728x90 AdSpace

Latest News
Selasa, 15 September 2015

Mendoakan Si Mayit Ataukah Kirim Bacaan Al-Quran?

 

Oleh: FADH AHMAD ARIFAN
Pendidik di MTs-Madrasah Aliyah Muhammadiyah 2 Kota Malang

Program “Berita Islam Masa Kini” (Beriman) yang tayang di Trans TV menuai perdebatan. Pasalnya dua pembawa acara program tersebut menyatakan bacaan al-Fatihah untuk orang mati adalah perbuatan bid’ah. Orang Muhammadiyah, Persis, Perhimpunan Al-Irsyad, Hidayatullah dan Wahdah Islamiyah tak mempersoalkan pandangan seperti itu. Akan tetapi warga Nahdliyin lah yang tidak terima dengan pernyataan sang pembawa acara. Karena hal itu mengusik tradisi keagamaan mereka yang diwariskan turun temurun.
Seperti yang saya duga, sang pembawa acara langsung mendapat cap “wahabi” dari pihak-pihak yang terusik tradisi keagamaannya. Meski dicap wahabi, sang pembawa acara lewat akun twitternya sudah mengucapkan maaf kepada pihak-pihak yang merasa terusik tadi.
Peristiwa yang menimpa pembawa acara program “Beriman” itu membangkitkan ingatan saya ketika kecil. “Sampean sudah kirim al-Fatihah buat Mas Arifin?” Pertanyaan ini ku tujukan ke Ayah setelah pulang dari MI Attaroqie. Fadh Ahmad Arifin adalah saudara kembar saya yang wafat ketika masih bayi. Dulu, guru mata pelajaran fiqh saya, Pak Syafei menyuruh tiap murid supaya kirim al-Fatihah buat keluarga yang telah wafat. “Allahumma firlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu… begitulah doanya.” kata ayah.
Menarik sekali jawaban ayah saya, padahal beliau seorang warga Nahdliyin. Mengapa tidak melakukan hal yang sama dilakukan warga Nahdliyin di kampung Kotalama. Cukup kirim al-Fatihah, selesai sudah perkara. Apakah berdoa dan membacakan al-Qur’an bagi orang yang sudah mati adalah dua hal berbeda?
Sesuai judul artikel ini, saya mencoba memaparkan pendapat Buya Hamka, Quraish Shihab dan ulama/cendekiawan di Dewan Syariah Pusat PKS. Saya memilih 3 hal tadi karena masing-masing punya pengaruh dan pengikut yang tersebar di perkotaan. Mudah-mudahan artikel ini bisa memberi pencerahan kepada para pembaca.
Buya Hamka berpendapat doa untuk orang yang mati itu ada aturannya. Contoh kecilnya saat kita shalat jenazah, otomatis kita mintakan ampun kepada si mayit. Kemudian kalau kita ziarah kubur, disunnahkan mengucap salam kepada orang-orang yang beriman di area pemakaman yang kita kunjungi. Kata Hamka, di Surah Ibrahim ayat 41 diterangkan bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada orang tuanya dan orang-orang beriman di hari kiamat nanti.
Masih kata Hamka, “Perselisihan hanyalah tentang menghadiahkan pahala. Dibiasakan orang baca al-Fatihah itu. Sampaikah hadiah itu atau tidak? Soalnya bukanlah sampai atau tidak, yang menjadi soal sekarang ini ialah, adakah Nabi berbuat semacam itu atau tidak. Kalau tidak ada niscaya kita telah menambah-nambah.” (Hamka membahas soal-soal Islam, Pustaka Panjimas, 1983, hal 84-86). Pendapat Muhammadiyah melalui Majelis Tarjihnya juga sama dengan Hamka.
Selanjutnya para pembaca simak bagaimana pendapat Quraish Shihab. “Berdoa untuk kaum muslimin yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Baca al-Quran juga merupakan ibadah yang dianjurkan.” Kata Quraish. Hanya saja, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang bermanfaat tidaknya bacaan itu bagi orang yang sudah mati. Quraish Shihab mengutip pendapat Mazhab Syafi’i yang menilai pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang sudah mati. Sedangkan Mazhab Hanbali dan Mazhab Hanafi menyatakan pahalanya dapat diterima oleh almarhum.
Menengahi 2 pendapat berbeda ini, Quraish mengutip Imam al-Qarafi, “Persoalan ini walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu hal itu benar-benar bisa diterima oleh orang yang sudah mati, karena yang demikian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita”. (M. Quraish Shihab, 2008, hal 267-268). Quraish Shihab sepertinya condong ke pendapatnya Imam al-Qarafi.
Bagaimana Pendapat Dewan Syariah Pusat PKS? Berdoa menghadiahkan pahala kepada orang mati merupakan persoalan yang tak terpisahkan dari hukum Tahlilan. Menurut Dewan Syariah PKS, ada 3 pandangan tentang hal ini: Pertama, tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil di surah an-Najm ayat 38-39. Kedua, bedakan antara ibadah badaniyah dan maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan haji sampai kepada mayit. Sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan al-Qur’an tidak sampai. Ketiga, doa dan Ibadah badaniyah dan maliyah bisa bermanfaat untuk mayit, berdasarkan surah al-Hasyr ayat 10, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…” (Fatwa-fatwa Dewan Syariah PKS, 2006, hal 50-52).

Saya memahami keputusan Dewan Syariah PKS yang memberikan 3 opsi pandangan terkait pahala untuk orang mati. Karena kultur keagamaan elit-elitnya maupun pemilih setianya berasal dari berbagai gerakan Islam. Ada dari Muhammadiyah, Persis, NU dan Persatuan Ummat Islam (PUI).
Sebelum menutup artikel ini, perlu dibedakan antara mendoakan orang mati dan membacakan al-Qur’an untuk mereka terutama dalam hal menghadiahkan pahala. Amalkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tentang mendoakan orang mati, daripada berdebat yang tak berkesudahan tentang sampai tidaknya bacaan al-Qur’an untuk si mayit. Wallahu a’lam
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Mendoakan Si Mayit Ataukah Kirim Bacaan Al-Quran? Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu