Menegakkan ibadah dan isti’anah (memohon pertolongan) kepada Allah adalah sarana untuk meraih kebahagiaan abadi dan keselamatan dari semua keburukan. Maka tidak ada jalan untuk meraih keselamatan kecuali dengan menegakkan keduanya.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (21) Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air [hujan] dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah [5] padahal kamu mengetahui. (22) [Qs. al-Baqarah/2: 21-22]
Ayat-ayat ini berada dalam urutan setelah Allah menggambarkan adanya  tiga kelompok manusia dalam memberi jawaban (merespons) atas seruan  untuk menerima petunjuk Allah dengan beriman, yaitu: Pertama, al-muttaquun: yaitu orang- orang yang mantab sekali menerima seruan untuk beriman dan mengerjakan amalan salih.
Kedua, alladziina kafaruu: yaitu orang- orang yang menolak sama sekali seruan untuk beriman dan beramal salih. Ketiga, al-munaafiquun:  yaitu orang-orang yang ragu-ragu untuk beriman dan beramal salih,  mereka menipu dengan menyebut dirinya beriman padahal tidak, mereka  mengatakan sesuatu hal yang tidak ada dalam hatinya.
Setelah itu kita tahu, Allah kemudian berfirman (Al Baqarah 21-22)  dengan memerintahkan umat manusia pada umumnya supaya beribadah kepada  Allah agar bisa mencapai derajat kelompok satu, yaitu orang-orang yang  bertaqwa.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
22. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit  sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia  menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu;  karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal  kamu mengetahui.
Di sini kita akan membahas ayat tersebut dengan mendalami kata-kata kunci yang termaktub di dalamnya sebagai berikut.
Perintah ibadah paling awal
1. (النَّاسُ ُ ) an-Naas; maksudnya adalah manusia pada umumnya, Bani Adam secara keseluruhan. Bisa juga disebut umat manusia.
2. (اعْبُدُوا) U’buduu; maksudnya, beribadahlah. Imam  Tabari, seorang ahli tafsir dan sosok sejarawan Islam paling awal,  mengatakan bahwa asal kata ini bagi orang Arab adalah merendahkan diri  dalam arti yang penuh, puncak kerendahan diri di hadapan Allah Sang maha  pencipta. Secara agak panjang, dia mengartikan beribadah itu adalah  tunduk dan patuh dengan merendahkan diri. (Baca kembali Tafsir  Al-Fatihah yang ada di Berkala Tuntunan Islam edisi 2/2011).
Ibadah adalah satu nama yang mencakup apa-apa yang dicintai dan  diridhai Allah berupa perbuatan dan ucapan, yang lahir maupun yang  batin. Selain itu, menegakkan ibadah dan isti’anah (memohon pertolongan)  kepada Allah adalah sarana untuk meraih kebahagiaan abadi dan  keselamatan dari semua keburukan. Maka tidak ada jalan untuk meraih  keselamatan kecuali dengan menegakkan keduanya.
Berikut adalah Hadis Shahih perintah Nabi saw kepada Mu’adz bin Jabal untuk selalu berdoa setelah selesai shalat:
رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Ya Allah, tolonglah aku untuk ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan bagus
Penggalan itu demikian mashurnya. Namun, secara lengkapnya hadits di atas adalah:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ أَخَذَ بِيَدِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي لَأُحِبُّكَ يَا مُعَاذُ فَقُلْتُ وَأَنَا أُحِبُّكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا تَدَعْ أَنْ تَقُولَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Dari Mu’adz bin Jabal dia berkata; “Rasulullah Shalallah ‘Alaihi Wa  Sallam memegang tanganku sambil berkata kepadaku: “Aku mencintaimu wahai  Mu’adz!” Lalu aku juga berkata: ‘Aku juga mencintai Engkau wahai  Rasulullah Shalallah ‘Alaihi Wa Sallam! ‘ Lalu beliau  Shallallallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kau meninggalkan  bacaan berikut ini setelah usai shalat.”Ya Allah, tolonglah aku untuk  ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik.”  (HR An-Nasa’i no. 1286 juga HR Abu Dawud no. 1301)
Dalam hadits di atas, husn artinya baik dan bagus dalam  segala hal. Hadist di atas oleh Imam Nashiruddin al-Albani, seorang  ulama hadits yang sangat otoritatif di zaman modern ini, dinyatakan  berkualitas shahih.
(اعْبُدُوا) U’buduu ini juga diartikan taatlah kepada Allah dengan penuh rasa iman dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam kaitan ini, Allah berfirman bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan manusia itu adalah supaya beribadah kepada-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) [الذاريات/56
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. (Qs. adz-Dzariyaat/51: 56)
Yang menarik, dalam Surat Al-Baqarah ayat 21 inilah Allah untuk  pertama kali memberikan perintah yang ditujukan kepada umat manusia  seluruhnya agar mereka menyembah-Nya. Jika kita lacak makna ayat demi  ayat sedari awal, maka disitulah keistimewaan ayat ini. Dengan tegas  ayat ini memaparkan bahwa alasan penciptaan manusia dan jin adalah agar menyembah Allah.
Adapun isi perintah Allah adalah supaya manusia beribadah kepada-Nya,  menyembah pada-Nya. Jadi ayat ini adalah ayat perintah pertama yang  muncul di dalam urutan Mushaf al-Qur’an. Oleh karena itu kita bisa  mengambil pelajaran bahwa ayat perintah pertama ini adalah ayat perintah  paling penting yang harus dikerjakan dan juga menjiwai kehidupan  manusia.
3. (رَبَّكُم) Rabbakum. Kata ini mengandung tiga unsur pokok sifat, yaitu pencipta, pemilik atau penguasa, dan pengatur atau pemelihara. Rabbakum adalah Tuhan pencipta, pemilik atau penguasa, dan pengatur serta pemelihara kamu semua, wahai umat manusia.
Ini adalah seruan Allah kepada seluruh umat manusia untuk beribadah  kepada Allah yang telah memelihara manusia dengan  kenikmatan-kenikmatannya. Mengapa? Karena Allah-lah yang mencipta  manusia dari tidak ada menjadi ada supaya manusia bisa menjadi orang  yang bertaqwa.
4. (خَلَقَكُمْ) Khalaqakum; artinya: telah menciptakan kamu. Kata khalaqa dipakai oleh Allah dalam arti menciptakan dari tidak ada menjadi ada  (lihat QS 6: 1) dan juga dari sesuatu menjadi sesuatu yang lain (QS 4:  1). Kata ini hampir semuanya dipakai oleh Allah kecuali di dua ayat  yaitu QS 3: 49 dan 5: 110 dan itupun atas izin perkenan dari Allah dan  dalam arti menjadikan sesuatu dari sesuatu. Kata khalaqa yang  berarti mencipta dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada hanya dipakai  oleh Allah saja. [Lihat boks: “Hebatnya Mencipta dari Ketiadaan”]
5. (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ) La’allakum tattaquun; Maknanya:  agar supaya kamu bertaqwa. Artinya agar kita manusia itu bisa menjaga  diri, awas dan waspada, tunduk patuh dan ta’at, kepada Allah — dengan  begitu kita terjaga terus memperoleh rahmat, ampunan dan pahala dari  Allah serta terhindar dari murka-Nya.
6. (فِرَاشًا ً ) Firaasyan; artinya: hamparan, gelaran, atau sesuatu yang bisa dibilang rata. Dalam Tafsir al-Tabari, “hamparan” di sini bisa berarti tempat tinggal dan juga tempat berjalan kaki.
7. ( وَالسَّمَاءَ بِنَاءً ) wassamaa’a binaa’a. Allah menjadikan langit sebagai atap (bangunan). As-samaa’ itu karena posisinya tinggi maka disebut langit. Seperti atap rumah maka bisa disebut langit (langit-langit). Binaa’a: bangunan atau atap.
وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ
Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu
Pada ayat ini Allah menyebutkan salah satu kenikmatan berupa rezeki  air dari langit, dan karena air hujan ini maka biji-bijian kemudian  tumbuh menjadi pohon yang mengeluarkan buah-buahan yang juga menjadi  rezeki. Penyebutan ayat ini untuk mengingatkan umat manusia bahwa  Allah-lah yang member rezeki, bukan patung atau berhala yang banyak  orang-orang kafir memuja dan menyembahnya.
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
8. ( أَنْدَادًا ) Andaada; Bentuk jamak dari kata niddun (ند) yang berarti sekutu atau serupa. Andaada berarti sekutu-sekutu yang disamakan dengan Allah dan diberikan hak-hak  yang sama dengan-Nya. Artinya janganlah mempercayai apapun atau  siapapun selain Allah dan menganggapnya memiliki kekuasaan dan kekuatan  seperti Allah dan kemudian memujanya atau bahkan menyembahnya.
9. (وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ) Wa antum ta’lamuun; artinya:  sedangkan kamu mengetahinya. Yang dimaksud dengan kamu itu adalah ,  menurut Ibn ‘Abbas dan Qatadah, adalah setiap orang mukallaf yang  mengetahui keesaan Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, siapapun dia  baik bangsa Arab maupun selainnya, baik yang melek huruf maupun yang  buta huruf, meskipun ayat ini diturunkan berkenaan dengan para Ahli  Kitab maupun orang-orang munafiq yang ada di sekitar kota Madinah.
Keterkaitan serta makna dua ayat di atas
Pada aspek munasabah (keterkaitan), setelah Allah ta’ala pada  ayat-ayat sebelumnya menyebut orang-orang muttaqin (mu’minin) yang  beruntung, orang-orang kafir yang rugi, juga menyebut orang-orang  munafiq, yaitu orang-orang yang berada diantara orang-orang mukmin dan  orang-orang kafir, kemudian dengan metode menarik perhatian dengan  menyeru umat manusia seluruhnya di mana saja dan kapan saja untuk  beribadah kepada Allah saja.
Untuk apa beribadah? Untuk menjaga diri kita manusia supaya tidak  rugi di dalam kehidupan dunia dan akhirat kita. Allah memberitahu kepada  umat manusia siapa diri-Nya: Allah adalah Dzat yang memiliki  sifat-sifat yang agung dan sempurna. Dengan demikian hal itu adalah  seruan dan ajakan sangat menarik untuk diikuti dan dengan demikian maka  umat manusia kemudian beribadah kepada-Nya untuk menyelamatkan diri dari  adzab siksanya dan memperoleh ridha dan surga-Nya. Allah menutup seruan  dan ajakan-Nya dengan memberi penjelasan untuk tidak menjadikan  sekutu-sekutu bagi-Nya dengan menyembahnya dengan mengabaikan Allah atau  menyembahnya bersama dengan menyembah Allah.
Petunjuk dari dua ayat di atas
- Kita diperintah untuk beribadah kepada Allah yang maha tinggi, karena itu mencakup seluruh aspek kehidupan.
- Penambahan perkenalan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah yang maha tinggi.
- Larangan bagi manusia berbuat syirik baik kecil maupun besar, baik sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.
Mengapa harus beribadah kepada Allah?
Pada dua ayat tersebut Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk  beribadah kepada Allah saja (bertauhid), dengan tidak menyembah selain  –Nya. Mengapa harus beribadah kepada Allah? Alasan burhaninya (bukti)  tiga di antaranya dalam dua ayat ini adalah bahwa:
Pertama, Allah adalah pencipta manusia  pertama kali dari tidak ada menjadi ada. Kejadian selanjutnya apalagi  sekarang sepertinya peristiwa kejadian manusia dianggap sesuatu hal yang  biasa dan bersifat rutin.
 وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ  أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ  وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الروم : 27
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian  mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu  adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di  langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ar Ruum 27)
(Catatan: Lihat juga ayat-ayat: Surat Yunus [10]: 4, 34; An Naml [27]: 64; Al Ankabut [29]: 19)
Kedua: Allah adalah pencipta langit dan bumi. Langit dan bumi adalah dua makhluq yang masuk pada jajaran makhluq yang agung.
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ [مؤمن : 57
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada  penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Al Mu’min 57)
أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ  عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُم بَلَى وَهُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ [يس :  81
Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa  menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia  berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. (QS Yaasin 81)
(Catatan: Lihat juga Surat Al Isra [17]: 99; Al Ahqaf [46]: 33; An Naziaat [79]: 27-28)
Ketiga, Allah menghidupkan bumi sesudah  kematiannya. Hal ini adalah salah satu dalil paling kuat tentang adanya  Hari Kebangkitan. Hal ini diisyaratkan dalam penggalan ayat 2: 22:
وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ
…lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu ….
Penggalan ayat di atas diperkuat dengan ayat berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا  أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاء اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي  أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [فصلت  : 39
Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) ya bahwa kamu melihat  bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya,  niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya  tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas  segala sesuatu. (QS Al Fushshilat 39)
(Catatan: Lihat juga ayat-ayat: Surat Qaaf [50]: 11; Al A’raaf [7]: 57)
HEBATNYA MENCIPTA DARI KETIADAAN
Perkembangan ilmu pengetahuan membuktikan kepada manusia bahwa siapa  saja tidak bisa membuat sesuatu tanpa bahan apapun. Harus ada bahan  mentahnya dulu sebelum bahan itu dirubah menjadi sesuatu yang lain.  Harus ada oksigen dan hidrogen dulu, sebelum kedua zat itu di-‘gabung’  menjadi air. Harus ada tepung + air + gula + panas (api) sebelum  barang-barang itu berubah menjadi roti.
Pengertian itu dalam sain dikenal sebagai Hukum Kekekalan Massa dan  Energi, yakni massa zat sebelum reaksi sama dengan setelah reaksi. Jika  setelah reaksi ditemukan zat seberat 100 gram, maka total massa zat-zat  sebelum reaksi selalu sebesar 100 gram pula. Jika setelah reaksi  diperoleh air (H2O) sebanyak 100 gram, maka total zat-zat penyususnnya  (hidrogen dan oksigen) ya selalu sebanyak 100 gram pula.
Apakah mungkin massa setelah reaksi berkurang jumlahnya? Mungkin  saja. Apalagi kalau itu terjadi dalam sistem terbuka, bukannya sistem  tertutup seperti laboratorium.
Tetapi kalau ini terjadi maka akan terjadi lepasan energi yang  menggantikan selisih massa yang berkurang tadi. Bukti sain menunjukkan  bahwa hilangnya massa seperti itu akan menghasilkan energi yang besarnya luarbiasa,  seperti yang terjadi dalam ledakan mercon atau dinamit atau bom. Serbuk  mesiu itu sesungguhnya tidak hilang, melainkan terkonversi menjadi  energi ledakan yang relatif dahsyat. Bukankah dinamit sebesar jempol  kaki bisa menghasilkan energi yang membuat batu yang keras menjadi luluh  lantak?
Energi yang Lepas Saat Kiamat
Secara teori, pengertian seperti itu dapat dibalik: untuk memperoleh  beberapa gram massa saja dibutuhkan energi yang besarnya luar biasa.
Para tukang sulap sudah membuktikan bahwa tidaklah mungkin membuat  sesuatu dengan tanpa bahan alias membuat sesuatu dari ketiadaan. Karena  mengakui hal itu, mengakui bahwa yang mereka lakukan tidak lain hanyalah  “tipuan mata”, maka mereka berendah hati menyebut dirinya “ilusionis”.  Maksudnya: orang yang membuat ilusi.
Apa hubungan semua ini dengan tafsir Surat Al Baqarah?
Di sinilah letak sifat maha dahsyatnya Allah. Allah bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan — seperti pengertian khalaqa dalam  ayat 21 Surat Al Baqarah itu. Maksudnya, tanpa bahan apapun Allah bisa  menciptakan sesuatu. Padahal Hukum Kekekalan Massa dan Energi  membuktikan bahwa untuk memperoleh beberapa gram saja suatu zat tertentu  dibutuhkan energi yang amat-sangat besarnya. Lalu seberapa besar energi  dibutuhkan untuk menciptakan langit dan bumi?
Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi… (Al An’aam 1)
Tentu saja, hanya ada pujian dan pujian dan pujian kepada Dia yang  bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Sebab, dibutuhkan energi yang  maha dahsyat untuk dapat melakukan hal itu — seperti halnya dihasilkan  energi sangat dahsyat jika sesuatu itu musnah. Nah, memahami ilmu  pengetahuan dengan benar ternyata mendorong kita untuk lebih memahami  Allah dan karena itu mengagungkan Asma-Nya.
Sampai di sini kita menjadi mafhum tentang makna di balik ayat lain ini:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka  katakanlah: “Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat)  sehancur-hancurnya, [وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا] (QS Thahaa 105).
Niscaya tepat jika kita membayangkan adanya rangkaian ledakan yang  tak-terpermanai hebatnya pada hari kiamat itu. Tentu saja yang terjadi  adalah dampak kehancuran yang sehancur-hancurnya karena lenyapnya sebiji  gunung saja pasti akan menghasilkan hempasan lepasan energi luar-biasa  yang tak terkendali di sekelilingnya. Wallahu alam. ●
*) Narasumber utama artikel ini: M. Yusron Asrofie. Disalin oleh Redaksi Fastabiqu Online dari website Tuntunan Islam
 


 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar