Makassar - Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mukti mengatakan organisasinya tetap istikamah pada gerakan dakwah sebagai upaya pencerahan umat muslim. Muhammadiyah, kata Mukti, tidak akan terlibat pada politik praktis, serta menghindari wacana pembentukan partai politik di masa depan.
"Relasi Muhammadiyah dan politik susah selesai. Kita mengusung politik kebangsaan yang diaktualisasikan dengan gerakan dakwah," kata Abdul Mukti saat konferensi pers jelang Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Jumat petang, 31 Juli 2015, dilansir Tempo.
Menurut Mukti, selama ini Muhammadiyah tetap banyak terlibat dalam arah kebijakan tata negara meskipun tidak terlibat langsung dalam gerakan partai politik. "Gerakan politik kami tidak bersifat formal," ujarnya.
Mukti menegaskan bahwa sejak puluhan tahun silam Muhammadiyah memutuskan bersikap netral serta tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu. Meski begitu, Muhammadiyah tetap menjalin komunikasi dengan partai politik. Komunikasi terkait dengan berbagai macam strategi organisasi untuk menyikapi permasalahan serta realitas di masyarakat.
Mukti menyebutkan salah satu bentuk konsep politik kebangsaan yang diusung Muhammadiyah adalah dengan banyak membangun opini ihwal kebijakan pemerintah. Melalui pimpinan, Muhammadiyah berupaya memberikan tekanan politik kepada pemerintah agar mengupayakan kebijakan positif bagi masyarakat agar bisa diterima secara fundamental. "Statement dari Ketua Umum biasanya mewakili sikap politik Muhammadiyah," ujarnya.
Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar rencananya diisi dengan pembahasan sejumlah isu strategis di masyarakat. Menurut Mukti, organisasinya akan menggugat sejumlah isu yang secara tidak langsung menjadi kritik untuk pemerintah. "Misalnya privatisasi sumber air yang menyusahkan masyarakat tradisional, hingga keberadaan sistem otonomi daerah yang cenderung melahirkan raja-raja kecil di daerah," kata Mukti.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir menjelaskan bahwa pihaknya lebih tertarik membangun budaya dan keilmuan masyarakat dibandingkan terlibat aktif dalam politik. Salah satu tantangan umat muslim di Indonesia saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan dan sains yang mengakibatkan kekayaan alam yang melimpah tidak termanfaatkan dengan maksimal. "Kita mendorong masyarakat belajar agar tumbuh menjadi umat yang berbudaya, produktif, dan efisien," kata Haedar.
Menurut Haedar, upaya di bidang pendidikan juga terkait dengan misi Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan. Selama ini sebagian masyarakat disebut masih ketinggalan jauh dalam ilmu pengetahuan, yang mengakibatkan mereka sering kali melenceng dari tuntunan agama. "Contohnya, masih banyak orang melarikan masalah ke ranah mistis karena tidak sanggup memecahkannya dengan ilmu pengetahuan." [red/t]
"Relasi Muhammadiyah dan politik susah selesai. Kita mengusung politik kebangsaan yang diaktualisasikan dengan gerakan dakwah," kata Abdul Mukti saat konferensi pers jelang Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Jumat petang, 31 Juli 2015, dilansir Tempo.
Menurut Mukti, selama ini Muhammadiyah tetap banyak terlibat dalam arah kebijakan tata negara meskipun tidak terlibat langsung dalam gerakan partai politik. "Gerakan politik kami tidak bersifat formal," ujarnya.
Mukti menegaskan bahwa sejak puluhan tahun silam Muhammadiyah memutuskan bersikap netral serta tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu. Meski begitu, Muhammadiyah tetap menjalin komunikasi dengan partai politik. Komunikasi terkait dengan berbagai macam strategi organisasi untuk menyikapi permasalahan serta realitas di masyarakat.
Mukti menyebutkan salah satu bentuk konsep politik kebangsaan yang diusung Muhammadiyah adalah dengan banyak membangun opini ihwal kebijakan pemerintah. Melalui pimpinan, Muhammadiyah berupaya memberikan tekanan politik kepada pemerintah agar mengupayakan kebijakan positif bagi masyarakat agar bisa diterima secara fundamental. "Statement dari Ketua Umum biasanya mewakili sikap politik Muhammadiyah," ujarnya.
Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar rencananya diisi dengan pembahasan sejumlah isu strategis di masyarakat. Menurut Mukti, organisasinya akan menggugat sejumlah isu yang secara tidak langsung menjadi kritik untuk pemerintah. "Misalnya privatisasi sumber air yang menyusahkan masyarakat tradisional, hingga keberadaan sistem otonomi daerah yang cenderung melahirkan raja-raja kecil di daerah," kata Mukti.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir menjelaskan bahwa pihaknya lebih tertarik membangun budaya dan keilmuan masyarakat dibandingkan terlibat aktif dalam politik. Salah satu tantangan umat muslim di Indonesia saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan dan sains yang mengakibatkan kekayaan alam yang melimpah tidak termanfaatkan dengan maksimal. "Kita mendorong masyarakat belajar agar tumbuh menjadi umat yang berbudaya, produktif, dan efisien," kata Haedar.
Menurut Haedar, upaya di bidang pendidikan juga terkait dengan misi Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan. Selama ini sebagian masyarakat disebut masih ketinggalan jauh dalam ilmu pengetahuan, yang mengakibatkan mereka sering kali melenceng dari tuntunan agama. "Contohnya, masih banyak orang melarikan masalah ke ranah mistis karena tidak sanggup memecahkannya dengan ilmu pengetahuan." [red/t]
0 komentar:
Posting Komentar