Dilepas bumi dengan tangis, disambut langit dengan senyum
Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun... Laa haulaa walaa quwwata illa billah... Dua kalimat itu diantara yang bisa saya ucapkan mendengar berita tersebut. Berita tentang perginya seorang pejuang dakwah, mujahid fi sabilillah yang ikhlas (insya Allah) bernama H. Mulyono. Dimulai dari berita hilangnya beliau dalam sebuah acara di Magelang. Dan setelah dua hari dilakukan pencarian oleh tim SAR, jenazah H. Mulyono akhirnya ditemukan pada hari Selasa (10/02/2015). Korban yang hilang di Sungai Progo tersebut ditemukan pada pukul 12.40 WIB. Berdasarkan info dari SAR Muhammadiyah Klaten dan Magelang, lokasi penemuan di sebuah jembatan gantung di Dusun Duwet, Kabupaten Kulonprogo perbatasan DIY dan Magelang, Jawa Tengah, setelah jeram walet.
Suasana di depan rumah duka
Setelah ditemukan, jenazah kemudian dibawa ke RS. Boro, dilanjutkan ke RS. DR. Moewardi Solo tempat beliau mengabdi dan pada akhirnya dibawa ke rumah duka di Mojosari, Polokarto, Sukoharjo. Malam setelah ditemukan, jenazah segera dikebumikan di pemakaman desa setempat. Dan nampaknya ada kesan teramat dalam karena meninggalnya H. Mulyono tersebut. Ada rasa kehilangan yang mungkin tidak tergambarkan dalam semua kalimat. Dari penglihatan mata saya yang hanya terbatas ini, terlihat lebih dari seribu orang berduyun-duyun melepas kepergian beliau ke peristirahatan terakhirnya. Mobil-mobil juga berjajar panjang di pinggir jalan menuju rumah duka. Padahal upacara pemakaman dilaksanakan pada malam hari dengan cuaca dalam keadaan hujan yang cukup membuat basah. Namun hal ini tidak mengurangi niatan para pelayat untuk datang ke rumah beliau, mendoakan, menyolatkan, bahkan mengantarkan hingga selesai dikebumikan.
Pelayat berdatangan ke rumah duka
Masya Allah... Beberapa kesan yang bisa saya catat dari perginya Pak Mul diantaranya sebagai berikut.
Mbak Lisda Farhani, Ketua PWNA Jateng dalam sebuah komentar di FB mengungkapkan, “Beliau dari masa IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) 20 th yang lalu telah berkiprah di masjid dengan membina anak-anak melalui TPA/TPQ plus juga pengajian ibu-ibu. Padahal saat itu beliau masih SMA.”
Heriyanto, salah satu pengajar MI Muhammadiyah Jatisobo sekaligus aktivis Muda Muhammadiyah menyampaikan bahwa Pak Mulyono selalu meramaikan pengajian umum rutin setiap Jumat sore di Balai Muhammadiyah Jatisobo. “Hujan pun beliau datang. Bahkan tak jarang saat pengajian beliau mengajak serta istri dan anaknya,” lanjut Heriyanto.
Ustadz Qiqin Afandi, Ketua Umum PCPM dan Ketua Majelis Tabligh PCM Blimbing mengungkapkan bahwa sebelum meninggal, Pak Mulyono juga sudah berkali-kali ‘ngoyak-oyak’ingin mengumpulkan dan memberikan pembinaan kepada tim Ambulan LazisMu. Mengingat profesi beliau sebagai perawat di RS. DR. Moewardi. Namun belum sempat pembinaan tersebut terlaksana, Allah sudah lebih dulu memanggil beliau ke pangkuan-Nya.
Yusuf Aziz Rahma, Ketua LazisMu PCPM Blimbing yang saat ini sedang menjalankan amanah di Semarang bahkan terlihat teramat kecewa karena tidak bisa melayat beliau. Pasalnya bersama Pak Mulyono dirinya mengaku pernah menjalani momen-momen yang penting dan istimewa. Bahkan saat bertualang dengan senapannya di sekitar Mojosari, dia dan rekan-rekannya sering bertemu keramahan beliau saat shalat jamaah di masjid yang beliau pimpin.
Saya sendiri memang belum mengenal beliau dengan dekat. Saya baru sekali bertemu dengan Pak Mul saat saya diamanahi untuk berkhutbah Idul Adha di tempat beliau tahun 2014 yang lalu. Shalat ‘id yang ternyata juga baru pertama kali diadakan di masjid beliau. Dan dalam pertemuan yang hanya sekali itu memang tampak keteduhan dan keramahan diri beliau. Saat itu beliau menawarkan kepada saya untuk berkunjung ke rumahnya. Dan saat ini saya baru merasa sangat menyesal karena telah menolak tawaran itu. Karena sekarang, saya harus berkunjung dalam suasana berduka, tanpa bisa mengobrol dengan beliau, dan dengan genangan yang tertahan di pojok mata. Masya Allah...
Keikhlasan beliau saya dengar dari istri saya yang dulu pernah mengabdi sebagai guru TPQ di tempat beliau. Beliau selalu berkorban materi untuk menghidupi dakwah dan pendidikan untuk generasi muda. Bahkan istri saya bercerita bahwa dirinya dan guru TPQ lain disana digaji sekira tiga kali lipat dibanding TPQ lain, dan itu diambil dari uang pribadi beliau. Jazahullah khairan...
Bapak Yoso Suprapto (74) Ayah Pak Mulyono
Semua yang ada di dunia ini milik Allah, dan pada akhirnya semua akan berpulang kembali kepada-Nya. Jangan sampai tangis dan kesedihan kita justru menghalangi jalan beliau di alam sana. Beliau dikenal baik oleh manusia, semoga saja beliau juga dilihat sebagai orang yang shalih di mata Allah Ta’ala. Semoga beliau tidak hanya disayang oleh penduduk bumi, tetapi juga dicinta oleh penduduk dan Penguasa langit. Saat ini, beliau meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi keihklasan dan ketabahan, juga bisa menjadi tabungan kebaikan beliau di akhirat nanti. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu... [red/nas]
0 komentar:
Posting Komentar