Oleh: Taufik
Hidayat
Bagi pengkaji peradaban
Islam, diketahui bahwa perubahan signifikan dan fundamental telah diwujudkan
agama yang mulia ini, perubahan yang meliputi seluruh bidang kehidupan manusia.
Islam mampu mendorong manusia untuk mengubah diri mereka, mengubah segala
sesuatu yang diwarisi dari orangtua dan nenek moyang mereka, baik dalam sikap,
perilaku, keyakinan, sosial, politik, ekonomi,[1] dan
sains, sehingga sesuai dengan tuntunan Allah Swt. untuk manusia dan mampu
berlaku bijaksana dengan amanah yang Allah Swt. berikan kepada manusia.
Sains dalam tulisan ini
bukan dimaksudkan sebagai akar masalah dan solusi utama terhadap permasalahan
yang terjadi dalam masyarakat, sebab worldviewlah (cara pandang terhadap
Tuhan, alam semesta, kehidupan, ilmu, moralitas, agama, dan lainnya) yang
menempati posisi itu, melainkan berarti sains berada dalam ketidaktepatan
implementasinya serta tercabut dari makna sejatinya. Dalam Islam, syari’ah ialah
sumber utama dari sistem nilainya, sehingga pengamalan sains dalam berbagai
tindakan dan tujuan manusia mesti dipandu oleh struktur nilai menurut syari’ah.
Dalam sistem nilai ini, setiap tindakan manusia dinilai menjadi lima kategori
berikut ini: 1) wajib; 2) sunnah atau dianjurkan; 3) terlarang atau haram; 4)
tidak disukai atau makruh; dan 5) dibolehkan atau mubah.[2] Namun
kini, di masa peradaban Barat menghegemoni dengan sains dan teknologi, umat
Islam mesti mengkajinya agar tidak tersesat atau terperosok dalam kesalahan.
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, sains kontemporer tumbuh dan berkembang
dari pandangan bahwa alam semesta tidak tergantung pada apapun dan kekal (tidak
diciptakan), suatu sistem yang berdiri sendiri, dan berkembang menurut hukumnya
sendiri. Dengan kata lain berarti penolakan terhadap realitas dan keberadaan
Tuhan. Metode-metodenya terutama ialah rasionalisme filosofis, rasionalisme
sekuler, dan empirisme filosofis.[3] Dan tantangan dari Barat
muncul dalam bentuk seperti sekularisme, neo-kolonialisme, orientalisme,
postmodernisme, prularisme, liberalisme, relativisme, dan lainnya.
Kemudian, dalam
periodisasi sejarah, ada masa dimana umat Islam menyebutnya sebagai masa
keteladanan, sebab masa itu diisi oleh banyak orang mulia beserta kegigihan
perjuangannya, terutama Rasulullah Saw.. Beliau Saw. senantiasa totalitas dalam
melaksanakan apa yang Allah Swt. perintah dan menjauhi apa yang Allah Swt.
larang selaku Nabi dan Rasul-Nya. Disisi beliau Saw. ada para sahabat yang
setia mendampingi, menolong, melindungi, dan menyokong ikhtiar dan do’a beliau
sehingga kaum musyrikin masa itu bisa memeluk Islam sebagai agamanya,
meninggalkan segala bentuk kesyirikan, menghapus kejahilan dengan adab dan ilmu
yang membangunkan jiwa-jiwa yang telah lama tidur dan menjadikan manusia yang
sejatinya. Setelah beliau kembali kepada Allah Swt., estafet dakwah diteruskan
oleh para sahabat dan tampuk kepemimpinan umat Islam diamanahkan kepada
Khulafaur Rasyidin, yakni Abu Bakar as-Shiddiq, kemudian dilanjut Umar ibnu
al-Khaththab, lalu Usman ibnu Affan, terakhir Ali ibnu Abi Thalib. Pada tulisan
ini, figur yang didaras ialah Umar ibnu al-Khaththab, dimana perjalanan hidup
beliau banyak yang tertulis dalam berbagai literatur bahkan sudah difilmkan dan
populer di kalangan umat Islam. Melalui biografi Umar ibnu al-Khaththab,
Penulis berusaha menemukan nilai-nilai etis untuk mengevaluasi fenomena sains
masa kini yang dinilai sekuler atau menepikan/menghilangkan Tuhan dari
aktivitas peradaban manusia.
Mengenal Sekilas Sosok
Umar ibnu al-Khaththab
Umar ibnu al-Khaththab
ibnu Nufail ibnu Abdul Uzza ibnu Riyah ibnu Abdullah ibnu Qurth ibnu Razah ibnu
Adi ibnu Ka’ab. Ibunya ialah Hantamah binti Hisyam ibnu al-Mughirah ibnu
Abdullah ibnu Umar ibnu Makhzum. Umar termasuk salah seorang bangsawan Quraisy.
Zaman Jahiliyyah, beliau senantiasa diutus ke luar negeri untuk diplomasi. Jika
terjadi peperangan antara kabilah Quraisy dengan kabilah lain, Umar kerap kali
dipilih menjadi perantara. Kalau terpaksa bertanding, beliau sanggup
mempertahankan kemuliaan dan kemegahan kabilahnya. Ketika Rasulullah Saw.
diutus, Umar termasuk salah seorang diantara musuh-musuh kaum muslimin yang
keras sekali.[4]\Berkenaan istri dan anak-anak beliau, Ibnu Katsir
berkata, “Jumlah anak Umar ada tiga belas orang, yakni Zaid (sulung), Zaid
(bungsu), Ashim, Abdullah, Abdurrahman (sulung), Abdurrahman (pertengahan),
az-Zubair bin Bakkar atau Abu Syahmah, Abdurrahman (bungsu), Ubaidullah, Iyadh,
Hafshah, Ruqayyah, Zainab, Fathimah. Sedangkahn, jumlah perempuan yang pernah
Umar nikahi pada masa Jahiliyyah dan Islam baik yang diceraikan maupun
ditinggal wafat sebanyak tujuh orang.”.[5]
Setelah keislamannya,
Umar ibnu al-Khaththab memiliki gelas al-Faruq (pembeda antara kebenaran dan
kebatilan)[6], sebab kepribadiannya
menjadi lebih terasah dan lebih bersinar daripada masa sebelum keislamannya.
Dalam Islam, beliau bisa menemukan kecerdasan dan pedomannya. Bidangnya bukan
lagi patung-patung bisu disekeliling Ka’bah atau urusan-urusan tidak bernilai
di kota Mekah. Tetapi berubah, aktivitasnya berkaitan dengan “langit dan bumi”
atau “abdullah dan khalifatullah”. Titik sentral perjuangan
beliau ialah agama yang dipahaminya dengan kecerdasan yang cemerlang, bahwa
beliau tidak akan berhenti di daerah gurun dan unta, melainkan agama ini akan
terus menyebar ke wilayah Timur dan Barat hingga dunia ternaungi didalamnya.[7]
Terbukti, dibawah komandonya, perluasan daerah Islam mengalami kesuksesan yang
gemilang. Pada masanya kekuatan-kekuatan yang bercokol lama di belantika
peradaban dunia, seperti Persia dan Romawi, tunduk dihadapan umat Islam. Banyak
hal yang menjadikan Umar memiliki keistimewaan dalam luasnya cakrawala ilmu
pengetahuan dan keberanian dalam memperluas medan kerja akal. Misalnya saat
beliau berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak ada ketetapan nashnya, pasti
beliau berusaha untuk mengidentifikasi kemaslahatan yang menjadi motivasi
ketetapan nash dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian menjadikan kemaslahatan
yang teridentifikasi tersebut sebagai petunjuk dalam menetapkan hukum.[8] Dan
masih banyak kisah tindakan-tindakan bijaksana beliau yang bisa ditemukan dalam
berbagai literatur biografi Umar ibnu al-Khaththab.
Mengkaji Sebagian
Perjalanan Hidup Umar ibnu al-Khaththab
A. Bukan Pembunuh Bayi
Vs. Aborsi
Ada pertanyaan, apakah
Umar ibnu al-Khaththab Ra. pernah mengubur bayi perempuannya hidup-hidup
sebagaimana adat orang Arab jahiliyyah? Syaikh Utsman al-Khamis mengatakan
bahwa, “Riwayat kisah Umar ibnu al-Khaththab mengubur bayi perempuannya
hidup-hidup itu dari Jabir al-Ju’fi, seorang Syiah Rafidhah dan pendusta.
Riwayatnya tidak diterima sebab kebid’ahannya sebagai seorang Rafidhah, dan
sebab cacat dalam ucapannya sebagai pendusta.” Salah satu dari istri Umar ibnu
al-Khaththab yang dinikahinya di masa Jahiliyyah ialah Zainab binti Maz’un,
saudara perempuan Utsman bin Maz’un. Dari Zainab ini lahirlah bayi perempuan
beliau yang bernama Hafshah sebagai anak yang paling besar dan dilahirkan lima
tahun sebelum masa kenabian. Mengapa Hafshah, anak perempuan tertua, dibiarkan
hidup jika beliau dikatakan benci kepada anak perempuan? Dengan demikian, Umar
ibnu al-Khaththab Ra. memang tidak pernah membunuh bayi perempuannya. Hal ini
juga dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Shalih al-Ushaimy
(Dosen Aqidah di Arab Saudi) yang menyatakan bahwa riwayat dan tuduhan Umar
ibnu al-Kaththab membunuh dan mengubur hidup-hidup bayi perempuannya di masa
Jahiliyyah adalah tidak benar atau kabar bohong.[9]
Berangkat dari peristiwa
itu, ada permasalahan yang bentuknya hampir sama dengan kejahilan ini, yakni
aborsi. Secara definitif, aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya
kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung dari hari terakhir) atau berat janin kurang
dari 500 gr, panjang kurang dari 25 cm. Dalam medis, aborsi diartikan sebagai
berakhirnya suatu kehamilan sebelum viability, sebelum janin mampu hidup
sendiri diluar kandungan, yang diperkirakan usia kehamilannya dibawah usia 20
minggu (WHO).[10]
Berdasarkan laporan WHO tahun 2006, aborsi meningkat menjadi 2,3 juta kasus per
tahun atau 6.301 kasus per hari setara 4 kejadian per detiknya. Penelitian
Yayasan Kesehatan Perempuan pada tahun 2006 melaporkan bahwa 87% aborsi
dilakukan oleh istri atau ibu dan 15-20% dilakukan oleh perempuan muda yang
belum menikah. Alasan dilakukannya aborsi pada perempuan yang belum/tidak
menikah ialah sebab usia masih muda, pria tidak mau betanggungjawab, takut pada
orangtua, berstatus hamil diluar nikah, berstatus perempuan simpanan, dan
dilarang hamil oleh pasangannya. Sedangkan pada istri atau ibu, alasannya sebab
kegagalan alat kontrasepsi, jarak kelahiran terlalu rapat, jumlah anak terlalu
banyak, terlalu tua untuk melahirkan atau alasan medis, faktor sosial ekonomi,
dalam proses perceraian dengan suami, berstatus istri kedua, dan suami tidak
menginginkan anak darinya.[11] Aborsi dilakukan
dengan metode-metode berikut ini: aspirasi vakum atau D&K, medikasi oral
dan pijatan, medikasi aborsi yang disuntikan, benda asing atau jamu-jamuan atau
ramuan lain dimasukkan dalam vagina atau rahim, akupuntur, dan paranormal.[12]
Padahal, Allah Swt.
berfirman dalam QS. Al-An’am: 151 “Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah aku bacakan
apa yang diharamkan Tuhan kepada mu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun,
berbuat baik kepada orangtua, janganlah membunuh anak-anak mu sebab miskin. Kamilah
yang memberi rezeki kepada kamu dan mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan
yang keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh
orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah dia
memerintahkan kepada mu agar kamu mengerti.’”, dan QS. At-Takwir: 8-9 “Dan
apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa
dia dibunuh?”, serta QS. An-Nahl: 58-59 “Padahal apabila seseorang dari mereka
diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah
padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan
kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan
(menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?
Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.”.
Pelajaran etika terhadap
sains dari paparan diatas ialah sains digunakan bukan untuk membunuh atau
menyiksa manusia. Didalam al-Qur’an, manusia memiliki empat istilah yang unik,
yakni an-Naas (gerak atau nampak), al-Basyar (materi dan sifat atau kualitasnya,
seperti melihat, memakan, berjalan, memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sempurna
atau seimbang segala unsurnya), al-Insi (golongan atau kelompok), al-Insaan
(dibebani tanggungjawab, pengemban amanah, dan khalifah di bumi), dan total 361
kali disebut dalam al-Qur’an.[13] Hal ini membuktikan bahwa
manusia itu ciptaan Allah Swt. yang paling istimewa. Dan berkenaan anak, mereka
bisa jadi tiket atau jalan ke surga. Kata orang bijak zaman dulu, semakin
manusia mengerti tentang dirinya, mulai dari raga sampai jiwa, semakin mereka
mengenal Allah Swt. dan merasakan kenikmatan mendekat kepada-Nya. Hadirkan rasa
beruntung dikaruniai anak, paling dasar lagi beruntung diciptakan sebagai
manusia, dan rahmat Allah itu sangat luas maka jangan pernah putus asa
dari-Nya.
B. Penyayang Binatang
Vs. Eksploitasi Habitat
Suatu ketika Amirul
Mukminin Umar ibnu al-Khaththab Ra. tengah duduk disamping unta yang sakit. Ia
duduk sambil menangis dan berkata, “Demi Allah, aku tidak mengerti apa yang
terjadi pada mu. Aku sungguh takut, kelak Allah akan menanyaiku tentang mu dan meminta
pertanggungjawaban ku pada hari kiamat.” Waktu itu, Khalifah Umar Ra. pernah
mengatakan, “Jika ada seekor unta yang tergelincir di jalan di negeri Iraq, aku
takut dituntut Allah di akhirat kelak: Mengapa kau tak membuat jalan yang baik
sehingga seekor unta tergelincir karenanya?” Di waktu lain, Ali ibnu Abi Thalib
Ra. melihat orang tinggi besar dan gagah sedang berlari cepat bagaikan prajurit
perang. Ternyata, setelah dilihat dengan seksama, beliau Umar ibnu al-Khaththab
Ra., Ali ibnu Abi Thalib Ra. bertanya, “Mau kemana wahai Amirul Mukminin?”,
“Ada unta sedekah (milik negara) yang kabur, aku berlari mengejarnya!” jawab
Umar. Dalam riwayat lain, lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang.
Siang itu, matahari seakan didekatkan hingga sejengkal. Dan lelaki itu masih
terus berlari mengejar dan menggiring seekor anak unta sambil menutupi wajahnya
dengan sorban dari pasir yang beterbangan. Tidak jauh darinya, berdiri sebuah
dangau berjendela. Sang pemilik, Utsman ibnu Affan, sedang beristirahat dengan
hidangan buah-buahan dan air sejuk sambil melantunkan ayat-ayat al-Qur’an.
Ketika melihat lelaki yang berlari-lari itu, beliau mengenalinya, “Masya Allah”
Utsman berseru, “Bukankah itu Amirul Mukminin?” Ya, lelaki tinggi besar itu
ialah Umar ibnu al-Khaththab. “Ya Amirul Mukminin!” teriak Utsman sekuat tenaga
dari pintu dangaunya, “Apa yang engkau lakukan di tengah angin ganas ini?
Masuklah kemari!” Dinding dangau disamping Utsman bergerak keras diterpa angin
yang deras. “Ada dua ekor unta sedekah yang tertinggal dari kawanannya,
sementara kawanan unta sedekah telah berlalu, maka aku berniat untuk menyusul
dan membawa mereka ke pekarangan khusus sebab aku khawatir mereka hilang. Aku
takut Allah akan menanyakan pada ku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai Utsman!”
Umar berteriak dari kejauhan. “Masuklah kemari!” seru Utsman, “Akan ku suruh
pembantu ku menangkapnya untuk mu!”. “Tidak!”, balas Umar, “Masuklah Utsman!
Masuklah!”. “Sungguh, hai Amirul Mukminin, kemarilah. InsyaAllah unta itu akan
kita dapatkan kembali.”. “Tidak, ini tanggungjawab ku. Masuklah engkau hai
Utsman, anginnya makin kencang dan badai pasirnya deras!” Utsman pun masuk dan
menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya dan bergumam dengan suara
perlahan, “Demi Allah, engkau wahai Umar bagaikan Nabi Musa As. seorang yang
kuat lagi terpercaya.”[14]
Ada beberapa hadits yang
patut dijadikan bahan instropeksi diri berkenaan hal ini, “Dari Abu Hurairah
Ra., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Saat seorang lelaki berjalan, dia
merasakan sangat dahaga. Maka dia ingin turun ke sumur untuk minum. Tiba-tiba
ada seekor anjing yang menjilat-jilat sambil makan tanah sebab kehausan. Kata
lelaki tersebut, “Sungguh anjing ini sangat kehausan.” Maka dia keluar dari
sumur dengan membawa sepatunya yang terisi air. Kemudian, dia memberi minum
anjing tadi. Maka Allah mengampuninya.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah Saw., apakah mendapat pahala jika berbuat baik kepada binatang?
Beliau bersabda, “Setiap aktivitas yang memberi manfaat atau menolong kepada
makhluk yang bernyawa pasti Allah Swt. memberi pahala.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Riwayat lainnya, “Seorang wanita dimasukkan ke neraka sebab kucing
yang diikatnya. Dia tidak memberinya makan dan minum. Dia tidak melepasnya dan
membiarkannya mencari makanan sendiri sehingga kucing itu mati.” (HR. Bukhari
dan Muslim). Dalam hadits yang lain, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat
baik dalam segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka lakukan cara terbaik.
Jika kalian menyembelih hewan, maka berbuat baiklah dengan cara menajamkan
alatnya dan memberikannya rasa nyaman.”(HR. Muslim). Kemudian hadits lainnya,
Rasulullah Saw. pernah melihat rumah semut dibakar, maka beliau bertanya,
“Siapa yang membakar rumah semut ini?” Lalu, sahabat menjawab, “Kami, ya
Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, tidak ada seorang pun yang
berhak mengazab dengan api, kecuali Rabb yang memiliki api.” (HR. Abu Daud).
Berkaca dari hal diatas,
realitas yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia mengungkapkan bahwa:
1. Eksploitasi sumber
daya perikanan frekuensinya lebih sering daripada kejadian El Nino, maraknya
penggunaan bom dan racun untuk menangkap ikan yang berkisar satu kali per bulan
bahkan per pekan juga berakibat rusaknya terumbu karang. Kemudian, pencemaran
pesisir terjadi sebab perpaduan bahan pencemar (organik seperti produk-produk
rumah tangga, nitrogen, serta fosfor) dan sedimentasi yang berakibat hilangnya
moluska dan karang.[15]
2. Guinnes Book of
Record mencatat berkurangnya 2% lahan hutan per tahun di Indonesia, misalnya
untuk industri kelapa sawit, pulp, dan kertas. Akibatnya terjadi penurunan
drastis jumlah orangutan serta terancamnya spesies-spesies tumbuhan dan hewan
lainnya.[16]
3. Kerusakan alam dan
hilangnya habitat telah menyebabkan puluhan ribu spesies terancam punah, di
Indonesia jumlahnya sekitar 1126 spesies sehingga menempatkannya sebagai
peringkat ke-5 dari 20 negara di dunia
yang spesies alamiahnya terancam. Kasus-kasus yang terjadi, contohnya
deforestasi di Kalimantan dan penangkapan ikan secara ilegal di Laut Arafuru.[17]
4. Nelayan teripang,
bom, dan bius menggunakan peralatan selam modern berdampak pada kemerosotan
populasi sumber daya perikanan dan kerusakan habitat ekosistem terumbu karang.[18]
5. Dan lainnya.
C.
Baitul Mal, Salah Satu Jihad Khalifah Umar
Saat Umar bin Khatab
menjadi khalifah, beliau mengumpulkan para bendaharawan, setelah membuka Baitul
mal dan hanya mendapatkan 1 dinar. Kemudian, Abdullah bin Arqam di tunjuk
sebagai pengurus Bait al-mal di Madinah, Abdullah ibn Ubaidah Al-Qaris dan
Muayqab sebagai wakilnya. Termasuk didalamnya adalah diwan, lembaga
bagian dari Baitul mal yang mengatur pemasukan, penyaluran dana, dan jaminan
sosial kepada yang berhak dengan ketentuan yang telah ditetapkan sesuai dalam
arsip-arsip. Dalam hal kharaj salah
satu contohnya, Umar mengatur adsministrasi dan harta kharaj sepenuhnya
milik Bait al-mal. Umar meneliti jumlah kharaj yang dibebankan
kepada petani, sehingga tidak ada pungutan yang melebihi kemampuan wajib pajak dengan
mempertimbangkan luas tanahnya serta tidak menjadi beban yang
memberatkan bagi masyarakat non-muslim yang berada dalam pemerintahan Islam. Lalu,
jizyah, beliau tidak membebankannya kepada kaum wanita,
anak-anak, orang-orang miskin, para budak dan rahib-rahib serta berlaku lemah
lembut terhadap orang-orang miskin dan lemah, namun bersikap keras terhadap
orang-orang kaya agar mereka tidak menghindar dari kewajiban membayar jizyah
serta kebijakan-kebijakan lainnya.[19]
Untuk mendistribusikan
harta Bait al-Mal, khalifah Umar mendirikan beberapa lembaga, Rakman
memberikan perincian terkait dengan lembaga-lembaga yang muncul pada masa
Khalifah Umar ibn al-Khattab yang mendapatkan distribusi dana dari Bait
al-Mal, yakni:
1)
Lembaga Pelayanan Militer.
Lembaga
yang difungsikan untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang
terlibat dalam peperangan dengan jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah
tanggungan keluarga tiap penerima dana.
2)
Lembaga Kehakiman dan Eksekutif.
Lembaga
ini bertanggung jawab atas gaji para hakim dan pejabat eksekutif dengan jumlah
gaji yang diterima cukup untuk kebutuhan keluarga sehingga terhindar dari suap.
3)
Lembaga Pendidikan dan Pengembangan
Islam.
Lembaga
ini mendistribusikan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam serta
keluarganya.
4)
Lembaga Jaminan Sosial.
5)
Lembaga ini memiliki daftar bantuan
untuk fakir dan miskin dengan tujuan agar tidak seorang pun terabaikan
kebutuhan hidupnya, termasuk orang sakit, usia lanjut, cacat, yatim piatu,
janda dan lainnya yang tidak mampu sehingga diberi bantuan keuangan secara
tahunan.
Selain itu, juga ada lembaga yang
mengawasi pelayanan publik dengan tujuan untuk memberikan pelayan yang terbaik
masyarakat, diantaranya:
1)
Hisbah
Lembaga yang berfungsi untuk
mengawasi keberlakuan dan penerapan hukum di area perdagangan.
2)
Lembaga pengaduan masyarakat atas
hal-hal yang merugikan masyarakat.[20]
Umar bin Khathab dalam
upaya mencapai keberhasilan ekonomi Islam, merealisasikan penanganan zakat,
baitul mal, pengambilan jizyah, dan mengarahkan sumber devisa yang lain untuk
kaum muslimin. Selain itu, Umar juga melakukan reformasi dengan mengembangkan
sistem ekonomi yang mengatur pemasukan, belanja, aparat negara seperti pegawai,
gubernur dan lain-lain dengan bijak. Sikap tegas Umar terhadap ekonomi yang
tidak jujur dan sering menyelewengkan harta rakyat adalah suatu keteladanan.
Dalam kasus pemborosan dan korupsi, adanya pengawasan ketat dari rakyat serta
diterapkannya sanksi dan hukuman yang keras terhadap koruptor, juga turut
menurunkan penyelewengan keuangan oleh pejabat. Tentu hal ini telah
dipraktekkan oleh Umar, agar bisa kita ambil pelajaran.[21]
Epilog
Solusi bermula dari
pembenahan worldview (cara pandang terhadap Tuhan, alam semesta,
kehidupan, ilmu, moralitas, agama, dan lainnya). Diatas telah dijelaskakan
firman-firman Allah Swt. dan kisah sebagian perjalanan hidup Umar ibnu
al-Khaththab, pertanyaan pertama: Percaya tidak dengan hal itu? Bukankah
pernyataannya begitu logis? Persoalannya mau tidak memegang prinsip itu dengan
apapun permasalahan yang sedang dihadapi? Sains dan teknologi akan terus
berkembang dalam berbagai bentuk, tapi tidak menjadi soal, kalau keyakinannya
baik dan benar. Selesai dengan langkah awal itu, berikutnya menempuh pelbagai
metode yang sifatnya preventif maupun represif. Banyak penelitian yang membahas
permasalahan kontemporer, tinggal meluangkan waktu untuk mempelajarinya dengan
komprehensif, kemudian lakukan pengamalan dengan ikhlas sebagaimana sabda
Rasulullah Saw. bahwa “Sesungguhnya segala berbuatan itu bergantung dari
niatnya.”. Wallahu A’lam bish-shawab.
[1] Prof. Dr. Raghib as-Sirjani, Sumbangan
Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2012), hal.
421-422.
[2] Osman Bakar, Tauhid dan Sains
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), hal. 64-65.
[3] Dr. Wido Supraha, Pemikiran George
Sarton dan Panduan Islamisasi Sains (Depok: Yayasan Adab Insan Mulia,
2018), hal. 35.
[4] Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam
Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara (Jakarta: Gema Insani, 2016), hal.
161.
[5] Abu Ihsan al-Atsari, Masa Khulafa’ur
Rasyidin (Jakarta: Dar Haq, 2004), hal. 170.
[6] Majdi Fathi Sayiyd, Mari Mengenal
Khulafaur Rasyidin (Jakarta: Gema Insani, 2003), hal. 25.
[7] Syaikh Khalid Muhammad Khalid, 5
Khalifah Kebanggaan Islam (Jakarta: Akbar Media, 2011), hal. 73-74.
[8] Dr. Muhammad Baltaji, Metodologi Ijtihad
Umar bin al-Khathab (Jakarta: Khalifah, 2005), hal. 22.
[9] Fariq Gasim Anuz, Kepemimpinan dan
Keteladanan Umar bin Khathab (Jakarta: Daun, 2016), hal. 10-11.
[10] Mufliha Wijayati, Aborsi Akibat Kehamilan
yang Tak Diinginkan (KTD): Kontestasi antara Pro-Live dan Pro-Choice,
ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman Vol. 15 No. 1 Juni 2015, hal. 46.
[11] Moh. Saifullah, Aborsi dan Resikonya bagi
Perempuan, JSH Jurnal Sosial Humaniora Vol. 4 No. 1 Juni 2011, hal. 17.
[12] Aborsi di Indonesia, Jurnal Guttmacher Institute Seri 2008 No. 2, hal. 2.
[13] Abah Salma Alif Sampayya, Keseimbangan
Matematika dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2007), hal. 340-346.
[14] Fariq Gasim Anuz, Kepemimpinan dan
Keteladanan Umar bin Khathab (Jakarta: Daun, 2016), hal. 207-210.
[15] Hadiyanto, Pemanasan Global, Eksploitasi
Sumber Daya Perikanan, dan Pencemaran Pesisir Sebagai Penyebab Utama Perubahan
Ekologi Laut di Indonesia, Jurnal Oseana Vol. XLII No. 2 Tahun 2017, hal.
6-9.
[16] Tertangkap Basah Bagaimana Eksploitasi Minyak
Kelapa Sawit oleh Nestle Memberi Dampak Kerusakan bagi Hutan Tropis, Iklim, dan
Orangutan, Jurnal Greenpeace Maret 2010, hal. 2-5.
[17] Sutarno dan Ahmad Dwi Setyawan, Biodiversitas
Indonesia: Penurunan dan Upaya Pengelolaan untuk Menjamin Kemandirian Bangsa,
Jurnal Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon Vol. 1 No. 1 Maret 2015, hal. 7-10.
[18] Munsi Lampe, Sjafri Sairin, dan Heddy Shri
Ahimsa Putra, Perilaku Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Taka dan
Konsekuensi Lingkungan Dalam Konteks Internal dan Eksternal: Studi Kasus Pada
Nelayan Pulau Sembilan, Jurnal Humaniora Vol. 17 No. 3 Oktober 2005, hal.
323.
[19] Fitmawati, Manajemen Baitul Mal pada Masa Khalifah Umar bin Khatthab R.A.: Sebuah
Tinjauan Sejarah, Jurnal Ilmiah Syi’ar Vol. 19 No. 1 Tahun 2019, hal. 1-29.
[20] Pratama, M. al-Qautsar dan Sujati, Budi, Kepemimpinan dan Konsep Ketatanegaraan Umar
bin al-Khattab, Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Tahun 2018,
hal. 59-70.
[21] Marsela, Anis, 2011, Kebijakan terhadap Pengawasan Harta Baitul Mal di Masa Khalifah Umar bin Khattab, Skripsi, Riau: UIN Sultan Syarif Kasim.
Tentang Penulis
Taufik Hidayat lahir di Cirebon pada 23 Juni 1996. Ia merupakan seorang laki-laki yang saat ini berdomisili di Blok Ciluwung RT 003 RW 005, Desa Kedungbunder, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, kode pos 45161. Saat ini, muslim yang masih lajang ini menjalani peran ganda sebagai mahasiswa sekaligus guru. Ia kini aktif berjejaring melalui berbagai akun media sosial, antara lain Facebook dengan nama Taufik Hidayat, Instagram dengan akun @fik.dayat.72, LinkedIn atas nama Taufik Hidayat, serta Medium dengan akun fik.dayat.72. Untuk keperluan silaturrahmi Taufik Hidayat dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp di +62 821-1528-9672.
0 komentar:
Posting Komentar