728x90 AdSpace

Latest News
Jumat, 18 September 2015

Peran AMM Ditengah Modernisasi




Oleh: AHMAD NASRI
Generasi muda merupakan fase pertumbuhan yang unik dalam sebuah kehidupan. Secara ciri fisik, pemuda bisa didefinisikan sebagai pria/wanita gagah, tegap, fisik prima, semangat tinggi (menggebu-gebu), umur sekitar 19-35 tahun, punya rasa ingin tahu yang tinggi, namun belum berpengalaman yang cukup (Tetra Azkia Mumtaz : 2012).
Karenanya, pemuda  adalah suatu umur yang memiliki kehebatan sendiri, menurut Dr. Yusuf Qardhawi, ibarat matahari maka usia pemuda ibarat jam 12 ketika matahari bersinar paling terang dan paling panas. Karena pada masa inilah manusia mengalami banyak perubahan dalam hidupnya. Pada tahap ini pula biasanya manusia menghadapi masa-masa yang labil dalam menjalani hidup.
Sudah menjadi wacana umum, bahwa dekadensi moral yang terjadi pada generasi muda telah mencapai titik sangat mengkhawatirkan. Terjadinya pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan oleh para muda-mudi merupakan masalah terpenting bangsa ini dalam rangka perbaikan sumber daya manusianya. Karena ketika sebuah etika sosial masyarakat tidak diindahkan lagi oleh kaum muda, maka laju lokomotif perbaikan bangsa dan negara akan mengalami hambatan.
Keunikan yang kemudian muncul adalah, bahwa saat banyak manusia labil yang mencari jalan keluar, ada orang-orang pilihan yang telah menemukan jalan hidupnya dengan bergabung pada organisasi atau pergerakan kepemudaan. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah ada banyak alternatif gerakan muda yang terdiri dari Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (GKHW) dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah (TSPM). Organisasi otonom bersegmen muda tersebut biasa disebut dengan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM).
Ya, ternyata AMM adalah salah satu pilihan utama bagi generasi muda bangsa ini untuk keluar dari kelabilan. Nama Muhammadiyah di belakang nama berbagai organisasi kepemudaan tersebut memang seharusnya mampu menggerakkan para aktivisnya keluar dari jalan pemuda pada umumnya yang jauh dari nilai-nilai Islam. Dari aqidah yang rusak kepada tauhid yang hanif. Dari budaya-budaya hedonis kepada budaya Islami walaupun harus tetap kreatif.
Menurut Tetra Azkia Mumtaz (2012), diantara fungsi dari organisasi kepemudaan Islam adalah sebagai berikut: Membantu/mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam lingkungan dan kehidupannya; Sebagai pendukung proses sosialisasi yang berjalan di sebuah lingkungan bermasyrakat; Dan yang paling utama merupakan tempat/wadah aspirasi dari sekelompok individu yang berbeda beda dalam meneguhkan ajaran keislamannya.
Sebagai gerakan yang universal bidang garapnya, AMM melalui berbagai elemennya memang perlu merumuskan secara konkrit langkah perjuangannya. Ia harus menyadari bahwa zaman semakin melaju dan tidak akan pernah berhenti walau sejenak. Sebagai organisasi yang sudah banyak makan asam garam perjuangan, gerakan ini seharusnya dapat melihat kebelakang tentang apa yang telah dikerjakan. Bukan dalam rangka sekedar bernostalgia atau berkubang dalam romantisme masa lalu saja, namun lebih pada penilaian, penyaringan, pemilihan dan pemilahan. Tentunya ada banyak hal yang dapat kita teladani dari para pendahulu kita. Dan bukan tidak mungkin apa yang telah diperjuangkan dan dilakukan oleh meraka dapat kita pakai saat ini meskipun dengan ‘bahasa’ yang berbeda.
Menghadapi tantangan masa depan yang semakin komplek dan tak pernah berkesudahan, ada kaidah menarik yang dapat kita ambil dari para pejuang Islam terdahulu untuk kita ambil pelajaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Q.S At Taubah ayat 100 sebagai berikut: “Orang-orang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada meraka dan mereka pun ridho kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi meraka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Mari kita cermati juga sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis berikut ini: “Sebaik-baik manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (sahabat), semudian sesudahnya (tabi’in), kemudian sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari latarbelakang yang diambil dari ayat dan hadis tersebut, tulisan ini sengaja mengupas dan memberikan alternatif gerakan AMM, baik dibidang keislaman, sosial, politik, maupun kebudayaan dengan menitikberatkan nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah didalamnya.
Pertama, AMM sebagai gerakan Islam. Saat kita membicarakan tentang gerakan Islam dalam gerakan AMM, kita tidak boleh melupakan Muhammadiyah sebagai gerakan induknya. Karena jika AMM ingin mencapai kejayaan dan menyongsong tantangan zaman yang selalu akan muncul, maka kita harus melihat apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita juga. Muhammadiyah dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan rahimahullah sebagai hasil konkrit dari pendalaman beliau terhadap Al-Qur’an. Faktor inilah yang seharusnya diteladani oleh ortom-ortom muda persyarikatan yang tergabung dalam AMM. Karena faktor inilah yang sebenarnya menjadi faktor utama pendorong berdirinya Muhammadiyah. Sedangkan faktor lain hanya sebagai penunjang saja.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah yang diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an, AMM sebagai gerakan dakwah muda dibawah Muhammadiyah seharusnya tidak ada motif lain kecuali semata untuk merealisasikan prinsip ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunnah Al Maqbulah dengan pemahaman para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Namun demikian, sebelum generasi muda dalam AMM mengamalkan prinsip-prinsip Al-Qur’an dalam gerakannya, sudah menjadi konsekuensi logis bahwa gerakan ini harus mendalami nilai-nilai ajaran Islam itu dengan mengkajinya secara intensif. Karena hal ini sesuai dengan prinsip “Al‘ilmu qobla kalam wa ‘amal”, ketahui dulu ilmunya sebelum berkata dan berbuat. Setelah Islam dikaji, tentu tidak berhenti sampai disini, akan tetapi sebagai gerakan Islam, AMM melalui para aktivisnya tentu harus membumikan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya dengan prinsip islam sebagai rahmat, bukan sebagai laknat bagi alam semesta. Sehingga para aktivisnya benar-benar dapat dibedakan kualitas ke-Islamannya dengan gerakan kepemudaan yang lain. Para aktivis AMM harus bisa bergerak ditengah, yakni ‘tegas dalam bersikap, namun santun dalam bertindak’.
Kedua, AMM sebagai gerakan sosial kemasyarakatan. Sebagai gerakan sosial, gerakan ini mempunyai tugas utama yaitu kritis terhadap realitas sosial yang ada. Realitas sosial yang sering kali cenderung tidak memihak kepada masyarakat kalangan bawah dan rakyat jelata. AMM harus gigih memperjuangkan hak-hak masyarakat dan umat yang terabaikan. Menurut K.H. AR. Fakhruddin (2005) kalau mungkin timbul masyarakat yang kacau balau, kocar-kacir, tindas-menindas, peras-memeras, masing-masing sewenang-wenang. Bukan hal yang mustahil kalau kita menginginkan adanya masyarakat sejahtera, aman, damai, dan makmur. Itulah yang harus diperjuangkan oleh AMM sebagai gerakan sosial tanpa harus melepaskan diri dari hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh setan dan hawa nafsu.
Ketiga, AMM sebagai gerakan politik kerakyatan. Sebagai gerakan politik disini gerakan ini harus bisa menempatkan posisinya dengan baik. Bukan untuk terlibat dalam politik kekuasaan yang pragmatis namun tetap harus punya posisi strategis dalam berjuang dan bergerak bersama rakyat. Generasi muda adalah bagian tak terpisahkan dari komponen rakyat dalam sebuah Negara. Namun, pemuda seringkali terpinggirkan, termarginalkan dan dianaktirikan oleh para pengambil kebijakan. Persoalan anggaran pendidikan maupun penyediaan lapangan kerja yang tidak maksimal adalah salah satu bukti konkrit yang tidak dapat disangkal, bahwa generasi muda masih menempati posisi dibawah dalam pandangan penguasa kita.
Disinilah dibutuhkan peran strategis yang harus diperankan gerakan ini. Generasi muda yang selama ini masih menjadi pihak yang terdholimi harus diselamatkan. Yang selama ini dijadikan sebagai objek harus diangkat dan disejajarkan posisinya dengan subjek hukum lainnya. AMM sebagai salah satu elemen kepemudaan perlu memunculkan peran politik yang selama ini terkurung dan terpenjara. Disini kita harus menjadi organisasi yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat utamanya generasi muda. Disamping itu, kiranya gerakan ini perlu memotivasi para generasi muda agar berani mengeluarkan pendapatnya dan melibatkan para pemuda untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang belum terpenuhi.
Mengadaptasi dari DR. H. Haedar Nashir, M.Si (2007), ada satu hal penting yang juga perlu disampaikan yaitu, “Bahwa AMM merupakan gerakan Islam independen dan memiliki rumah sendiri yang tidak dapat dimasuki gerakan lain siapapun gerakan itu. Jadi sudah selayaknya independensi seperti itu dihargai oleh siapapun, lebih-lebih oleh sesama gerakan Islam.”
Artinya bahwa ortom-ortom yang tergabung dalam AMM, sebagaimana organisasi induknya Muhammadiyah tidak berhubungan dengan organisasi politik manapun secara hirarki, walau secara demokratis AMM juga harus membebaskan para aktivisnya untuk menaiki kendaraan politik manapun. AMM tidak kemana-mana, tetapi ada dimana-mana. Dengan catatan mereka tidak menyamakan, menghimpitkan, apalagi simpatis mendukung paham organisasi politiknya kedalam gerakan dan pergerakan AMM sehingga terjadi saling tumpang tindih dalam loyalitas.
Keempat, AMM sebagai gerakan kebudayaan. Pada tataran budaya, gerakan ini dituntut untuk mentradisikan budaya kritis yang membebaskan dengan tetap terbingkai dengan nilai-nilai tauhid. AMM harus mampu meghapus budaya konsumtif, hedonis dan ekspresi-ekspresi destruktif kebanyakan pemuda. Dalam sisi ini, gerakan ini harus memelopori penghapusan semboyan As Sukuutu kadz dzahab (diam itu laksana emas) dan menggantinya dengan semboyan Qulil haqqo walau kaana murron (katakanlah kebenaran meskipun pahit akibatnya). Gerakan ini sudah saatnya untuk membangun dan mengembangkan seni dan budaya yang membebaskan dan mempunyai semangat perlawanan terhadap kezaliman dan ketidakadilan. Karena sesungguhnya nilai-nilai seni yang membebaskan tersebut sejalan dengan perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keluarkan apa saja yang ada di dalam pikiran agar dapat diketahui dan sedapat mungkin bisa berpengaruh bagi semuanya. Hal itu diantaranya dapat berupa karya sastra seperti puisi, cerpen, novel, maupun musik dan film. Wallahu a’lam

Referensi:
1.    Drs. H. Musthafa Kamal Pasha, B. Ed dan Drs. H. Ahmad Adabu Darban, SU. 2005. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta. Citra Karsa Mandiri.
2.    Mas Mulyadi dan Ridho Al Hamdi (ed.). 2005. Tanfidz Muktamar XV. Yogyakarta. PP IRM
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Peran AMM Ditengah Modernisasi Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu