Idul Adha merupakan peristiwa penting dan hari besar Islam yang penuh berkah dan kegembiraan. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat ini dihadiri oleh semua orang Muslim, baik tua, muda, dewasa, anak-anak, laki-laki dan perempuan, bahkan perempuan yang sedang haid, juga diperintahkan oleh Nabi saw supaya hadir. Hanya saja mereka tidak ikut shalat dan tidak masuk ke dalam shaf shalat, namun ikut mendengarkan pesan-pesan Idul Adha yang disampaikan oleh khatib
1. Memperbanyak membaca tahlil, takbir, tahmid, mengerjakan amal shaleh, terutama pada tanggal 1 sampai 10 Dzulhijjah, bagi yang tidak sedang berhaji.
Kemuliaan bulan Dzulhijjah, khususnya pada sepuluh hari pertama telah diabadikan dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
[وَٱلۡفَجۡرِ (١) وَلَيَالٍ عَشۡرٍ۬ (٢) وَٱلشَّفۡعِ وَٱلۡوَتۡرِ (٣) وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَسۡرِ (٤
Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu (QS. Al-Fajr (89): 1-4)
Para ulama tafsir seperti, Ibnu Abbas ra, menafsirkan maksud malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Tidaklah Allah SWT bersumpah dengan sesuatu, kecuali pada saat yang sama memberikan isyarat tentang keagungan sesuatu tersebut. Maka, keagungan sepuluh hari awal dzulhijjah pun semakin dapat dirasakan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dari Nabi saw. Beliau bersabda, ”Tiada hari-hari dimana amal shalih paling utama di sisi Allah dan paling dicintai-Nya melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah pada hari itu dengan Tahlil, Takbir dan Tahmid.” (HR. Ahmad)
Ibnu Umar dan Abu Hurairah pada hari sepuluh pertama Dzulhijjah pergi ke pasar bertakbir dan manusia mengikuti takbir keduanya. (HR. Al-Bukhari)
Keutamaan dzikrullah pada sepuluh hari awal Dzulhijjah ini bisa dibagi menjadi tiga bagian :
a. Dzikr Mutlaq: yaitu berdzikir secara umum dan mutlak tanpa terikat waktu khusus, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran dalam surat al-Ahzab (33): 35.
إِنَّ ٱلۡمُسۡلِمِينَ وَٱلۡمُسۡلِمَـٰتِ وَٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ وَٱلۡقَـٰنِتِينَ وَٱلۡقَـٰنِتَـٰتِ وَٱلصَّـٰدِقِينَ وَٱلصَّـٰدِقَـٰتِ وَٱلصَّـٰبِرِينَ وَٱلصَّـٰبِرَٲتِ وَٱلۡخَـٰشِعِينَ وَٱلۡخَـٰشِعَـٰتِ وَٱلۡمُتَصَدِّقِينَ وَٱلۡمُتَصَدِّقَـٰتِ وَٱلصَّـٰٓٮِٕمِينَ وَٱلصَّـٰٓٮِٕمَـٰتِ وَٱلۡحَـٰفِظِينَ فُرُوجَهُمۡ وَٱلۡحَـٰفِظَـٰتِ وَٱلذَّٲڪِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا وَٱلذَّٲڪِرَٲتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمً۬ا -٣٥
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Qs. al-Ahzab: 35)
b. Dzikir Khusus yang disyariatkan: seperti beberapa doa dan dzikir di pagi dan sore hari, atau doa sebelum melakukan sesuatu.
c. Dzikir yang Terikat: yang dimaksud adalah Takbir Hari Raya yang mempunyai lafadz secara khusus dan waktu pembacaan yang terbatas pula. Untuk takbir Idul Adha bisa dimulai dari fajar hari Arafah, hingga Ashar hari Tasyriq yang terakhir, khususnya setelah usai shalat lima waktu.
2. Puasa Arafah
Puasa Arafah merupakan puasa sunnah yang sangat dianjurkan, sunnah muakkad. Puasa Arafah memiliki keutamaan yang luar biasa, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari ra, Rasulullah saw pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya. (HR. Muslim)
Abu Qatadah juga meriwayatkan Hadis yang lain:
Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim).
Dalam Hadis yang lain, Nabi saw berpuasa sembilan hari pada awal Zulhijjah,
Diriwayatkan dari Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari beberapa isteri Nabi saw: Sesungguhnya Rasulullah saw melakukan puasa sembilan hari di awal bulan Zulhijjah, di Hari Asyura dan tiga hari di setiap bulan iaitu hari Isnin yang pertama dan dua hari Khamis yang berikutnya. (HR. Ahmad)
3. Berhias dengan Memakai Pakaian Bagus dan Wangi-wangian.
Orang yang menghadiri shalat Idul Adha baik laki-laki maupun perempuan dituntunkan agar berpenampilan rapi, yaitu dengan berhias, memakai pakaian bagus (tidak harus mahal, yang penting rapi dan bersih) dan wangi-wangian sewajarnya.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw selalu memakai wool (Burda) bercorak (buatan Yaman) pada setiap ‘Id (HR. Asy-Syafi’i dalam kitabnya Musnad asy-Syafi’i)
Diriwayatkan dari Zaid bin al-Hasan bin Ali dari ayahnya ia mengatakan: kami diperintahkan oleh Rasulullah saw pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) untuk memakai pakaian kami terbaik yang ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada, dan menyembelih binatang kurban tergemuk yang ada (sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang) dan supaya kami menampakkan keagungan Allah, ketenangan dan kekhidmatan (HR. Al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak, IV: 256)
4. Tidak Makan Sejak Fajar Sampai dengan Selesai Shalat Idul Adha
Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya (yaitu Buraidah bin al-Husaib) ia berkata: Rasulullah saw pada hari Idul Fitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Idul Adha tidak makan sehingga selesai shalat (HR. At-Tirmizi)
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘Id.
5. Dianjurkan Berangkat dengan Berjalan Kaki dan Pulang Melalui Jalan Lain
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Nabi saw mendatangi shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan beliau pulang melalui jalan lain dari yang dilaluinya ketika pergi. (HR. Ibnu Majah)
6. Shalat Dihadiri oleh Semua Umat Islam
Idul Adha merupakan peristiwa penting dan hari besar Islam yang penuh berkah dan kegembiraan. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat ini dihadiri oleh semua orang Muslim, baik tua, muda, dewasa, anak-anak, laki-laki dan perempuan, bahkan perempuan yang sedang haid, juga diperintahkan oleh Nabi saw supaya hadir. Hanya saja mereka tidak ikut shalat dan tidak masuk ke dalam shaf shalat, namun ikut mendengarkan pesan-pesan Idul Adha yang disampaikan oleh khatib.
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah al-Anshariyah ia berkata: Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menyertakan gadis remaja, wanita yang sedang haid, dan wanita pingitan. Adapun wanita yang sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya dan dakwah yang disampaikan khatib bersama kaum muslimin. (HR. Ahmad).
*) Sumber: Materi Pengembangan HPT Majelis Tarjih PP Muhammadiyah
0 komentar:
Posting Komentar