728x90 AdSpace

Latest News
Senin, 15 Juni 2015

Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan





A.  Persiapan
1.  Dituntunkan agar setiap Muslim dan Muslimah mempersiapkan diri pribadi baik secara lahir maupun batin, dan memperbanyak melakukan puasa sunat di bulan Sya‘ban, berdasarkan hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) ia berkata: ...Saya tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamberpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Juga saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa kecuali di bulan Sya‘ban." [Muttafaq ‘Alaih]
2.  Melakukan pengkondisian Ramadhan pada bulan Sya‘ban di lingkungan masyarakat, rumah dan masjid-masjid dengan memperbanyak informasi dan kajian tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan.
3.  Mempersiapkan sarana dan prasarana kegiatan di bulan Ramadhan, seperti sound system yang memadai, mempersiapkan dan membersihkan tempat wudhu, air wudhu, kotak-kotak infaq, peralatan ta‘jil, dan lain-lain.
4.  Kebersihan, baik di dalam masjid maupun di lingkungan sekitarnya.
5.  Pengaturan shaf dan keamanan.
6.  Jadwal mu’adzin, imam, penceramah dan penjemputannya.
7.  Mempersiapkan tempat shalat ‘Idul Fitri, Imam/Khatib dan penjemputannya.
8.  Membentuk ‘Amil Zakat, untuk memungut dan membagikannya serta mempersiapkan peralatannya.

B. Tuntunan Shiyam
1.  Pengertian Shiyam (Puasa)
a.  Shiyam menurut bahasa: menahan diri dari sesuatu.
b.  Shiyam menurut istilah: menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual suami isteri dan segala yang membatalkan sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah.
c.   Dasar keharusan niat berpuasa karena Allah:
1)  Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus … [QS. Al-Bayyinah (98): 5]
2)  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Umar radhiallahu ‘anhu(diriwayatkan) bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya …” [Ditakhrijkan oleh Al- Bukhari, Kitab al-Iman]
3)  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Hafshah Ummul Mu’minin radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) Nabi shalallahu ‘alaihi wasallambersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” [Ditakhrijkan oleh Al-Khamsah, lihat Ash-Shan‘aniy, II, 153]
2.  Jumlah Hari Shiyam (Puasa)
a.  Shiyam dimulai pada tanggal 1 bulan Ramadhan dan diakhiri pada tanggal terakhir bulan Ramadhan (29 hari atau 30 hari, tergantung pada kondisi bulan tersebut). Untuk itu, maka harus mengetahui awal bulan Ramadhan.
b.  Dasar keharusan mengetahui awal bulan Ramadhan:
1)  Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” [QS.Yunus (10): 5]
2)  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” [HR. al-Bukhari, dan Muslim]
3)  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Datanglah seorang Badui kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam seraya katanya: Saya telah melihat hilal. Beliau bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah? Ia berkata: Ya. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallambersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Ia berkata: Ya. Bersabdalah Nabi: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang supaya mereka besok berpuasa.” [HR. Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim]
4)  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Bila kamu melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan bila kamu melihatnya maka berbukalah (berlebaranlah). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan maka kira-kirakanlah bulan itu.” [HR. Asy-Syaikhani, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah]

C. Dasar Kewajiban Shiyam Ramadhan
1.  Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS.Al-Baqarah (2): 183]
2.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari ‘Abdullah radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam dibangun di atas lima dasar, yakni bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.[HR al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, an-Nasa’i, dan Ahmad, dan lafal ini adalah lafal Muslim]

D. Orang yang Diwajibkan dan yang Tidak Diwajibkan Berpuasa
1.  Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan adalah semua muslimin dan muslimat yang mukallaf. Dasarnya adalah hadits Abdullah di atas (huruf C).
2.  Orang yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan adalah perempuan yang mengalami haidl dan nifas di bulan Ramadlan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum nifas dalam hal puasa sama dengan haidl. Dasarnya adalah:
a.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Bukankah wanita itu jika sedang haidl, tidak shalat dan tidak berpuasa? Mereka menjawab: Ya.” [HR. Al-Bukhari]
b.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Aisyah radhiallahu ‘anhumaberkata: Kami pernah kedatangan hal itu [haid], maka kami diperintahkan mengqadla puasa dan tidak diperintahkan mengqadla shalat.” [HR. Muslim]

E.  Orang yang Diberi Keringanan dan Orang yang Boleh Meninggalkan Puasa
1.  Orang yang diberi keringanan (dispensasi) untuk tidak berpuasa, dan wajib mengganti (mengqadla) puasanya di luar bulan Ramadhan:
a.  Orang yang sakit biasa di bulan Ramadhan.
b.  Orang yang sedang bepergian (musafir).
Dasarnya adalah:
1)  Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain...” [QS. Al-Baqarah (2): 184]
2)  Sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah]
2.  Orang yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg) atau lebih makanan pokok, untuk setiap hari.
a.  Orang yang tidak mampu berpuasa, misalnya karena tua dan sebagainya.
b.  Orang yang sakit menahun.
c.   Perempuan hamil.
d.  Perempuan yang menyusui.
Dasarnya adalah:
1)  Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah (2): 184]
2)  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah]

F.  Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan Sanksinya
1.  Makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan, puasanya batal, dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. Al-Baqarah (2): 187]
2.  Senggama suami-isteri di siang hari pada bulan Ramadhan; puasanya batal, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, lalu berkata: Hai Rasulullah, celakah aku. Beliau berkata: Apa yang menimpamu? Ia berkata: Aku mengumpuli isteriku di bulan Ramadhan sedang aku berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Ketika kami dalam situasi yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang adalah takaran), Nabi shalallahu ‘alaihi wasallambertanya: Dimana orang yang bertanya tadi? Orang itu menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka tertawalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamhingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu kepada keluargamu.” [HR. Al-Bukhari]

G. Masalah Orang yang Lupa
Orang yang makan atau minum karena lupa di siang hari pada bulan Ramadhan, dalam keadaan berpuasa, tidaklah batal puasanya, dan harus meneruskan puasanya tanpa adanya sanksi apapun. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai berikut: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa lupa sedang ia berpuasa, lalu makan dan minum, maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberi makan dan minum itu kepadanya.”[HR. Al-Jama‘ah]

H. Hal-hal yang Harus Dijauhi Selama Berpuasa
1.  Berkata atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti: berbohong, memfitnah, menipu, berkata kotor, mencaci maki, membuat gaduh, mengganggu orang lain, berkelahi, dan segala perbuatan yang tercela menurut ajaran Islam. Dasarnya adalah:
a.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma(diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamtelah bersabda: Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan suka mengerjakannya, maka Allah tidak memandang perlu orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” [HR. Al-Khamsah]
b.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: Jika seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah berkata kotor pada hari itu, dan janganlah berbuat gaduh. Jika dimarahi oleh seseorang atau dimusuhinya, hendaklah ia berkata: ‘saya sedang berpuasa’.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
2.  Berkumur atau istinsyaq secara berlebihan. Dasarnya adalah hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Laqith bin Saburah radhiallahu ‘anhu(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya berkata: Hai Rasulullah terangkanlah kepadaku tentang wudlu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallambersabda: Ratakanlah air wudlu dan sela-selailah jari-jarimu, dan keraskanlah dalam menghirup air dalam hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” [HR. Al-Khamsah]
3.  Mencium isteri di siang hari, jika tidak mampu menahan syahwat. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Aisyah radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallammencium dan merangkul saya dalam keadaan berpuasa. Tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan nafsunya.” [HR. Al-Jama‘ah dan An-Nasa’i]

I.    Amalan-amalan yang Dianjurkan Selama Berpuasa
1.  Mengerjakan Qiyamul-Lail di malam bulan Ramadhan (Qiyamu Ramadhan/Shalat Tarawih). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. [HR. Al- Bukhari dan Muslim]
2.  Mengakhirkan makan di waktu sahur. Dasarnya adalah hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: Dari Sahl Ibnu Sa!ad radhiallahu ‘anhu (diriwayat-kan bahwa) ia berkata: Saya makan sahur di keluarga saya, kemudian saya berangkat terburu-buru sehingga saya mendapatkan sujud (pada shalat subuh) bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam [HR al-Bukhori, dalam Kitab ash-Shiyam Bab Ta’khir as-Sahr].
Hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang lain: “Dari Abu Dzarr (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Umatku senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka dan menta’khirkan sahur” [HR Ahmad]
3.  Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila menyegerakan berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih]
4.  Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa yang dituntunkan yang menunjukkan kepada rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Misalnya do’a Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah. Hal ini diterangkan dalam hadis berikut: “Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berbuka, beliau berdoa: Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah [Hilanglah rasa haus dan basahlah uraturat (badan) dan insya Allah mendapatkan pahala].[HR. Abu Dawud]
5.  Memperbanyak shadaqah dan mempelajari/membaca Al-Qur’an. Dasarnya hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Ketika ditemui Jibril,Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq ‘Alaih]
6.  Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.”[Muttafaq ‘Alaih].

J.  Tuntunan Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih)
1.  Pengertian Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih). Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih) ialah shalat sunnat malam pada bulan Ramadhan.
2.  Waktu Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih). Adapun waktunya ialah sesudah shalat ‘Isya hingga fajar (sebelum datang waktu Shubuh), sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhuma isteri Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selalu mengerjakan shalat (malam) pada waktu antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang “‘atamah” hingga fajar, sebanyak sebelas rakaat.[HR. Muslim]
3.  Pelaksanaan Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih)
a.  Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih) sebaiknya dikerjakan secara berjama‘ah, baik di masjid, mushalla, ataupun di rumah, dan dapat pula dikerjakan sendiri-sendiri. Dasarnya adalah hadis Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin ra, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallampada suatu malam salat di masjid. Lalu salatlah bersama salatnya (berjamaah) sejumlah orang. Kemudian orang satu kabilah (dalam jumlah besar) juga ikut salat, sehingga jumlah jamaah semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, para jamaah telah berkumpul, namun Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar ke masjid menemui mereka. Ketika pagi tiba beliau berkata: “Aku sungguh telah melihat apa yang kalian lakukan (salat tarawih berjamaah). Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, kecuali sesungguhnya aku takut, (kalian menganggap) salat itu diwajibkan atas kalian.” Komentar Aisyiah: Hal itu terjadi di bulan Ramadan.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
b.  Apabila dikerjakan secara berjama‘ah, maka harus diatur dengan baik dan teratur, sehingga menimbulkan rasa khusyu‘ dan tenang serta khidmat; shaf laki-laki dewasa di bagian depan, anak-anak dibelakangnya, kemudian wanita di shaf paling belakang. Kalau perlu dapat diberi tabir, untuk menghindari saling memandang antara laki-laki dan wanita. Dasarnya adalah hadis Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Anas ibn Malik radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendirikan shalat di rumah saya bersama anak yatim di belakang Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, sedang ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami.” [HR. Ibnu Khuzaimah].
c.   Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih) dikerjakan antara lain dengan cara 4 raka‘at, 4 raka‘at tanpa tasyahud awal, dan 3 raka‘at witir tanpa tasyahud awal, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadan. Aisyah menjawab: Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
d.  Sebelum mengerjakan Qiyamu Ramadhan, disunnatkan mengerjakan shalat sunat dua raka‘at ringan (Shalat Iftitah), sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Jika salah satu di antara kamu mengerjakan qiyamul-lail, hendaklah ia membuka (mengerjakan) shalatnya dengan shalat dua rakaat ringan.” [HR Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud]
e.  Shalat Iftitah dapat dikerjakan secara berjamaah sesuai dengan shalat tarawih yang sebaiknya dikerjakan secara berjamaah. Dasarnya adalah hadis Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: Diriwayatkan dari Makhramah bin Sulaiman sesungguhnya Kuraib hamba ibnu Abbas telah menceritakan bahwa dirinya berkata: Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, bagaimana salat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada malam hari dimana saya bermalam di tempatnya sedang beliau (Rasulullah) berada di tempat Maimunah. Beliau tidur, lalu sampai waktu telah memasuki sepertiga malam atau setengahnya beliau bangun dan menuju ke griba (wadah air dari kulit) kemudian beliau berwudlu dan aku pun berwudlu bersama beliau, lalu beliau berdiri (untuk melakukan salat) dan aku pun berdiri di sebelah kirinya, maka beliau menjadikan aku berada di sebelah kanannya, kemudian beliau meletakkan tangannya di atas kepalaku, seolah-olah beliau memegang telingaku, seolah-olah beliau membangunkanku, kemudian beliau salat dua rakaat ringan-ringan, beliau membaca ummul-Qur’an pada setiap rakaat, kemudian beliau mengucapkan salam sampai beliau salat sebelas rakaat dengan witirnya, kemudian beliau tidur. Maka sahabat Bilal menghampirinya sambil berseru; waktu salat wahai Rasulullah, lalu beliau bangkit (bangun dari tidurnya) dan salat dua rakaat, kemudian memimpin salat orang banyak.” [HR Abu Dawud, kitab as-Salat, bab fi salat al-Lail, hadis no. 1157]
f.    Salat iftitah dilakukan dengan cara: pada rakaat pertama setelah takbiratul-ihram membaca doa iftitah “Subhanallah dzil malakuti wal jabaruti wal kibriya-i wal- ‘adzamah”, kemudian membaca surat al-Fatihah, dan pada rakaat kedua hanya membaca surat al-Fatihah (tanpa membaca surat lain). Dasarnya adalah hadis Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:  Diriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman ia berkata: Aku pernah mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pada suatu malam. Beliau mengambil wudlu kemudian shalat lalu aku menghampirinya dan berdiri di sebelah kirinya lalu aku di tempatkan di sebelah kanannya, kemudian beliau bertakbir dan membaca: Subha-nallah dzil malakuti wal-jabaruti wal-kibriya-I wal-‘adzamah.” [HR. ath-Thabrani dalam kitab al-Ausath dengan mengatakan bahwa perawinya orang terpecaya, juz 1: 107]
g.  Bacaan surat yang dibaca setelah membaca Al-Fatihah pada 3 raka‘at shalat witir, menurut Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai berikut: Pada raka‘at pertama membaca surat Al-A‘la, pada raka‘at kedua membaca surat Al-Kafirun, dan pada raka‘at ketiga membaca surat Al-Ikhlash. Dalam hadits Nabi disebutkan sebagai berikut: “Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pada shalat witir pada rakaat yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal-A‘laa, dan pada rakaat yang kedua membaca Qul Yaa Ayyuhal-Kaafiruun, dan pada rakaat yang ketiga membaca Qul Huwallaahu Ahad.” [HR. An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah]
h.  Setelah selesai 3 raka‘at shalat witir, disunatkan membaca doa: Subhaanal malikil qudduus...” Artinya: Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih. Dibaca tiga kali, dengan suara nyaring dan panjang pada bacaan yang ketiga. Lalu membaca: Rabbul malaaikati warruuh...” Artinya: Yang Menguasai para Malaikat dan Ruh/Jibril. Berdasarkan hadis: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam membaca Subhanal-Malikil-Quddus [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih]”[HR. Abu Dawud]
Dalam Hadits yang lain juga Nabi bersabda: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melakukan witir dengan membaca Sabbihis—marabbikal-a‘la, qul ya ayyuhal-kafirun dan qul huwallahu ahad; dan apabila selesai salam ia membaca Subhanal-Malikil-Quddus [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih] tiga kali dan menyaringkan suaranya dengan yang ketiga, serta mengucapkan rabbulmala’ ikati war-ruh [Tuhan Malaikat dan ruh].” [HR ath-Thabarani, di dalam al-Mu‘jam al-Ausath]

K. Tuntunan Idul Fitri
1.  Memperbanyak takbir pada malam Hari Raya ‘Idul Fitri, sejak matahari terbenam, hingga esok, ketika shalat ‘Id dimulai. Dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS. Al-Baqarah (2): 185]
2.  Sebelum berangkat ke tempat shalat, hendaklah memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, memakai wangi-wangian, makan secukupnya. Pada waktu berangkat shalat hendaklah selalu membaca takbir. Dan pada waktu pulang hendaklah mengambil jalan lain ketika berangkat. Semua kaum muslimin dan muslimat dianjurkan mendatangi tempat shalat untuk mendengarkan khutbah. Para wanita yang sedang haidl cukup mendengarkan khutbah, tidak mengerjakan shalat. Dasar-dasarnya adalah:
a.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Anas radhiallahu ‘anhu(diriwayatkan bahwa) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kami pada dua hari raya [Idul Fitri dan Idul Adlha] agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki, memakai wangi-wangian yang terbaik, dan menyembelih binatang yang paling gemuk.” [HR. Al-Hakim]
b.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamapabila keluar ke tempat shalat dua Hari Raya, pulangnya selalu mengambil jalan lain dari ketika beliau keluar.” [HR. Ahmad dan Muslim]
c.   Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari ‘Ali radhiallahu ‘anhu (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Termasuk sunnah Nabi, pergi ke tempat shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan makan sedikit sebelum keluar. [HR at-Tirmidzi]
d.  Hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Ummu ‘Athiyyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami supaya menyuruh mereka keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adlha: yaitu semua gadis remaja, wanita sedang haid dan wanita pingitan. Adapun wanita-wanita sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya itu dan panggilan kaum Muslimin. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana salah seorang kami yang tidak mempunyai baju jilbab? Rasulullah menjawab: Hendaklah temannya meminjaminya baju kurungnya.” [HR. Al-Jama‘ah]
3.  Lafadz Takbir. Lafadz takbir untuk Hari Raya adalah: “Allaahu akbar, Allaahu akbar, Laa ilaaha illallaahu, Wallaahu akbar, Allaahu akbar, Walillaahilhamd.”
Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Salman (dilaporkan bahwa) ia berkata: Bertakbirlah dengan: Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiiran. Dan dari Umar dan Ibnu Mas‘ud (dilaporkan): Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd. [HR. ‘Abdur-Razzaq, dengan sanad shahih]
4.  Zakat Fitri. Zakat fitri diwajibkan kepada setiap orang muslim/muslimah, tua muda, dan anak kecil, yang pada menjelang Hari Raya mempunyai kelebihan makanan pokok. Zakat fitri berupa makanan pokok sebanyak 1 sha‘ (!2,5 kg). Zakat fitri ditunaikan pada akhir Ramadhan, dan selambat-lambatnya sebelum shalat ‘Id dilaksanakan. Apabila zakat tersebut ditunaikan sesudah shalat ‘Id, maka berubah menjadi shadaqah biasa. Sebaiknya zakat fitri dikumpulkan pada Panitia Zakat (Amil Zakat), agar dapat dibagikan secara merata dan teratur. Adapun tujuan zakat fitri ialah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari dosa-dosanya, karena ketika berpuasa, baik sengaja maupun tidak sengaja, telah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Syari‘ah, dan juga untuk menyantuni para fakir miskin.
Dalam hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallamdisebutkan sebagai berikut: “Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orangorang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka itu adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah.” [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah]
Dalam hadits yang lain Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Dari Abdullah Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma (diriwayatkan bahwa) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum. [HR. Muslim]
5.  Shalat dan Khutbah ‘Idul Fitri
a.  Shalat Idul Fitri dikerjakan secara berjama‘ah di tanah lapang. Jumlah rakaat shalat Idul Fitri adalah dua rakaat, dengan tujuh kali takbir setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dasar-dasarnya adalah:
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam selalu keluar pada hari Idul Fitri dan hari Idul Adlha menuju lapangan, lalu hal pertama yang ia lakukan adalah shalat ...” [HR. Al-Bukhari].
Dalam hadits lain Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada hari Idul Adlha atau Idul Fitri keluar, lalu shalat dua rakaat, dan tidak mengerjakan shalat apapun sebelum maupun sesudahnya.[Ditakhrijkan oleh tujuh ahli hadis].
Sabda Nabi yang lain: “Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca (al-Fatihah dan surat).[HR Ahmad]
b.  Khutbah Idul Fitri dikerjakan satu kali sesudah melaksanakan shalat Idul Fitri, dimulai dengan bacaan hamdalah. Dasarnya adalah hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha menuju lapangan tempat shalat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah shalat, kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan nasehat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan, kemudian lalu beliau pulang. [HR. Muttafaq‘Alaih]
Dalam hadits yang lain Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya menghadiri shalat pada suatu hari raya bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: sebelum khutbah beliau memulai dengan shalat tanpa azan dan tanpa qamat. Lalu manakala selesai shalat beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasehat dan peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya ...” [HR. an-Nasa’i]

Wallaahu a‘lam bish-shawab.

*) Tulisan ini diambil dari buku “Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan” yang disusun dan diterbitkan oleh: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta (1432 H/2011 M)

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu