728x90 AdSpace

Latest News
Senin, 07 April 2025

Muhammadiyah dan Pendidikan Pesantren


ANDIKA RAHMAWAN

 

Pesantren merupakan satu di antara bentuk lembaga pendidikan yang dikelola Persyarikatan. Di dalamnya menawarkan pendekatan modern yang menyeimbangkan antara IMTAK dan IPTEKS. Tidak hanya sebagai tempat pendidikan dan pengajaran semata, tetapi juga sebagai benteng moral untuk membimbing santri agar hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam di tengah tantangan zaman yang kian hari semakin mengkawatirkan.

Kasus kerusakan moral di kalangan remaja menjadi sorotan tersendiri akhir-akhir ini. Hal ini menimbulkan keresahan orang tua yang mendambakan anak-anak mereka tumbuh menjadi generasi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Beberapa kebijakan pemerintah juga bukannya membentengi, tapi seakan memuluskan jalan rusaknya moral.

Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 yang mengatur edukasi kesehatan reproduksi untuk anak sekolah dan remaja memicu kritik masyarakat. Aturan ini menuai protes keras karena mencantumkan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Poin penyediaan alat kontrasepsi dalam Pasal 103 Ayat (4) huruf (e) menimbulkan kekawatiran, terutama orang tua, yang takut mendorong perilaku seks bebas kalangan remaja.

Pendidikan Muhammadiyah ikut berusaha menjawab keresahan dengan sistem pesantren. Tidak hanya fokus pada ilmu agama, tetapi juga memperhatikan pendidikan karakter melalui pembiasaan pola hidup Islami. Kehidupan pesantren dirancang mendukung pembentukan karakter melalui pengawasan ketat dari para pengasuh yang membuat santri fokus dalam belajar dan beribadah.

Periode lalu, Majelis Dikdasmen dan Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah telah merumuskan 20 Nilai Budaya Pesantren Muhammadiyah pada Rakornas IV di UMS, Agustus 2019. Yang terdiri dari: (1) keikhlasan; (2) tafaqquh fi ad-din wa al-‘ulum (mendalami agama dan sains); (3) tajdid (pembaruan, inovasi); (4) integritas; (5) ukhuwwah (persaudaraan); (6) disiplin; (7) mandiri; (8) moderat; (9) sederhana; (10) kerjasama; (11) istiqamah; (12) pola hidup bersih dan sehat; (13) ramah santri; (14) sopan santun; (15) gemar beramal shalih; (16) pelayanan prima; (17) percaya diri; (18) peduli lingkungan; (19) peduli ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni); dan (20) malu untuk tidak bersesuaian dengan ajaran Islam (al-haya’).

Nilai budaya ini dibuat agar menciptakan suasana kondusif di pesantren. Para ustadz di Pesantren Muhammadiyah dituntut menjadi teladan dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Keteladanan menjadi salah satu cara efektif dalam menanamkan nilai-nilai Islami kepada para santri. Selain membentuk karakter, pesantren juga memberi perhatian besar pada pendidikan akademik. Kurikulum Pesantren Muhammadiyah mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Santri tidak hanya diajarkan tentang Al-Qur’an dan Hadis, tetapi juga ilmu sains, teknologi, dan keterampilan hidup lainnya.

Pesantren Muhammadiyah juga menyediakan berbagai fasilitas untuk mendukung aktivitas santri, seperti ruang belajar, asrama yang nyaman, tempat ibadah, dan fasilitas olahraga. Semua ini dirancang untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendukung pengembangan potensi santri.

Di Pesantren Muhammadiyah santri difasilitasi bermacam ekstrakurikuler dengan berbagai pilihan kegiatan, seperti olahraga, seni, sains, kepemimpinan, keterampilan hidup, hingga kegiatan sosial, sehingga santri bisa tersibukkan dalam aktivitas produktif. Di Pesantren Muhammadiyah wajib ada organisasi otonom perkaderan seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Kepanduan Hizbul Wathan (HW), Tapak Suci (TS) dan Kokam.

Kesibukan ini tidak hanya mengisi waktu luang mereka, tetapi juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan bakat dan potensi. Selain itu, aktivitas tersebut membangun rasa tanggung jawab, kerja sama, dan disiplin, sehingga para santri tidak mempunyai ruang atau waktu untuk terlibat dalam kegiatan negatif yang merusak moral.

Pesantren Muhammadiyah punya program penghargaan untuk memotivasi santri, baik di bidang akademik maupun non-akademik yang mendorong santri untuk terus berprestasi. Muhammadiyah punya Olimpiade Ahmad Dahlan (OlimpicAD) yang digelar berjenjang dari tingkat kabupaten hingga nasional, ada pula ajang Olimpiade Muhammadiyah Berprestasi Nasional (OMBN) yang diselenggarakan secara nasional.

Namun pesantren tidak lepas dari tantangan. Kasus kekerasan, perundungan, dan pelanggaran di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, masih menjadi pekerjaan rumah. Pesantren Muhammadiyah menjawab ini dengan menerapkan sistem pengawasan yang ketat untuk menjaga lingkungan pendidikan bebas dari kekerasan. Selama ini jarang didengar atau mungkin tidak ada kasus yang mengaitkan dengan Pesantren Muhammadiyah.

Uniknya Muhammadiyah, dari 400an pesantren yang dimiliki saat ini, ada banyak varian yang bisa dipilih sesuai minat anak atau kecenderungan orang tua, seperti pesantren berbasis kitab kuning (turats), pesantren berbasis bahasa (Arab dan Inggris), pesantren sains, pesantren tahfizh (Al-Qur’an dan Hadis), serta ada pula pesantren entrepreneur/wirausaha.

Keberhasilan Pesantren Muhammadiyah tercermin dari para alumni yang mampu berkontribusi di berbagai bidang. Tidak hanya mumpuni dalam ilmu agama, tapi juga kompeten dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga bisa bersaing di masyarakat. Banyak alumni Pesantren Muhammadiyah yang tidak hanya bisa melanjutkan pendidikan pada universitas unggulan di dalam negeri, tapi juga banyak yang melanjutkan pendidikan di luar negeri, tidak hanya di timur tengah, tapi ada juga yang di dunia barat.

-----

Andika Rahmawan, Guru SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PDM Sukoharjo.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Muhammadiyah dan Pendidikan Pesantren Rating: 5 Reviewed By: Admin 1 TablighMu