728x90 AdSpace

Latest News
Selasa, 09 Desember 2025

Muhammadiyah dan Keluarga Sakinah


Mu’tamaroh Kurnianingsih, S.E

Anggota Majelis Pembinaan Kader (MPK) Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Blimbing, Sukoharjo

 

Berpasangan, Berpasangan, Berpasangan!

Janji Kokoh, Janji Kokoh, Janji Kokoh!

Saling Cinta, Saling Hormat, Saling Jaga, Saling Ridho…

Musyawarah, Untuk Sakinah!

 

Akhir-akhir ini, kalimat yang disertai dengan gerakan tepukan tangan itu tengah viral di berbagai platform media sosial. Ungkapan tersebut dipraktikkan dalam bentuk video dengan nama “Tepuk Sakinah”, sebagaimana diperkenalkan dalam salah satu program Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama (KUA).

Fenomena ini pun melahirkan berbagai adaptasi dan plesetan dari warganet. Muncul versi-versi lain seperti “Tepuk Skripsi”, “Tepuk Tagihan”, “Tepuk Guru Honorer”, hingga “Tepuk Sakinah 4.0” yang beredar di media sosial. Hal ini memunculkan beragam tanggapan, ada yang menilainya kreatif, tapi ada pula yang mempertanyakan esensi dari pesan moral di balik tepukan tersebut.

Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nazaruddin Umar, M.A, baru-baru ini menegaskan komitmennya memperkuat ketahanan keluarga melalui berbagai program unggulan, salah satunya “Tepuk Sakinah”. Program ini diharapkan mampu menekan tingginya angka perceraian dalam beberapa tahun terakhir.

Sekilas, gerakan “Tepuk Sakinah” ini tampak menyenangkan. Ia membawa pesan positif tentang cinta, hormat, dan musyawarah untuk meraih keluarga sakinah. Namun, di balik semangat yang riuh itu, ada persoalan yang lebih mendasar: apakah nilai-nilai keluarga sakinah dapat dipahami hanya melalui gerakan tepukan? Karena keluarga sakinah dalam Islam bukanlah sekadar simbol atau seremoni belaka. Ia adalah institusi pendidikan, tempat iman tumbuh dan akhlak dibina. Karena itu, membangun keluarga sakinah tidak cukup dengan slogan, melainkan dengan edukasi yang menyentuh akar persoalan manusia dan relasi keluarga.

 

Tepuk Sakinah: Antara Euforia dan Edukasi

Mungkin tidak ada yang salah dengan niat baik di balik dicetuskannya program ini. Namun, ketika sebuah gerakan moral disederhanakan menjadi hanya serangkaian gerakan tangan dan hafalan kata, yang hilang adalah ruh pendidikan dalam pernikahan itu sendiri. Masyarakat seolah diajak sekedar menghafal nilai, bukan memahaminya.

Fenomena tingginya angka perceraian, kekerasan rumah tangga, hingga lemahnya komunikasi antar anggota keluarga tidak akan selesai begitu saja dengan tepuk tangan. Data BPS yang diperbaharui pada Februari 2025 menyebutkan bahwa jumlah angka perceraian di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 394.608. Masalahnya bukan kurang tepuk, melainkan kurang tafaqquh, pemahaman mendalam terhadap ajaran Islam pada umumnya, maupun tentang pendidikan keluarga pada khususnya.

Padahal Allah SWT berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS Az-Zumar/39: 9)

Keluarga sakinah lahir dari ilmu dan pemahaman yang melahirkan kesadaran untuk mengamalkan, bukan hanya dari seremonial semata. Maka, ketika program keluarga lebih menekankan ekspresi fisik daripada pembinaan spiritual dan intelektual, yang tumbuh hanyalah euforia, bukan kesadaran.

 

Muhammadiyah dan Keluarga Sakinah

Muhammadiyah sendiri memberi perhatian besar terhadap upaya membangun keluarga sakinah. Melalui dokumen “Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah”, hasil Musyawarah Nasional Tarjih ke-28 di Palembang pada 2014, Muhammadiyah menegaskan pentingnya pembinaan keluarga yang berlandaskan iman, ilmu, dan amal shaleh. Dokumen tersebut menjadi panduan komprehensif yang tidak hanya menekankan aspek spiritual, tetapi juga mencakup pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial. Inilah bentuk nyata ihtiar dakwah berkemajuan yang menegaskan bahwa ketahanan keluarga harus dibangun melalui pendidikan yang menyeluruh dan berkesinambungan.

Dalam “Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah”, ditegaskan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, agama kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya ketenangan hidup berumah tangga. Rumah tangga sakinah bukanlah rumah tanpa perbedaan, melainkan rumah yang mengelola perbedaan dengan kasih. Ia menjadi tempat di mana cinta tumbuh dari iman, dan ketenangan lahir dari saling memahami.

Allah SWT berfirman: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum/30: 21)

Ayat ini menjadi pondasi utama gagasan keluarga sakinah. Bahwa ketenangan (sakinah) tumbuh dari hubungan spiritual dan kasih yang nyata di antara suami dan istri. Dalam ayat ini, Allah SWT menetapkan ketentuan-ketentuan hidup suami istri untuk mencapai kebahagiaan hidup, ketenteraman jiwa, dan kerukunan hidup berumah tangga. Apabila hal itu belum tercapai, mereka semestinya mengadakan introspeksi terhadap diri mereka sendiri, meneliti apa yang belum dapat mereka lakukan serta kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat. Kemudian mereka menetapkan cara yang paling baik untuk berdamai dan memenuhi kekurangan tersebut sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sehingga tujuan pernikahan yang diharapkan itu tercapai, yaitu ketenangan (sakinah), saling mencintai (mawaddah), dan kasih saying (rahmah).

 

Kesetaraan dalam Rumah Tangga

Muhammadiyah dalam “Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah” menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara di hadapan Allah SWT. Keduanya adalah mitra sejajar dalam tanggung jawab dan pengabdian. Suami bukan penguasa, dan istri bukan bawahan, keduanya adalah teman seperjuangan menuju ridha Ilahi.

Allah SWT berfirman: “Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah: 71)

Dengan prinsip kesetaraan ini, keluarga sakinah dibangun atas dasar musyawarah, bukan dominasi, atas dasar saling menghormati, bukan saling menguasai. Maka, seruan “Saling Cinta, Saling Jaga, Saling Ridho” yang ada dalam Tepuk Sakinah seharusnya diterjemahkan menjadi program nyata yang menumbuhkan pendidikan kesetaraan dan tanggung jawab bersama.

 

Menanam Sakinah Melalui Pendidikan

Sakinah adalah buah dari pembinaan yang menyentuh seluruh dimensi kehidupan. Rumah tangga tidak cukup ditegakkan oleh cinta, tetapi juga oleh ilmu, dan amal nyata. Salah satu prinsip keluarga sakinah adalah adanya pemenuhan kebutuhan hidup sejahtera dunia akhirat. Dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang dimaksud, nampak jelas adanya potensi dasar manusia yang perlu dikembangkan dan dibina dalam keluarga sakinah. Hal tersebut merupakan pilar keluarga sakinah.

Pada Bab IV “Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah” menegaskan bahwa pembinaan keluarga merupakan proses berkelanjutan untuk mewujudkan rumah tangga yang kokoh secara spiritual, sosial, dan moral. Keluarga tidak hanya tempat bernaung secara fisik, tetapi juga ruang tumbuhnya iman dan kepribadian Islami. Karena itu, pembinaan keluarga sakinah harus dimulai sejak pra-nikah, dilanjutkan dengan pembinaan setelah pernikahan, dan terus dikembangkan melalui penguatan nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Pembinaan pertama adalah dalam aspek spiritual dan moral. Keluarga sakinah harus berakar pada keimanan yang kuat kepada Allah SWT. Rumah menjadi pusat ibadah dan dzikir, tempat seluruh anggota keluarga menumbuhkan akhlak mulia. Orang tua menjadi teladan dalam ketaatan dan kesabaran, serta menanamkan nilai keikhlasan dan tanggung jawab. Kehidupan keluarga diarahkan agar selalu menjadikan Allah SWT sebagai tujuan utama segala urusan, sehingga tercipta suasana batin yang tenteram dan penuh rahmah.

Selanjutnya, pembinaan dalam aspek pendidikan memegang peranan penting. Keluarga adalah madrasah pertama bagi anak-anak, di mana nilai keilmuan, adab, dan tanggung jawab ditanamkan. Ayah dan ibu berkewajiban menjadi murabbi (pendidik) yang membimbing dengan kasih sayang. Di sini ditekankan pentingnya pendidikan yang berimbang antara intelektual, emosional, dan spiritual, agar anak tumbuh menjadi manusia bertauhid, berilmu, dan beramal shaleh.

Pembinaan juga meliputi aspek ekonomi, kesehatan, dan lingkungan. Keluarga sakinah harus mengelola rezeki secara halal, menjauhi kemewahan berlebihan, dan hidup dalam kesederhanaan yang berkeadilan. Kesehatan jasmani dan lingkungan menjadi tanggung jawab Bersama, rumah tangga yang bersih, sehat, dan rapi mencerminkan kebersihan jiwa penghuninya. Islam memandang kesejahteraan ekonomi dan kesehatan sebagai bagian dari ibadah sosial yang memperkuat ketahanan keluarga.

Terakhir pembinaan dalam aspek sosial, hukum, dan kemasyarakatan menegaskan bahwa keluarga sakinah bukan hanya tentang keharmonisan internal, tetapi juga tentang peran aktif dalam kehidupan masyarakat. Keluarga harus menumbuhkan semangat gotong royong, kepedulian sosial, dan tanggung jawab kebangsaan. Suami, istri, dan anak-anak didorong untuk menjadi pelaku kebaikan di lingkungannya, menjaga keadilan, serta menegakkan amar makruf nahi munkar. Dengan demikian, keluarga sakinah menjadi pondasi bagi terwujudnya masyarakat Islam yang berkemajuan.

 

Penutup

Semua pembinaan di atas menuntut waktu, ilmu, dan keteladanan. Ia tidak bisa disingkat menjadi sebuah tepuk tangan, seindah apa pun bunyinya. Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dalam “Tuntunan Keluarga Sakinah” telah memberikan pedoman bahwa dakwah keluarga harus berbasis ilmu dan amal nyata. Tepuk Sakinah mungkin bisa menjadi simbol penyemangat, tetapi bukan inti dari pembinaan keluarga. Jika ingin memperkuat ketahanan keluarga, maka jalan yang benar adalah pendidikan dan pendampingan berkelanjutan: kursus pra-nikah yang substantif, bimbingan keluarga muda, pengajian ayah-ibu, dan konseling berbasis masjid. Wallahu a’lam.


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Muhammadiyah dan Keluarga Sakinah Rating: 5 Reviewed By: Admin 2 TablighMu