Pertanyaan:
Bagaimana hukum shalawat nariyah dan shalawat badar?
Jawab:
Lafadz shalawat nariyah antara lain sebagai berikut:
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُـحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْـحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْـخَوَاتِـمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْـمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau (bukan karena Allah-red) semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat diri beliau (bukan karena Allah-red) yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarga beliau serta para sahabat beliau, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.”
Konon jika membaca shalawat ini sebanyak 4444 kali, sebagian orang meyakini akan dimudahkan semua rizki dan dihilangkan semua penyakit.
Paling tidak ada dua kesalahan yang terdapat pada shalawat nariyah ini:
Pertama: Didalamnya terkandung makna ber-wasilah/tawassuldengan perantara Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, seperti pada lafadz تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ dst.
Lafadz diatas mempunyai makna bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam mampu mengurai berbagai ikatan kesulitan dan menjadi solusi untuk segala kesusahan, pada pernyataan tersebut ada unsur tawassul syirik yang jelas dilarang. Karena yang mampu mengurai berbagai ikatan kesulitan dan menjadi solusi untuk segala kesusahan manusia hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Shalawat nariyah ini antara lain bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْـخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (Q.S. Al A’raf [7]: 188)
Kedua: Shalawat nariyah tersebut lazim dibaca dengan bilangan tertentu dan waktu tertentu, yang kedua hal tersebut memerlukan dalil yang shahih dalam pengkhususannya, sehingga rentan untuk terjatuh ke dalam bid’ah.
Adapun lafadz shalawat badar sebenarnya ada lebih dari 25 bait, namun kami tuliskan secukupnya, antara lain sebagai berikut:
صَلَاةُ الله سَلاَمُ الله عَلىَ طه رَسُوْلِ الله – صَلاَةُ الله سَلاَمُ الله عَلىَ يس حَبِيْبِ اللهِ
تَوَسّلْنَا بِبِسْمِ الله وَ بِالـهَادِي رَسُوْلِ اللهِ – وَ كُلِّ مُـجَاهِدٍ لِلهِ بِأَهْلِ البَدْرِ يَا اللهُ
Artinya: “Rahmat dan keselamatan Allah, semoga tetap untuk Nabi Thaaha utusan Allah. Rahmat dan keselamatan Allah, Semoga tetap untuk Nabi Yasin kekasih Allah. Kami berwasilah dengan berkah “Basmalah”, dan dengan Nabi yang menunjukkan lagi utusan Allah. Dan seluruh orang yang berjuang karena Allah, sebab berkahnya sahabat ahli Badar (pejuang perang Badar-red) ya Allah.”
Hampir sama dengan shalawat nariyah, untuk shalawat badar ini juga terkandung makna ber-wasilah/tawassul dengan diri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para mujahidin dalam perang badar. Selain itu ada pemberian nama baru untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yaitu يس danطه yang tidak ada sandaran dalil sama sekali.
Karena dalam tinjauan aqidah Islam kedua shalawat tadi (shalawat nariyah dan shalawat badar-red) tidak terlepas dari masalah bahkan berhubungan dengan aqidah, maka hendaknya kita berpegang kepada petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam bershalawat. Yaitu dengan membaca shalawat yang standar, seperti lafadz “Allahumma shalli ‘ala Muhammad” atau shalawat yang kita baca dalam shalat kita, seperti dalam hadits berikut:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Artinya: “Ya Allah berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung. Ya Allah berilah karunia kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan karunia kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam.
Dijawab setelah disidangkan oleh: Majelis Tarjih dan Tajdid PC Muhammadiyah Blimbing Sukoharjo – Jateng, Ketua: Sahadi Mulyo Hartono, S.Pd.I.
0 komentar:
Posting Komentar