728x90 AdSpace

Latest News
Senin, 10 Agustus 2015

KH. Ahmad Azhar Basyir, ‘Santri NU’ Jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah


Pesantren Tebuireng kedatangan seorang santri yang hendak mengadu kepada KH. Hasyim Asy’ari, pada suatu hari di awal abad ke-20. Santri itu bernama Basyir, berasal dari Kauman, Yogyakarta. Santri Basyir mengadu perihal seorang tetangganya yang baru pulang dari Makkah, yang membuat odo-odo “aneh” sehingga memancing kontroversi diantara masyarakat di kampungnya.
“Siapa namanya?” tanya KH. Hasyim Asy’ari.
“Ahmad Dahlan,” jawab Basyir.
“Bagaimana ciri-cirinya?” tanya KH. Hasyim Asy’ari lagi.
Lalu, santri Basyir menggambarkan ciri-cirinya.
“Oh!  Itu Kang Darwis!” kata Hadlratusy Syaikh berseru gembira.
“Tidak apa-apa”, kata Hadlratusy Syaikh, “yang dia lakukan itu ndalan (ada dasarnya). Kamu jangan ikut-ikutan memusuhinya. Malah sebaiknya kamu bantu dia.”
Mengikuti nasehat kyainya, santri Basyir pun patuh. Ketika kemudian KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, Kyai Basyir adalah salah seorang tangan kanan utamanya. Demikian dikutip dariteronggosong.com.
***
Belakangan, salah seorang putera Kyai Basyir yang bernama Ahmad Azhar terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah menggantikan KH. AR Fahruddin, pada tahun 1990-1995. Namanya populer denganKH. Ahmad Azhar Basyir, MA. Mantan Menteri Agama Republik Indonesia H. Munawir Sadzali terkenal mengucapkan, bahwa di Muhammadiyah ada orang NU bernama Ahmad Azhar Basyir, seorang santri lulusan pesantren nahdliyin sekaligus putra dari murid KH. Hasyim Asy’ari.
Ulama-intelektual ini lahir di Yogyakarta, 21 November 1928. Masa kecilnya tumbuh dan dibesarkan di lingkungan masyarakat yang kuat berpegang pada nilai agama, yakni di Kauman. Ayahnya bernama HM Basyir dan ibunya Siti Djilalah. Pendidikan formalnya dimulai pada Sekolah Rendah Muhammadiyah di Suronatan, Yogyakarta. Setelah tamat pendidikan tingkat dasar tahun 1940, diapun nyantri di Madrasah Salafiyah Ponpes Salafiyah Tremas, Pacitan, Jawa Timur.
Setahun kemudian dia pindah ke Madrasah al-Fallah di Kauman hingga tahun 1944 kala menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertamanya. Pendidikan lanjutan kemudian ditempuhnya di Madrasah Mubalighin III (Tabligh School) Muhammadiyah Yogyakarta dan rampung selama dua tahun.
Pada zaman revolusi, Azhar Basyir bergabung dengan kesatuan TNI Hizbullah Batalion 36 di Yogyakarta. Seusai kemerdekaan, dia pun kembali ke bangku sekolah dan masuk ke Madrasah Menengah Tinggi Yogyakarta tahun 1949. Tamat tahun 1952, lantas meneruskan ke Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta.
Beberapa saat kemudian dia mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas Baghdad, Irak. Fakultas Adab Jurusan Sastra adalah bidang yang diambil. Dari sini dia melanjutkan studi ke Fakultas Dar al ‘Ulum Universitas Kairo serta belajar islamic studies sampai meraih gelar master berkat tesis Nizam al-Miras fi Indunisia, Bain al-‘Urf wa asy-Syari’ah al-Islamiyah (Sistem Warisan di Indonesia, antara Hukum Adat dan Hukum Islam).
Tak hanya di bidang keilmuan, di lapangan organisasi pun Ahmad Azhar aktif terlibat. Sejak duduk di sekolah menengah, dia telah bergiat di Majelis Tabligh Muhammadiyah. Karir berorganisasinya ini dimulai sebagai juru tulis yang tugasnya mengetik dan mengantar surat.
Lama kelamaan, karena kegigihan dan ditunjang kemampuan ilmu agamanya, Ahmad Azhar dipercaya menjadi ketua muda Pemuda Muhammadiyah ketika lembaga ini baru didirikan tahun 1954. Jabatan ini dikukuhkan pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Palembang tahun 1956. Namun tak lama jabatan tersebut mesti diserahterimakan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah berhubung dia harus kuliah di Baghdad dan Kairo.
Kembali ke Tanah Air, dia diangkat sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sembari mengajar, Ahmad Azhar aktif kembali di organisasi Muhammadiyah yang kali ini sudah di tingkat pimpinan pusat. Dia lantas berkecimpung di lembaga Majelis Tarjih Muhammadiyah (bidang penetapan hukum agama) dengan menjadi pimpinan dari tahun 1985-1990.
Tahun 1990 pula, pada Muktamar Muhammadiyah di Semarang, ulama ini diberi amanah untuk memimpin Muhammadiyah. Pada saat yang sama, dia duduk pada beberapa organisasi, antara lain sebagai salah seorang ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat masa bakti 1990-1995, anggota Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat Indonesia, serta anggota MPR-RI periode 1993-1998. Sementara di tingkat internasional ia menjadi anggota tetap Akademi Fikih Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Pada usia 65 tahun, tokoh kharismatik ini mulai memasuki masa pensiun dari kegiatan mengajar di Fakultas Filsafat UGM. Tetapi, dia tetap bertekad mengabdikan ilmunya dengan mengajar di Fakultas Hukum UGM, IAIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Di waktu senggangnya, Ahmad Azhar punya kegiatan lain yakni menulis buku. Beberapa karyanya antara lain Hukum Perkawinan Islam, Garis Besar Ekonomi Islam, Hukum Adat di Indonesia, Prospek Hukum Islam di Indonesia, dan masih banyak lagi. Di samping itu ada pula buku yang membahas persoalan akhlak dan bidang lainnya.
Saat memasuki musim haji tahun 1994, pemerintah menunjuknya selaku wakil amirulhaj Indonesia. Setelah dari Tanah Suci, dia kembali bekerja keras. Tak lama, tepatnya pada awal Juni 1994, ulama ini masuk rumah sakit karena komplikasi penyakit gula, radang usus dan jantung. Kondisinya kian memburuk. Dan pada tanggal 28 Juni 1994, KH Ahmad Azhar Basyir meninggal dunia. [Tim Muslimdaily]

Sumber:
http://www.gusdur.net/pemikiran/Detail/?id=26/hl=id/Muhammadiyah-NU_Perbedaankah_Atau_Perpecahan
http://teronggosong.com/2011/04/nu-azali/2/
http://dedifahradi.blogspot.com/2011/03/tokoh-tokoh-kemuhammadiyahan-kh.html
http://www.muhammadiyah.or.id/content-166-det-kha-azhar-basyir-ma.html
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: KH. Ahmad Azhar Basyir, ‘Santri NU’ Jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu