Orangtua memang sebisa mungkin harus menciptakan suasana rumah menjadi hunian keluarga yang nyaman bagi para penghuni. Meskipun tidak harus rumah yang mentereng, megah ukurannya tetapi kering keharmonisan, atau yang bergelimang harta dengan perabotan berharga selangit dan semunya impor dari luar negeri. Tidak. Tetapi rumah yang benar-benar menjadi surga bagi setiap yang masuk di dalamnya. Itulah semangat yang harus digelorakan setiap orangtua untuk menjadikan rumah benar-benar sebagai madrasah (sekolah) bagi anak-anak.
Peran ideal orangtua harus 100 persen. Artinya kalau dibagi dari 100 persen menjadi 50 persen di sekolah, atau 50 persen ke yang lain yang bermanfaat itu hanya wilayah waktu. Sedangkan wilayah otoritas, pantauan, dan kewajiban orangtua mengurus harus penuh 100 persen. ”Anak-anak cetakannya harus dari rumah, tetapi untuk mewarnainya, anak juga harus ada peran lingkungan, teman, termasuk sekolah dengan otoritas orangtua,” ucap Pakar Pendidikan Anak Muslim Ust. H. Charis Bangun Samodra pada Pengajian Walimurid SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya di Aula Millennium Building, Selasa (15 Maret 2016).
Peran penuh orang tua tidak berhenti di situ. Karena yang paling perlu dikuatkan dalam peran orangtua, sambung Ust. Bangun -sapaan Karibnya- adalah tauhid dan akhlaq. Sebagaimana yang telah diteladani Rasulullah SAW. Dikatakan dalam seminar yang mengusung tema "Melindungi anak dan Keluarga dari Pengaruh LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)", Nabi Muhammad SAW membawa Islam menjadi sukses pada mulanya karena menenamkan ketauhidan dan akhlaqulkarimah pada kaumnya, jauh sebelum ada syariat sholat-puasa dan khomer di larang. ”Jadi, mari tanamkan akhlaq mulia di qolbu anak-anak kita sejak dini,” kata suami Indah Setyowatiningsih itu.
Keteladanan orangtua tidak dipengaruhi faktor tidak penting seperti dalam perspektif jenjang pendidikan orangtua. Orangtua boleh hanya berpendidikan SD atau bahkan tidak lulus SD. Tetapi keteladanan beribadah harus nomor satu. Orangtua memperlihatkan bagaimana shalat yang sesuai tuntunan Rasulullah, bacaannya fasih, tepat waktu saat mengerjakan shalat, dan lain sebaginya. Ust. Bangun dalam keluarganya dan menyarankan pada setiap orangtua untuk memperlihatkan bagaimana orangtua memberi contoh perbuatan baik di dalam keluarga. Shalatnya tepat waktu, puasanya, zakatnya ditunjukkan pada anak. ”Anak diberi uang untuk diinfaqkan di masjid setiap Shalat Subuh, di Shalat Jum’at dan lain sebagimanya,” terang pria kelahiran Surabaya, 18 Desmber 1965 itu.
Dalam keluarga yang pada umumnya terdiri dari ayah, ibu, anak, dan barangkali ada pembantu atau kerabat itu memiliki aturan tidak tertulis untuk menata-atur kehidupan keluarga. Setiap keluarga memiliki peraturan yang tidak sama. Keluarga A punya turan ini, keluarga B punya aturan itu, dan seterusnya. Aturan keluarga yang meskipun tidak tertulis biasanya telah disepakati oleh komponen keluarga. Dan yang melanggar, akan merasa bersalah yang hingga tidak bisa tidur dengan nyenyak.
“Saya tidak memberi hadiah semata-mata. Tidak. Kami tidak pernah memuji. Kami hanya menghibur anak-anak dengan mendoakan mereka. Karena memuji hanya untuk Allah. Suatu misal mendapat prestasi di sekolah, mereka saya doakan agar selanjutnya diberi keberkahan dan kemudahan segala urusannya. Kalau hukuman diberikan dengan cara yang mendidik tanpa kontak fisik atau dengan pukulan. Tapi kami beri penawaran, sharing dulu, uang jajan dikurangi, penggunaan HP sementara disita, begitu,” pungkas Ust. Bangun. [Mulyanto]
0 komentar:
Posting Komentar