KADER DAN KADERISASI
Untuk memajukan regenerasi perkaderan dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah, perlu diorganisir seindah mungkin. Hal ini telah dilakukan oleh persyarikatan yang telah berkembang satu abad ini, yaitu dengan adanya kurang lebih 5000an lembaga pendidikan diberbagai pelosok tanah air.
KH. Ahmad Dahlan jauh-jauh hari telah mengantisipasi agar perkembangan Muhammadiyah ini tidak berhenti disuatu waktu. Oleh karena itu, beliau sangat menyadari akan pentingnya sebuah keberlangsungan dan regenerasi untuk menghadapi tantangan Muhammadiyah yang bergerak lintas zamani ini.
Melalui nasehat cerdasnya, KH. Ahmad Dahlan mencoba menitipkan kekhawatirannya kepada kader Muhammadiyah:
“Muhammadiyah besok berbeda dengan Muhammadiyah sekarang ini, karenanya teruslah menuntut ilmu, jadilah dokter, jadilah master, insinyur dan kembalilah ke Muhammadiyah.” (KH. Ahmad Dahlan)
Pesan singkat namun mengandung makna yang mendalam ini, perlu “disuntikan” kedalam tubuh individu setiap kader Muhammadiyah, agar rasa memiliki mereka terhadap Muhammadiyah sangat tinggi. Tidak hanya rasa memiliki yang menjadi sasaran, tetapi juga para kader Muhammadiyah memikirkan bagaimana merawat, mengembangkan, menjaga khittah perjuangan dan melestarian Muhammadiyah agar selalu berkesesuaian dengan zaman.
Sepanjang perjalanan dakwah dan perjuangan Muhammadiyah, lembaga (sekolah, madrasah, pesantren, masjid dll) sebagai fasilitas perkaderan sangat menunjang jalannya kaderisasi. Karena kehadiran kader dalam organisasi, khususnya Muhammadiyah bagaikan kehadiran jantung dalam tubuh manusia. Dan proses kaderisasi dalam organisasi, khususnya Muhammadiyah bagaikan jalannya nafas manusia tersebut.
Muhammadiyah memang bukan perusahaan pribadi yang bisa diwariskan dan diturunkan melalui proses hibah atau warisan. Ada proses panjang untuk melanggengkan keberlangsungan organisasi ini. Itulah proses kaderisasi.Sehingga persoalan kaderisasi menjadi “pekerjaan terus menerus” selama Muhammadiyah ingin hidup dan berkelanjutan.
Dengan demikian jaring-jaring kaderisasi mutlak dan menjadi sebuah keniscayaan. Kualitas jejaring kaderpun sangat signifikan dalam menentukan mutu kader yang dihasilkan.
LEMBAGA KADERISASI
Berbagai lembaga perkaderan yang menunjang kaderisasi dalam Muhammadiyah, diantaranya: Sekolah (dari tingkat Taman Kanak-kanak, Madrasah Ibtidaiyah, SMP Muh, SMA Muh), Perguruan Tinggi, Pondok Pesantren, Masjid, Gedung Dakwah dan lain-lain.
Istilah sekolah kader dikenal pada Kongres Moehammadijah tahun 1928 di Medan. Amanat kongres atau muktamar itu ditujukan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengelola secara resmi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat pendidikan dan pembibitan kader, pemimpin, guru agama dan Mubaligh Muhammadiyah.
Selanjutnya cukup banyak sekolah kader dengan ke-khasan masing-masing daerah kemudian bermunculan dalam rangka menjawab kebutuhan akan generasi penerus, pelangsung dan penyempurna Muhammadiyah. Kualitas lembaga kader pada dekade awal berdirinya Muhammadiyah dapat diukur dari berbagai aspek, antara lain:
1. Perhatian persyarikatan (persoalan lembaga kaderisasi menjadi amanat dan pembicaraan dalam kongres).
2. Setelah perhatian, dibutuhkan konsistensi atau kesungguhan para personil persyarikatan yang ditampakkan pada keikhlasannya secara langsung menangani keberlangsungan lembaga.
3. Desain kurikulum yang disiapkan dan dijalankan secara mandiri, dengan tujuan khusus sebagai kader tidak tergantung kepada pihak-pihak tertentu.
4. Para alumnusnya yang memiliki kekayaan ilmu agama, semangat untuk berjuang serta kemapanan keilmuannya yang dipandang memadai untuk saat itu, sebagai seorang kader.
Zaman berkembang, arus globalpun melanda di hampir semua sisi kehidupan manusia. Tuntutan untuk mendapatkan yang lebih dan berkualitas menjadi kewajaran setiap perkembangan kehidupan.
Setidaknya dengan memahami dan menyadari kebutuhan dan kondisi masyarakat moderen (persyarikatan) akan kader, pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah, saat ini perlu menjaga dan mengembangkan mutu serta kualitas Lembaga Kaderisasi dalam rangka menjawab kebutuhan umat (persyarikatan) tersebut.
Untuk mengembangkan Lembaga Kaderisasi yang berkualitas, perlu dilakukan analisis kebutuhan persyarikatan. Kebutuhan umat (persyarikatan) saat ini adalah sosok individu maupun kelompok yang mampu menjadi penjaga idiologi, organisasi, dan hasil karya organisasi, bahkan dua yang disebut terakhir perlu terus diUp date, agar senantiasa mampu menjawab persoalan zaman. Tentunya untuk mengembangkannya perlu kekuatan SDM yang terus dipacu agar memiliki multi kemampuan (skill).
Berdasarkan kebutuhan umat itulah lembaga kaderisasi ditegakkan dengan tidak menghitung untung dan rugi secara finansial, tetapi berhitung manfaat kedepan. Sehingga lembaga kaderisasi harus selalu berorientasi pada aspek – aspek sebagai berikut:
1. Ke-Islaman
Hal ini mutlak dalam rangka menjaga kemurnian dan garis tegas Muhammadiyah yang memiliki semangat tajdid dan purifikasi terhadap segala bentuk penyimpangan Aqidah Salimah (baca : Qur’an dan Sunnah Maqbulah). Dengan ke-Islaman ditargetkan lembaga mampu mencetak kader yang mukmin, mukhsin dan muttaqin.
Lembaga kaderisasi formal yang berkualitas senantiasa berorientasi pada proses terjaganya aqidah perserta didik, ibadah, dan mu’amalah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
2. Ke- Ilmuan
Sebagai pengantar dalam memahami agama, ilmu haruslah dikuasai dan terus menjadi bingkai lembaga kaderisasi. (Ingat pesan K.H.A. Dahlan), karena untuk menjalankan agama ini dengan benar dan tepat haruslah diikuti dengan akal budi yang lurus (sehat), serta berbagai disiplin keilmuan yang memadai.
3. Ke- Juangan
Ke-juangan meliputi kemandirian, kepeloporan dan semangat amar makruf nahi munkar. Ketiga aspek tersebut diinternalisasikan kedalam kehidupan sehari-hari calon kader, sehingga menjadi kebiasaan hidup yang mewarnai keseharianya.[IsRb]
0 komentar:
Posting Komentar