Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah 2010-2015,
Pengajar Pascasarjana Fisika ITS Surabaya
Ramadlan  merupakan bulan istimewa bagi umat islam, selama bulan ini muslim  dewasa diwajibkan puasa (QS 2: 183) kecuali mereka yang berhalangan  sakit atau bepergian boleh tidak berpusa tetapi wajib mengganti di hari  lain (QS 2:185). Misi puasa Ramadlan adalah meningkatnya kualitas taqwa  (QS 2:183), dan taqwa merupakan barometer sukses hakiki muslim (QS  49:13). Singkat kata, Ramadlan adalah bulan istimewa dengan misi yang  juga istimewa.
Salah  satu keistimewaan bulan Ramadlan adalah di bulan ini diturunkan  al-Qur’an (QS 2:185) sebagai kitab suci pegangan utama umat islam.  Bahkan bukan hanya al-Qur’an, suhuf atau lembaran-lembaran kitab  Taurat, Zabur dan Injil, sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir di dalam  tafsirnya juga diturunkan di bulan suci Ramadlan. Bedanya, jika ketiga  kitab suci diturunkan sekaligus kepada kepada masing-masing nabi yang  bersangkutan, sedangkan al-Qur’an diturunkan sekaligus dari Baitul  ’Izzah ke langit dunia di malam Lailatul Qadar. 
Al-Quran  adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya (QS 2: 2), berfungsi  sebagai petunjuk, penjelasan dari petunjuk tersebut, dan pembeda yang  hak dan bathil (QS 2: 185). Bulan suci Ramadlan seharusnya dijadikan  momen bagi penumbuhan rasa cinta pada al-Qur’an. Seseorang dapat  menyintai sesuatu jika sesuatu tersebut mempunyai daya tarik dan  dikenali dengan baik. Al-Qur’an akan dicintai jika sisi-sisi menarik  al-Qur’an ditampilkan. Kenyataan al-Qur’an dalam bahasa Arab  meniscayakan orang memahami bahasa Arab untuk memahami dan akhirnya  dapat menyintainya.
Bahasa Arab
Salah satu hal yang menarik adalah redaksi yang digunakan al-Quran tentang piranti utama manusia, akal. Al-Quran menyebut aql sebanyak 49 kali dengan 48 kata dalam bentuk kata kerja sedang/akan atau imperfektum  fi’il mudhori’ dan satu kata kerja lampau fiil madhi.  Tepatnya, ya’qiluun يعقلون  22 kali, ta’qiluun تعقلون  24 kali dan na’qilu, نعقل, ya’qilu    يعقل ,  ’aqaluu  عقلوا   masing-masing  satu kali. Masing-masing pola mempunyai karakeristik pesan tersendiri.  Pesan implisit dari pemilihan kata akal dalam bentuk fi’il mudhori’ ini adalah akal bukanlah benda mati melainkan kegiatan berfikir yang dinamis progresif, bukan masa lalu dan stagnan. 
Sisi  menarik lainnya adalah rincian dari 49 kata akal tersebut. Ketika kita  membaca al-Qur’an maka dapat kita bayangkan al-Qur’an sebagai pihak  pertama dan kita sebagai pembacanya sebagai pihak kedua. Ketika kita  berdialog dengan al-Qur’an, sesekali al-Qur’an bercerita tentang pihak  ketiga. 
Al-Qur’an berdialog langsung dengan pembacanya dalam pola redaksi ta’qiluun. Pola ini muncul dalam pertanyaan negatif afalaa ta’qiluun أفَلا تَعْقِلوُنَ sebanyak 13 plus 1 ayat, harapan dan dorongan agar berfikir la’allakum ta’qiluun  لَعلكم تعقلون  8 kali dan kondisional inkuntum ta’qiluun إن كنتم تعقلون 2 kali. Ta’qiluun adalah fi’il mudhari’ untuk pihak kedua kalian (banyak). 
Al-Quran memberi dua pesan khas kepada setiap mitranya melalui redaksional ta’qiluun,  yakni pesan moralitas dan urgensi bahasa Arab. Kita sebagai mitra  berdialog diingatkan bahwa manusia sering lalai, mementingkan hal remeh  dan mengabaikan hal utama. Al-Quran pun mengingatkan, hidup di dunia  hanyalah main-main dan senda gurau. Dunia dan isinya bisa hadir dengan  cepat tetapi juga bisa lenyap dalam sekejap,  dunia  bukan akhir perjalanan manusia, melainkan akhirat yang kekal itu.  Al-Quran juga menyampaikan bahwa kitab yang berisi peringatan dan  petunjuk bagaimana manusia mencapai kemuliaan telah diturunkan. 
Pola lain komunikasi al-Quran dengan pembacanya adalah pola narasi, pola bertutur dan kemudian mendorong untuk berfikir, la’allakum ta’qiluun.  Al-Quran mengisahkan peristiwa-peristiwa luar biasa seperti  menghidupkan orang mati agar manusia berfikir tentang kekuatan utama  yakni Allah swt. Al-Quran menjelaskan etika di dalam keluarga, bagaimana  berhadapan dengan orang tua maupun anak-anak maupun orang buta. Tugas  kekhalifahan manusia di Bumi menjadi tidak bermakna dan absurd jika  manusia tidak memperoleh penjelasan tentang apa tugas yang harus  dilakukan dan apa yang harus dihindari. 
Selain  pesan moral dan etis, pesan yang khusus al-Quran yang perlu kita  perhatikan dengan lebih serius adalah bahasa Arab yang digunakan  al-Qur’an untuk berkomunikasi dengan kita (QS 12:2; 43:3). Kita diminta  untuk berfikir dan memahami seluk beluk bahasa Arab sebagai bahasa  al-Quran.
Merenungkan Alam
Al-Quran menggunakan pola ungkapan ya’qiluun untuk bercerita pihak ketiga. Pola ini muncul dalam cerita positip 10 kali dengan rincian ya’qiluun dan quluubun ya’qiluun قلوب يعقلون masing-masing satu kali serta qaumun ya’qiluun  قوم يعقلون 8 kali. Cerita negatip laa ya’qiluun لايعقلون muncul 12 kali dengan 5 istilah berbeda yaitu hum laa ya’qiluun,  هم لا يعقلون 5 kali, alladzina laa ya’qiluun,    الذين لا يعقلون  3 kali, qaumun laa ya’qiluun,  قوم لا يعقلون 2 kali, kanuu laa ya’qilunn  كانولايعقلون satu kali dan bertanya negatip  afalaa ya’qiluun  افلا يعقلون satu kali. 
Al-Qur’an  bercerita sejarah nenek moyang yang jahil agar manusia dapat belajar  dari pengalaman mereka. Orang jahil ini berperilaku kurang etis,  diumpamakan dengan hewan yang tidak mendengar pengajaran,  suka membuat kedustaan. Mereka kadang mendengar bahkan dapat berbicara yang baik tetapi tidak mengerti yang diucapkannya.  Orang-orang yang tidak mau berfikir ini meskipun berkelompok tetapi sejatinya hati mereka tercerai berai tidak bersatu. Mereka suka panjang angan, ingin hidup lebih lama di muka Bumi. 
Sebaliknya,  al-Qur’an memuji mereka yang mau memahami sesuatu yang di dengar dan  dilihatnya, memperhatikan apa saja tatkala melakukan perjalanan di muka  Bumi termasuk juga memperhatikan dirinya sendiri untuk memperoleh aneka  pelajaran. Lebih spesifik, al-Qur’an memuji kaum  yang merenungkan aneka fenomena alam secara rinci dan cerma seperti  kejadian langit dan bumi, tergelitik pada kapal laut yang berlayar dan  mengangkut banyak sekali barang berat, bagian-bagian yang berdampingan  di Bumi dan pohon bercabang serta yang tidak bercabang. Pohon dan buah kurma serta anggur yang dapat dijadikan minuman. Demikian juga dengan fenomena pergantian siang dan malam, serta orientasi arah angin. Kilat dan hujan tidak luput dari perhatian kaum yang suka merenung,  benda-benda langit seperti matahari yang menyinari Bumi di siang hari, bulan dan bintang yang muncul di malam hari.
Sekedar  contoh, Ramadlan selalu disimbulkan dengan bulan sabit atau hilal.  Al-Qur’an hanya menyebut dua penampakan bulan yaitu bulan sabit dan  purnama. Bulan sabit sendiri disebut dengan dua istilah, ahillah (QS 2:  189) dan urjunul qadiim (QS 36: 39). Meskipun sama sebagai Bulan sabit  yang tidak pernah tertelungkup tetapi ahillah berbeda dari urjunul  qadim. Bulan sabit ahillah menandai awal bulan, muncul dan terlihat di  ufuk langit barat ketika maghrib, sedangkan bulan sabit urjunul qadim  menandai akhir bulan, muncul di ufuk timur menjelang subuh.     
Pesan  al-Qur’an tentang bahasa Arab dan alam dapat disarikan sebagai berikut.  Urgensi bahasa Arab untuk dipahami menggunakan redaksi la’allakum  ta’qiluun. Artinya, setiap mitra dialog al-Qur’an harus mengerti bahasa  Arab. Jika disederhanakan, bahasa Arab wajib bagi setiap muslim.  Pemahaman alam juga disampaikan dengan redaksi ta’qiluun tetapi hanya  sebatas fenomena alam yang setiap orang pasti mengalami dan merasakan  yaitu pergantiang siang dan malam. Artinya, setiap orang seharusnya  berfikir mengapa ada atau terjadi siang dan malam.
Perenungan  dan pemahaman terhadap alam secara detail disampaikan al-Qur’an  menggunakan redaksi ya’qiluun, pihak ketiga, tepatnya qaumun ya’qiluun,  sekelompok peneliti. Artinya, tugas memahami alam secara rinci dan  spesifik tidak dibebankan kepada setiap orang tetapi hanya orang-orang  tertentu. Dan, harus ada, jika tidak maka umat tidak akan mempunyai  kemampuan untuk mengelola sumber daya alam yang pada  gilirannya menyebabkan kelemahan ekonomi dan politik secara luas.
Liburkan Sekolah
Mengingat  misi istimewanya seharusnya Ramadlan dijalani dan diperlakukan secara  istimewa juga. Menjelang Ramadlan umumnya orang menyongsong kedatangan  Ramadlan dengan aneka kegiatan tetapi sayangnya ketika  hadir  Ramadlan kemudian diperlakukan biasa-biasa saja. Karena Ramadlan tidak  didukung dengan keadaan dan suasana yang tepat maka misi Ramadlan secara  umum tampak gagal. Alih-alih menahan diri dari berbagai keinginan yang  terjadi justru nafsu konsumeris meningkat signifikan di bulan Ramadhan.  Para pelaku bisnis di seluruh dunia termasuk Indonesia berlomba  merangsang umat Islam dan berhasil menjadikan Ramadlan sebagai the most important business period. Nafsu berbelanja Muslim meningkat tajam di bulan ini.
Walter  Armburst (2004) dari universitas Oxford sempat melakukan penelitian dan  mendapatkan bahwa Ramadlan merupakan bulan yang multiguna. Dalam kurun  ini ditawarkan dan dijual aneka produk, sifat konsumsi dirangsang dan  promosi sikap politik dilakukan dengan lebih gencar. Sandicki dan  Omeraki (2006) menyebutkan bahwa gairah beragama selama Ramadlan telah  dimanfaatkan para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan  sebesar-besarnya sehingga terjadi komersialisasi Ramadlan. Kita saksikan  promosi nginap dan sahur di hotel mewah serta kuiz jutaan rupiah di  saat Ramadlan.
The  Washington Post di Amerika pada salah satu edisinya pada Nopember 2004  melaporkan pengalaman orang-orang asing yang telah tinggal di Saudi  dalam rentang waktu cukup lama. Mereka enggan keluar sore selama  Ramadlan karena kecelakaan meningkat dibanding bulan-bulan lainnya.  Orang Saudi cenderung terburu-buru pulang untuk berbuka puasa. Keadaan  yang juga tidak jauh berbeda dari keadaan negeri kita atau negeri  berpenduduk muslim lainnya.
Paradoks  tersebut dapat diatasi dengan cara menjalani dan memperlakukan Ramadlan  dengan istimewa. Perlakuan tersebut di antaranya peliburan kegiatan  formal dan rutin sekolah serta pengurangan jam kerja selama Ramadlan.  Kebijakan libur sekolah selama Ramadlan pernah diberlakukan di Indonesia  sampai akhirnya dihapus oleh menteri P dan K (1977-1982) Daoed Joesoef.  Tidak jelas alasan dihapuskannya kebijakan ini. Pada masa pemerintahan  presiden Abdurahman Wahid dengan mendiknas Yahya Muhaimin, kebijakan  libur Ramadlan kembali diterapkan. 
Negara  maju yang mempunyai empat musim seperti Jepang menerapkan libur panjang  sekolah selama musim panas. Alasannya, selama musim panas produktivitas  rendah karena orang lebih cepat lelah. Siang hari di musim panas suhu  dapat mencapai 40 derajat Celcius. Indonesia hanya mempunyai dua musim  tanpa musim panas yang ekstrim tetapi juga mempunyai kurun waktu yang  kurang produktif yaitu Ramadlan. 
Selama  Ramadlan muslim menjalani penggemblengan fisik tidak makan dan minum di  siang hari, shalat tarawih serta membaca al-Quran di malam hari, dan  makan sahur lalu nenunggu shalat shubuh dengan mengaji. Muslim  diharapkan melakukan peningkatan kualitas ilmu dan iman dengan kajian  dan perenungan secara intensif. Bila hal-hal tersebut dijalani dengan  sungguh-sungguh niscaya di siang harinya orang akan mengantuk dan cepat  lelah.
Selama Ramadlan proses belajar-mengajar di semua jenjang pendidikan berlangsung setengah hati. Suasana  pengajaran setengah hati bisa dihindari jika sekolah diliburkan selama  Ramadlan. Libur Ramadlan tidak berarti menambah jumlah hari atau jam  libur melainkan menggeser jadwal libur. Jelas, ini bukan masalah rumit.  Libur sekolah selama Ramadlan juga tidak berarti tidak ada kegiatan di  sekolah lalu guru maupun dosen tidak datang ke kantor. Libur Ramadlan  hanya berarti tidak ada proses belajar mengajar formal, baku dan ketat  seperti hari-hari biasa. Selama Ramadlan dapat diisi dengan kegiatan  pendalaman pemahaman keagamaan khususnya al-Quran dan bahasa Arab. 
Seperti  libur musim panas di Jepang dosen tetap datang ke kampus tetapi bukan  untuk mengajar melainkan mempersiapkan bahan seminar yang merupakan  hasil riset mereka. Sedangkan di sekolah dasar dan menengah ada kegiatan  seperti renang di kolam renang sekolah. Artinya, meskipun secara formal  libur tetapi kegiatan informal yang tidak mengikat tetap dapat  dilangsungkan.
Pendidikan  kita makin carut marut khususnya dalam membangun sikap dan karakter  peserta didik. Contek massal dan sistemik seperti di SD Gadel 2 Surabaya  seolah menjadi keniscayaan sejarah dunia pendidikan kita. Ramadlan  mestinya dijadikan momen berbenah dengan berfikir rasional obyektif dan  bertindak jujur terhadap kebijakan pendidikan itu sendiri termasuk  kebijakan tidak libur selama Ramadlan.
Kultur  Muslim dalam Ramadlan adalah tidur sedikit dan bangun lama di malam  hari untuk aneka ibadah pembersihan diri dan pendekatan menuju Ilahi.  Proses ini harus dilakukan sejak dini, sejak usia sekolah. Akibatnya, di  siang hari harus dilonggarkan dari aneka beban formal sekolah. Ketika  tubuh lelah dan tenaga berkurang maka konsentrasi dan aktivitas berfikir  akan menurun. Peserta didik akan turun daya serapnya sedangkan pendidik  akan kurang ekspresif dan optimal dalam menyampaikan bahan ajar  terlebih yang spesifik. Tanpa itu, Ramadlan akan berlalu dengan  biasa-biasa saja dan dunia pendidikan kita hanya akan lari-lari di  tempat.
*) dimuat di majalah Jendela Santri, vol. 3 no. 9,  Agustus 2011.
 

 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar