Oleh: Fadh Ahmad Arifan
Alumni Jurusan Studi Islam Pascasarjana UIN Malang
Alhamdulillah senin pagi, saya masih diberi kesempatan oleh Allah swt untuk mengikuti upacara memperingati HUT kemerdekaan Republik indonesia ke 70. Upacara kali ini merupakan wujud cinta dan kepeduliaan terhadap bangsa ini. Kebetulan saya ditunjuk oleh Kepala sekolah menjadi Pembina upacara. Menjadi Pembina upacara juga diharuskan memberikan pidato berupa refleksi singkat kepada jajaran guru dan murid-murid MTs-MA Muhammadiyah 2, kota Malang.
Usia 70 tahun untuk ukuran manusia sudah tergolong usia tua. Namun untuk ukuran sebuah bangsa, masih relatif muda. Kemerdekaan bangsa kita berkat rahmat Allah swt. Hal ini sudah termaktub dalam pembukaan UUD tahun 1945. Selain itu atas perjuangan para pahlawan. Yang namanya Pahlawan bukan hanya kalangan militer. Ada dari kalangan ulama, guru, dan petani yang turut berjuang membebaskan bangsa ini dari jerat penjajahan. Mereka punya semboyan, “Merdeka atau mati syahid”.
Ada pangeran Diponegoro yang ternyata seorang ulama dan Musyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiah. Dalam perang jawa, beliau dibantu Kyai Maja sebagai guru spiritual. Perang jawa menelan korban yang tidak sedikit, disebutkan 200 ribu jiwa rakyat yang wafat. Sosok Panglima besar jendral Sudirman ternyata seorang ustadz. Menariknya pak Sudirman pernah menjual perhiasan istrinya demi membiayai perang khususnya ransum untuk tentaranya. Kemudian KH hasyim asyari, ulama besar asal Tebuireng-jombang. Beliau penggagas Resolusi jihad. Bahkan kalau kita menonton film “Sang kyai”, di sana ada santri beliau yang berhasil menghabisi jendral AWS Malaby.
Kalau di kota Malang ini banyak pahlawan yang berjasa, nama-nama mereka diabadikan menjadi nama Jalan raya dan Tugu peringatan. Misalnya Kyai Tamin,dan Hamid rusdi. Hamid rusdi adalah pahlawan yang berasal dari Pagak, kabupaten Malang. Beliau pejuang 3 zaman, era belanda, jepang dan pra kemerdekaan. Hamid rusdi ternyata seorang guru agama, sehari harinya berkerja menjadi supir dan pernah jadi staf partai NU. Tolong jangan lupakan fakta sejarah ini.
Sekarang ini menjadi tugas generasi muda untuk mempertahankannya. Generasi sekarang bukanlah generasi pejuang (baca: angkat senjata) seperti Cut nyak dien, Teuku umar, Pangeran Antasari, Kapitan Pattimura maupun I gusti Ngurah Rai, bukan pula generasi perintis seperti HOS Cokroaminoto, bung Karno, bung Hatta, bung Tomo, Haji Agus salim, Dr M. Natsir, KH Wahid hasyim dll. Posisi kita ini sebagai generasi pembangun sekaligus mempertahankan keutuhan bangsa.
Tantangan kita dalam mempertahankan bangsa ini cukup berat, karena yang dihadapi bukan hanya pihak asing melainkan "bangsa kita sendiri". Contoh pejabat korup, mafia hukum, dan pengguna Narkoba. Terkait Narkoba saja, Mantan Menkumham, Patrialis akbar pernah menyatakan sekitar 50 persen dari 135.000 penghuni lembaga pemasyarakatan (LP) di Indonesia adalah pengguna narkoba.
Boleh jadi kita lepas dari penjajahan fisik, tapi belum tentu lepas dari penjajahan berbentuk pemikiran atau ideologi. Ambil contoh dibidang hukum kita belum bisa lepas dari produk hukum peninggalan kolonial Belanda. Di bidang budaya kita masih dirongrong budaya atau gaya hidup kebarat-baratan yang orientasinya 3F: Food, Fun dan Fashion. Dibidang ekonomi, kita belumlah berdikari. Masih mengandalkan utang luar negeri untuk menyokong APBN.
Di usia 70 tahun sudah banyak pencapaian yang dilalui bangsa kita. Dulu awal kemerdekaan, buta aksara masih tinggi. Sekitar 9 dari 10 orang mengalami buta aksara. Syukurlah untuk sekarang tersisa 5% dari jumlah total penduduk bangsa Indonesia. Dulu kita dilarang mengkritik kolonial maupun pemerintah berlatar belakang militer. Kini berubah drastis, kita boleh mengkritisi kebijakan pemerintah. Dalam bidang teknologi, kita boleh berbangga hati karena putra terbaik Bangsa yakni BJ habibie mampu membuat Pesawat CN 235. Selain itu ilmuwan-ilmuwan kita sudah mampu membuat pesawat tanpa awak, memanipulasi cuaca hingga membuat Panser dan kapal perang.
Tidak dapat dipungkiri kondisi bangsa sedang diambang krisis moneter. Ekonomi lesu dan baru baru ini terjadi gelombang PHK. Yang bisa kita lakukan sebagai orang yang bukan pelaku moneter adalah berdoa semoga bangsa ini dilepaskan dari krisis. Jangan apatis terhadap kondisi bangsa ini, mari kita optimis saja. Agar bangsa ini tetap eksis kedepannya, jadilah generasi muda yang lebih baik dari saya. Jadilah orang baik yang bisa memperbaiki orang lain. Kalau perlu jadilah Sang Pencerah seperti KH Ahmad Dahlan.
Bangsa ini tidak butuh generasi muda yang bisanya mencaci maki “kegelapan” tapi enggan menyalakan lilin atau lentera (baca: harapan & aksi). Demikian refleksi saya dalam HUT kemerdekaan Republik Indonesia ke 70. Mudah mudahan bermanfaat bagi anda semua. Wallahu’allam bishowwab
0 komentar:
Posting Komentar