ANDIKA RAHMAWAN
Pesantren merupakan satu di antara
bentuk lembaga pendidikan yang dikelola Persyarikatan. Di dalamnya menawarkan
pendekatan modern yang menyeimbangkan antara IMTAK dan IPTEKS. Tidak hanya
sebagai tempat pendidikan dan pengajaran semata, tetapi juga sebagai benteng
moral untuk membimbing santri agar hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam di
tengah tantangan zaman yang kian hari semakin mengkawatirkan.
Kasus kerusakan moral di kalangan
remaja menjadi sorotan tersendiri akhir-akhir ini. Hal ini menimbulkan
keresahan orang tua yang mendambakan anak-anak mereka tumbuh menjadi generasi
yang berkarakter dan berakhlak mulia. Beberapa kebijakan pemerintah juga bukannya
membentengi, tapi seakan memuluskan jalan rusaknya moral.
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun
2024 yang mengatur edukasi kesehatan reproduksi untuk anak sekolah dan remaja
memicu kritik masyarakat. Aturan ini menuai protes keras karena mencantumkan
penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Poin penyediaan alat kontrasepsi dalam
Pasal 103 Ayat (4) huruf (e) menimbulkan kekawatiran, terutama orang tua, yang
takut mendorong perilaku seks bebas kalangan remaja.
Pendidikan Muhammadiyah ikut berusaha
menjawab keresahan dengan sistem pesantren. Tidak hanya fokus pada ilmu agama,
tetapi juga memperhatikan pendidikan karakter melalui pembiasaan pola hidup
Islami. Kehidupan pesantren dirancang mendukung pembentukan karakter melalui
pengawasan ketat dari para pengasuh yang membuat santri fokus dalam belajar dan
beribadah.
Periode lalu, Majelis Dikdasmen dan
Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah telah merumuskan 20 Nilai
Budaya Pesantren Muhammadiyah pada Rakornas IV di UMS, Agustus 2019. Yang
terdiri dari: (1) keikhlasan; (2) tafaqquh fi ad-din wa al-‘ulum
(mendalami agama dan sains); (3) tajdid (pembaruan, inovasi); (4) integritas;
(5) ukhuwwah (persaudaraan); (6) disiplin; (7) mandiri; (8) moderat; (9)
sederhana; (10) kerjasama; (11) istiqamah; (12) pola hidup bersih dan sehat;
(13) ramah santri; (14) sopan santun; (15) gemar beramal shalih; (16) pelayanan
prima; (17) percaya diri; (18) peduli lingkungan; (19) peduli ipteks (ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni); dan (20) malu untuk tidak bersesuaian dengan
ajaran Islam (al-haya’).
Nilai budaya ini dibuat agar
menciptakan suasana kondusif di pesantren. Para ustadz di Pesantren
Muhammadiyah dituntut menjadi teladan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
Keteladanan menjadi salah satu cara efektif dalam menanamkan nilai-nilai Islami
kepada para santri. Selain membentuk karakter, pesantren juga memberi perhatian
besar pada pendidikan akademik. Kurikulum Pesantren Muhammadiyah
mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Santri tidak hanya
diajarkan tentang Al-Qur’an dan Hadis, tetapi juga ilmu sains, teknologi, dan
keterampilan hidup lainnya.
Pesantren Muhammadiyah juga
menyediakan berbagai fasilitas untuk mendukung aktivitas santri, seperti ruang
belajar, asrama yang nyaman, tempat ibadah, dan fasilitas olahraga. Semua ini
dirancang untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendukung pengembangan
potensi santri.
Di Pesantren Muhammadiyah santri difasilitasi
bermacam ekstrakurikuler dengan berbagai pilihan kegiatan, seperti olahraga,
seni, sains, kepemimpinan, keterampilan hidup, hingga kegiatan sosial, sehingga
santri bisa tersibukkan dalam aktivitas produktif. Di Pesantren Muhammadiyah
wajib ada organisasi otonom perkaderan seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah
(IPM), Kepanduan Hizbul Wathan (HW), Tapak Suci (TS) dan Kokam.
Kesibukan ini tidak hanya mengisi
waktu luang mereka, tetapi juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan bakat
dan potensi. Selain itu, aktivitas tersebut membangun rasa tanggung jawab,
kerja sama, dan disiplin, sehingga para santri tidak mempunyai ruang atau waktu
untuk terlibat dalam kegiatan negatif yang merusak moral.
Pesantren Muhammadiyah punya program
penghargaan untuk memotivasi santri, baik di bidang akademik maupun
non-akademik yang mendorong santri untuk terus berprestasi. Muhammadiyah punya
Olimpiade Ahmad Dahlan (OlimpicAD) yang digelar berjenjang dari tingkat
kabupaten hingga nasional, ada pula ajang Olimpiade Muhammadiyah Berprestasi
Nasional (OMBN) yang diselenggarakan secara nasional.
Namun pesantren tidak lepas dari
tantangan. Kasus kekerasan, perundungan, dan pelanggaran di lingkungan
pendidikan, termasuk pesantren, masih menjadi pekerjaan rumah. Pesantren
Muhammadiyah menjawab ini dengan menerapkan sistem pengawasan yang ketat untuk menjaga
lingkungan pendidikan bebas dari kekerasan. Selama ini jarang didengar atau mungkin
tidak ada kasus yang mengaitkan dengan Pesantren Muhammadiyah.
Uniknya Muhammadiyah, dari 400an
pesantren yang dimiliki saat ini, ada banyak varian yang bisa dipilih sesuai
minat anak atau kecenderungan orang tua, seperti pesantren berbasis kitab
kuning (turats), pesantren berbasis bahasa (Arab dan Inggris), pesantren
sains, pesantren tahfizh (Al-Qur’an dan Hadis), serta ada pula pesantren
entrepreneur/wirausaha.
Keberhasilan Pesantren Muhammadiyah
tercermin dari para alumni yang mampu berkontribusi di berbagai bidang. Tidak
hanya mumpuni dalam ilmu agama, tapi juga kompeten dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga bisa bersaing di masyarakat. Banyak alumni Pesantren Muhammadiyah
yang tidak hanya bisa melanjutkan pendidikan pada universitas unggulan di dalam
negeri, tapi juga banyak yang melanjutkan pendidikan di luar negeri, tidak
hanya di timur tengah, tapi ada juga yang di dunia barat.
-----
Andika Rahmawan, Guru SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PDM Sukoharjo.
0 komentar:
Posting Komentar