seluruh komponen bangsa. Maka merupakan suatu sikap yang konsisten jika pada Muktamar ke-47 di Makassar yang lalu Muhammadiyah mengeluarkan dokumen resmi tentang Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi wa Syahadah sebagai kado istimewa untuk Indonesia Berkemajuan.
Karenanya, jika hari Muhammadiyah menggelar Konvensi Nasional Indonesi a Berkemajuan, maka sesungguhnya acara ini mengandung spirit perjuangan membangun Indonesia sebagai matarantai sejarah pergumulan yang panjang dan berkesinambungan itu. Konvensi ini bukanlah ajang beretorika, karena Muhammadiyah dalam sejarah pergerakannya jauh lebih suka berpikir dan bekerja, sehingga forum nasional lintas ini kami hadirkan untuk membangkitkan kembali etos perjuangan menjadikan INDONESIA sebagai negara dan bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat.
Kami ingin mengajak dan memberi contoh bersama seluruh komponen bangsa agar bangsa Indonesia berani menghadapi masalah serta dengan cara-cara cerdas dan bekerja keras mampu menyelesaikan masalah demi masalah tanpa meratapi dan membesar-besarkannya. Melalui Konvensi ini kami ingin membangun persepsi dan alam pikir positif konstruktif sekaligus sebuah optimisme baru, bahwa bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang memiliki keyakinan dan karakter kuat untuk maju, berpikir dan bekerja produktif, berfikir rasional dan objektif, dan memiliki visi masa depan yang jelas. Bangsa yang juga memiliki mentalitas kuat dengan sifat-sifat utama seperti jujur, amanah, terpercaya,disiplin, tanggungjawab, mandiri, kuat pendirian, toleran, harmoni, suka bekerjasama, peduli sesama, dan mentalitas terpuji lainnya. Sebaliknya menjauhi sikap manja, malas, curang, ajimumpung, korup, menerabas, dan sifat-sifat menyimpang lainnya yang dapat merugikan diri sendiri dan kehidupan bersama. Dari Konvensi ini diharapkan hadir pikiran-pikiran cerdas, peoduktif, inspiratif, dan membumi sebagai jalan perubahan membangun daya saing bangsa.
Muhammadiyah selama satu abad terus mencoba melakukan yang terbaik untuk pencerahan bangsa, sebagai wujud menghadirkan Islam Berkemajuan yang menyebarkan misi rahmatan lil'alamin melalui amaliah nyata, bukan kata-kata dan retorika. Muhammadiyah melalui berbagai amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat yang tersebar luas di sluruh tamah air hingga ke pulau dan daerah terluar, terdepan, dan terjauh tidak lain sebagai wujud pengkhidmatan untuk kemajuan bangsa. Dengan semboyan "Sedikit Bicara Banyak Bekerja", "Ilmu Amaliah Amal Ilmiah", dan "Siapa Menanam Mengetam", maka kami khidmatkan pikiran-pikiran produktif dan amal usaha amal usaha Muhammadiyah ini untuk INDONESIA BERKEMAJUAN.
Karenanya kami mohon kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Haji Joko Widodo, untuk membuka secara resmi dan memberikan amanat pada Konvensi Nasional Indonesi Berkemajuan di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang menjadi tempat penyelenggaraan Konvensi ini. Semoga melalui Konvensi ini kami makin memperluas area pergerakan dan bersinergi dengan pemerintah dan seluruh komponen bangsa demi kemajuan bangsa di segala bidang kehidupan.
Akhirnya, kepada semua pihak yang membantu Konvensi ini dan juga kepada para narasumber kami haturkan terimakasih. Kepada para peserta kami ucapkan selamat berkonvensi. Semoga Allah melimpahkan ridla dan karunia-Nya. Nasrun min Allah wa Fathun Qarib.
Yogyakarta, 23 Mei 2016
*) Pidato Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan yang dimuat dalam situs resmi Muhammadiyah
0 komentar:
Posting Komentar