Dr. H. Maskuri, M.Ed. 
Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
PP Muhammadiyah Periode 2010-2015
Sejarah Singkat Lahirnya Pendidikan Muhammadiyah
KH Ahmad Dahlan mengawali ide besarnya dalam bidang pendidikan dengan merintis lembaga pendidikan yang didirikan di rumahnya pada tahun 1911 dengan menyelenggarakan pendidikan yang diberi nama “Madrasah Diniyah Ibtidaiyah” yang muatan kurikulumnya meliputi mata pelajaran agama Islam dan mata pelajaran umum dengan tujuan agar umat Islam yang terbelakang pada saat itu mulai sadar untuk hidup yang lebih maju dan bermartabat.
KH Ahmad Dahlan mengawali ide besarnya dalam bidang pendidikan dengan merintis lembaga pendidikan yang didirikan di rumahnya pada tahun 1911 dengan menyelenggarakan pendidikan yang diberi nama “Madrasah Diniyah Ibtidaiyah” yang muatan kurikulumnya meliputi mata pelajaran agama Islam dan mata pelajaran umum dengan tujuan agar umat Islam yang terbelakang pada saat itu mulai sadar untuk hidup yang lebih maju dan bermartabat.
Selanjutnya, pada tahun 1919, KH Ahmad Dahlan mendirikan Al-Qismul  Arqa yang merupakan kelas tingkat lanjutan dari jenjang Standardschool  dan berorientasi untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru agama bagi  Sekolah  (rendah) Muhammadiyah. Mata pelajaran agama Islam yang  diberikan kepada siswa/murid/peserta didik mirip dengan mata pelajaran  agama Islam yang ada di Pondok Pesantren hanya saja sistem  pembelajarannya menggunakan sistem klasikal dengan media pembelajaran  papan tulis tidak seperti pembelajaran Pondok Pesantren pada umumnya  yang menggunakan metode sorogan, bandongan, wetonan, atau yang lainnya.
Kemudian, pada tanggal 8 Desember Al-Qismul Arqa menempati gedung  baru dan berubah nama menjadi Pondok Muhammadiyah yang dipimpin oleh  putra beliau yakni Siradj Dahlan. Namun demikian, Pondok Pesantren  Muhammadiyah yang dikembangkan berbeda dengan Pondok Pesantren Salafiyah  pada umumnya yang hanya fokus belajar agama Islam (tafaqquh fiddin).  Menurut penelitian Amir Hamzah Pondok Muhammadiyah disebut sebagai  institusi pendidikan Islam modern  pertama di Yogyakarta, karena  menggunakan kurikulum terintegrasi antara ilmu-limu umum dan ilmu agama  Islam.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1923 Pondok Muhammadiyah berubah menjadi Kweekschool Islam Moehammadiyah atau disebut juga Kweekschool Moehammadiyah. Kweekschool Moehammadiyah dicitrakan sebagai sekolah Islam modern, karena metode pembelajarannya menggunakan metode belajar yang sering digunakan oleh sekolah model Barat. Pada tanggal 1 Januari 1932 Kweekschool Moehammadiyah berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1923 Pondok Muhammadiyah berubah menjadi Kweekschool Islam Moehammadiyah atau disebut juga Kweekschool Moehammadiyah. Kweekschool Moehammadiyah dicitrakan sebagai sekolah Islam modern, karena metode pembelajarannya menggunakan metode belajar yang sering digunakan oleh sekolah model Barat. Pada tanggal 1 Januari 1932 Kweekschool Moehammadiyah berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah.
Kondisi Obyektif Pendidikan Muhammadiyah
Pendidikan Muhammadiyah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah dari tingkat Pusat sampai dengan Cabang yang meliputi SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, Mu’alimin/Mu’alimat, dan Pondok Pesantren.
Keberadaan lembaga pendidikan Muhammadiyah yang saat ini kita saksikan tersebar di seluruh penjuru pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke baik dalam bentuk Sekolah, Madrasah, dan Pondok Pesantren tidak terlepas dari latar belakang sejarah mengapa KH Ahmad Dahlan menaruh perhatian besar terhadap bidang pendidikan sebelum organisasi masyarakat/lembaga lain memikirkan untuk mendirikan lembaga pendidikan. Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa KH Ahmad Dahlan memiliki cita-cita besar dan mulia dalam bidang pendidikan yaitu; (1) ingin membentuk manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, (2) luas pandangan dan alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu-ilmu umum), dan (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.Tiga cita-cita besar tersebut tetap relevan sepanjang masa dan dapat kita bandingkan dengan tujuan pendidikan nasional pada pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yaitu; untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan Muhammadiyah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah dari tingkat Pusat sampai dengan Cabang yang meliputi SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, Mu’alimin/Mu’alimat, dan Pondok Pesantren.
Keberadaan lembaga pendidikan Muhammadiyah yang saat ini kita saksikan tersebar di seluruh penjuru pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke baik dalam bentuk Sekolah, Madrasah, dan Pondok Pesantren tidak terlepas dari latar belakang sejarah mengapa KH Ahmad Dahlan menaruh perhatian besar terhadap bidang pendidikan sebelum organisasi masyarakat/lembaga lain memikirkan untuk mendirikan lembaga pendidikan. Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa KH Ahmad Dahlan memiliki cita-cita besar dan mulia dalam bidang pendidikan yaitu; (1) ingin membentuk manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, (2) luas pandangan dan alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu-ilmu umum), dan (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.Tiga cita-cita besar tersebut tetap relevan sepanjang masa dan dapat kita bandingkan dengan tujuan pendidikan nasional pada pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yaitu; untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat kita bandingkan dengan  cita-cita KH Ahmad Dahlan bahwa berkembangnya potensi peserta didik agar  menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,  berakhlak mulia relevan dengan keingingan KH Ahmad Dahlan membentuk  manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, sedangkan menjadi  peserta didik yang sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri sesuai dengan  keingingan KH Ahmad Dahlan agar peserta didik menjadi manusia Indonesia  yang luas pandangan dan alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu-ilmu umum).  Adapun menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab  relevan dengan keingingan KH Ahmad Dahlan agar peserta didik menjadi  manusia Indonesia yang bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.  Hanya saja apa yang diinginkan KH Ahmad Dahlan lebih dalam dan lebih  tinggi dari apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional yakni  menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab lebih kepada  kepentingan diri peserta didik bukan untuk kepentingan masyarakat,  sedangkan yang diharapkan oleh KH Ahmad Dahlan bahwa peserta didik yang  diharapkan adalah peserta didik yang bersedia berjuang untuk kemajuan  masyarakatnya.
Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa K.H. Ahmad Dahlan  melalui pendidikan ingin memberi pencerahan dan mengajak kepada  masyarakat dan bangsa Indonesia yang pada saat itu masih terbelenggu  oleh cara berfikir kaum penjajah, sehingga tetap bodoh, miskin, dan  terbelakang untuk bangkit dan berjuang melawan kebodohan, kemiskinan,  dan ketertinggalan menjadi bangsa yang bermartabat dan maju sebagaimana  bangsa-bangsa lain di dunia.
Secara kuantitas, Sekolah, Madrasah dan Pondok Pesantren Muhammadiyah  menunjukkan perkembangan yang menggembirakan yakni sebanyak 5.264  lembaga dengan rincian SD sebanyak 1.064, MI 118 lembaga, SMP 1.111  lembaga, MTs 521 lembaga, SMA 567 lembaga, MA 178 lembaga, SMK 546  lembaga dan Pondok Pesantren sebanyak 89 lembaga.
Secara geografis amal usaha pada Pendidikan Dasar dan Menengah telah  tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Input peserta didik secara  umum sebagian besar bukanlah berasal dari orangtua yang berlatar  belakang Muhammadiyah, tetapi dari orangtua yang simpati dengan  pendidikan Muhammadiyah yang menyeimbangkan antara kemampuan spiritual  dan intelektual serta keterampilan. Kemampuan spiritual adalah merupakan  cita-cita dasar KH Ahmad Dahlan yang menginginkan pendidikan yang  membentuk manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, sedangkan  kemampuan intelektual adalah agar pendidikan Muhammadiyah membentuk  manusia Indonesia yang memiliki pandangan luas dan alim dalam ilmu-ilmu  dunia (ilmu-ilmu umum). Kemudian, pengembangan keterampilan adalah agar  pendidikan Muhammadiyah dapat membentuk manusia Indonesia yang beramal  nyata untuk kemajuan masyarakat dan bangsanya.
Dari sisi kualitas, pendidikan Muhammadiyah juga patut dibanggakan,  karena banyak Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren yang telah meraih  prestasi yang membanggakan baik akademik maupun non akademik. Beberapa  Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren telah ditetapkan sebagai unggulan yang  dapat dijadikan model bagi Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren  Muhammadiyah lainnya di seluruh Indonesia dengan ciri khas keunggulannya  masing-masing yaitu:
- SD Muhammadiyah 2 Denpasar Bali (Program 4 Bahasa dan Green School);
- SD Muhammadiyah Pucang Surabaya Jawa Timur (Penguatan Karakter Islami dan Pusat Studi Banding);
- SD Muhammadiyah 16 Kreatif Surabaya Jawa Timur (Pembelajaran Berbasis Edutainment dan Program Kelas Inklusi);
- SD Muhammadiyah Sapen DI Yogyakarta (Sekolah Karakter dan Sekolah Bakat);
- Madrasah Ibtidaiyah Blimbing Lamongan Jawa Timur (Program tahfidz Qur’an dan Pengembangan Bakat dan Potensi Siswa);
- SMP Muhammadiyah 2 Surabaya Jawa Timur (Kelas Olah Raga dan Sunday School in Arabic and English);
- SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik Jawa Timur (Pembelajaran Kreatif dan Inovatif);
- SMP Muhammadiyah 3 DI Yogyakarta (Berbasis Teknologi (Basic Technology Education) dan Kelas Bilingual;
- SMA Muhammadiyah 2 Surabaya Jawa Timur (Program Kelas Internasional dan Pengembangan Karakter);
- SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Jawa Timur (Korp Mubaligh Muda Muhammadiyah dan Komunitas Robotika dan Rekayasa Teknologi);
- SMA Muhammadiyah 1 DI Yogyakarta (Sekolah Kader Muhammadiyah dan Kader Bangsa serta Sekolah Bakat);
- MA Muhammadiyah 02 Pondok Modern Paciran Lamongan Jawa Timur (Madrasah Berbasis ICT dan Bahasa);
- SMK Muhammadiyah 7 Gondang Legi Malang Jawa Timur (Pengembangan Rekayasa Energi Alternatif dan Intrepreneur);
- SMK Muhammadiyah 2 Borobudur Magelang Jawa Tengah (Pengembangan Karoseri Mobil dan Teaching Factory);
- SMK Muhammadiyah 3 DI Yogyakarta (SMK Islami Berbasis Budaya dan Program Inklusi);
- SMK Muhammadiyah Haurgeulis Indramayu Jawa Barat (Entrepreneurship dan Bussines Center serta Program Kerja Khusus);
- SMK Muhammadiyah 2 Palembang Sumatera Selatan (Entrepreneurship dan Bussines Center serta Program Tahsinul Qur’an, Tartilul Qur’an, Tahfidzul Qur’an);
- Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut Jawa Barat (Kurikulum Terintegrasi dan Sekolah Kader));
- Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Mu’alimin Muhammadiyah Sawah Dangka Sumatera Barat (Program Tahfidz 30 Juz);
- Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah (MTs dan MA) DI Yogyakarta (Sekolah Kader Ulama dan Pemimpin).
Tantangan Pendidikan Muhammadiyah
Problem pendidikan nasional saat ini yang sering dikritik dan mendapat sorotan tajam dari masyarakat adalah kecenderungan pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek pengetahuan dan pengembangan kecerdasan intelektual peserta didik semata. Aspek pembentukan sikap dalam bentuk akhlak mulia dan aspek pengembangan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik dalam kehidupan nyata kurang atau tidak mendapat perhatian yang cukup.
Hal ini berakibat antara lain bahwa perkembangan akhlak/karakter  generasi muda saat ini memprihatinkan seperti longgarnya tata krama  dalam kehidupan sehari-hari, meningkatnya kenakalan remaja, pornografi  dan pornoaksi, pergaulan bebas, narkoba, merebaknya tawuran antar  pelajar dan di masyarakat, berkembangnya budaya korupsi pada berbagai  lembaga birokrasi, merupakan indikator dari kecenderungan pendidikan  yang hanya menekankan pada aspek intelektual belaka.
Kelemahan ini disinyalir akibat kelemahan guru dalam mengembangkan  materi pelajaran. Guru pada umumnya hanya mengajarkan kepada siswa  sejumlah fakta atau konsep, dan dalam porsi yang sangat terbatas juga  mengajarkan keterampilan. Guru belum berhasil menanamkan secara utuh  nilai-nilai agama Islam melalui pembiasaan dan pengamalan ajaran agama  Islam kepada peserta didik dalam rangka pembentukan akhlak mulia.
Kondisi pendidikan dan kondisi akhlak bangsa sebagaimana tersebut di  atas perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama persyarikatan  Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang misi utamanya adalah amar ma’ruf  nahi munkar. Pendidikan Muhammadiyah ditantang untuk ikut serta secara  aktif mencari solusi agar pendidikan yang kita bangun membentuk prilaku  generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia sebagaimana yang diharapkan  dalam tujuan pendidikan nasional.
Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad (ke-47) di Yogyakarta  mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Pendidikan Muhammadiyah yang  Holistik atau menyeluruh. Majelis Dikdasmen telah menyusun konsep  Pendidikan Holistik Muhammadiyah yakni penyelenggaraan pendidikan yang  mengembangkan potensi akal, hati, dan keterampilan peserta didik yang  seimbang, sehingga menjadi manusia yang utuh yang memiliki keunggulan  dan daya saing.
Menurut Akhmad Jaenuri dalam Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah di  Tengah Persaingan Nasional dan Global tujuan pendidikan holistik adalah  membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang  lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan humanis melalui  pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan  karakteristik pendidikan holistik lebih menekankan pada pendidikan  watak, karakter, dan prilaku peserta didik menjadi manusia seutuhnya.
Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa keseimbangan dalam  mengembangkan potensi peserta didik pada aspek spiritual, pengetahuan,  dan keterampilan akan membentuk pribadi yang utuh. Dengan kata lain  proses pendidikan yang demikian akan menghasilkan pribadi peserta didik  utuh yang menjaga hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama serta dengan  lingkungannya.• 
__________________________
__________________________
Sumber: Suara Muhammadiyah
 

 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar